Jowonews

Studi Komparasi soal BUMD bersama Biro Perekonomian Jatim

Komisi C DRPD Jateng

SURABAYA – Dalam rangka penyusunan Raperda tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik pada BUMD, Komisi C DPRD Jateng melakukan diskusi studi komparasi dengan Biro Perekonomian Setda Provinsi Jatim, Selasa (11/4/2023). Pada kesempatan itu, Bambang Hariyanto selaku Ketua Komisi C mengaku ingin bertukar pendapat soal pengelolaan BUMD untuk meningkatkan PAD. “Jatim yang secara kesamaan tidak terlalau jauh beda dengan Jateng. Kami memberanikan diri untuk bertukar pendapat mengenai tata kelola perusahaan BUMD yang kompetitif. Sebab, apabila BUMD kita ini baik, tentunya PAD kita akan meningkat,” ucapnya. Sementara, Anggota Komisi C Agung Budi Margono menanyakan perihal managemen resiko, sanksi, dan kerjasama dengan pihak lain. “Apakah perda yang ada di Jatim ini menerangkan syarat peraturan secara spesifik?,” tanya Agung kepada Marta Mukti Widodo selaku Kabag Substansi BUMD, Investasi, & BULD Biro Perekonomian Setda Provinsi Jatim. Menanggapinya, Marta mengatakan perda mengenai tata kelola BUMD yang dimiliki Jatim tak lebih kepada pembinaan dan pengawasan terhadap BUMD, yang di dalamnya. Perda itu berbeda dengan Perda Pendirian BUMD. “Adapun dalam penerapan BUMD yang baik di Jatim berlaku pendampingan dari Kejaksaan Tinggi agar nantinya, apabila ada permasalahan, akan lebih mudah,” terangnya. Terkait resiko BUMD yang mengalami kerugian, Biro Perekonomian hanya sebatas membuat analisis soal legal opinion untuk dilaporkan kepada gubernur. Nantinya, gubernur yang akan memberikan kebijakan dengan berbagai kajian dan pertimbangan. Secara keseluruhan, semua ada 7 BUMD yang ada di Jatim yakni 3 diantaranya telah mempunyai anak perusahaan sebanyak 21 perusahaan. Sebagai saran masukan, Marta berharap, dalam pembuatan Perda Pengelolaan BUMD tersebut perlu disesuaikan dulu dengan PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang Pembuatan Perda Pendirian & Perda Pembinaan. “Maka, untuk meminimalisir resiko melaksanakan business to business, kami meminta controling terhadap Komisi C DPRD Provinsi Jatim dan pendampingan dari Kejaksaan Tinggi. Itulah tadi diawal kami sampaikan keterlibatan kejaksaan tinggi dalam fungsional penerapan pengelolaan BUMD di Jatim,” jelas Marta.

Komisi A Nilai DIY Mampu Tangani Konflik Sosial

Komisi A DPRD Jateng

YOGYAKARTA – Jajaran Komisi A DPRD Jateng berkunjung ke Badan Kesatuan Bangsa & Politik Provinsi DI.Yogyakarta, Selasa (11/4/2023). Kunjungan itu dilakukan dalam rangka studi banding tentang penanganan konflik sosial, mengingat Provinsi DIY memiliki keistimewaan, jadi proses penanganan konflik-konflik perlu dipelajari lebih detil. Sekretaris Komisi A DPRD Provinsi Jateng Juli Krisdianto mengaku pihaknya banyak belajar mengenai proses penanganan konflik sosial. Dari penyesuaian aturan, upaya pencegahan yang berpedoman dengan UU Keistimewaan Yogyakarta. Hal tersebut dimaksudkan agar aparatur pemerintahan dapat menjembatani supaya tidak sampai ke ranah pidana. “Seiring berkembangnya zaman, semakin beragam juga konflik sosial yang mencuat di masyarakat. Karenanya, proses penanganan konflik sosial juga perlu di-updated sehingga peran kita sebagai pemerintah dapat menjadi penengah dalam setiap konflik yang terjadi di masyarakat kita,” ungkapnya. Dalam diskusi itu, Djati Sugiarto selaku Kepala Bidang Bina Ideologi & Kewaspadaan Nasional Provinsi DIY menyampaikan secara keseluruhan penanganan konflik sosial di daerah khususnya pulau Jawa hampir memiliki kesamaan karena faktor budaya leluhur. “Untuk saat ini, kami juga sedang berproses Raperda mengenai Penanganan Konflik Sosial terbaru dan sudah masuk di Biro Hukum. Beberapa daerah di Jogja ini juga hampir sama permasalahannya,” katanya. Djati menambahkan, dalam rangka proses pencegahan konflik-konflik di daerah, beberapa proses telah dilaksanakan. Melaksanakan sosialisasi, koordinasi dengan forum-forum daerah, membentuk tim pelaksana, serta pembangunan sistem aplikasi tentang penanganan konflik sosial. “Sosialisasi dan koordinasi gencar kami laksanakan. Dengan begitu, koordinasi berjenjang bisa lebih cepat. Tentunya, kita juga menerjunkan tim lapangan untuk dapat mengantisipasi sampai di tingkat yang paling rendah. Selain sudah memiliki sistem aplikasi, kita juga ada sistem jaga warga serta program dukungan dari Keraton DIY dalam proses pencegahan atau penanganan konflik sosial yang berkembang di masyarakat,” imbuhnya.

Perlu, Layanan Konsultasi Perempuan & Anak Korban Kekerasan

Komisi E DPRD Jateng

YOGYAKARTA – Komisi E DPRD Jateng mendorong Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk & Keluarga Berencana (DP3APPKB) Provinsi Jateng untuk membuat layanan konsultasi terhadap permasalahan anak dan keluarga. Penegasan itu disampaikan Ketua Komisi E Abdul Hamid, saat memimpin rombongan kunjungan kerja ke Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan & Anak Korban Kekerasan ‘Rekso Dyah Utami’ Provinsi DIY, Selasa (11/4/2023). Menurut dia pemerintah wajib hadir melindungi korban kekerasan. Kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan persoalan yang perlu diselesaikan. Kerap kali korban kekerasan tidak menyuarakan apa yang mereka alami, baik itu kekerasan fisik, mental, maupun seksual. “Banyak di antara korban kesulitan melapor atau tidak berani untuk melaporkan kekerasan yang mereka alami. Itulah peran pemerintah untuk mengayomi warganya,” ucapnya. Kepala Balai Pelayanan Rekso Dyah Utami Beni Kusambodo mengungkapkan salah satu solusi yang ditawarkan adalah dengan memberikan layanan konsultasi gratis melalui pesawat telepon maupun melalui media sosial. Ada pula Telepon Sahabat Anak (TeSA) 129. Kriteria korban yakni perempuan korban kekerasan, anak (perempuan dan laki-laki). Korban kekerasan perempuan dan anak dengan tempat kejadian perkara di wilayah DIY. “Korban diindentifikasi dan memperoleh perlindungan sementara. Selanjutnya, dikoordinasikan maupun dirujuk ke instansi/ lembaga yang menangani masalah kekerasan,” jelasnya.

Rusunawa, Solusi Hunian Layak di Kawasan Kumuh

Komisi D DPRD Jateng

YOGYAKARTA – Pengembangan permukiman kawasan perkotaan di Jateng sudah harus mengarah pada pembangunan rumah susun. Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jateng Alwin Basri menyatakan pembangunan rumah susun menjadi salah satu solusi penataan kawasan kumuh. “Pemprov Jateng sudah harus mengkaji pembangunan rumah susun. Seperti halnya di Yogyakarta, sekarang ini gencar dibangun rumah susun guna mengurangi kawasan kumuh. Masyarakat pun bisa mendapatkan hunian yang layak tinggal,” ucapnya, saat memimpin rombongan Komisi D meninjau Rumah Susun Sewa (Rusunawa) di Kabupaten Sleman Provinsi DIY, Selasa (11/4/2023). Wakil Ketua Komisi D Hadi Santoso menambahkan, selain penataan kawasan kumuh, pembangunan rumah susun bisa dilakukan untuk perbaikan infrastruktur di suatu kawasan. Kota Yogyakarta dan sekitarnya banyak ditemui kawasan bantaran sungai. Dengan demikian, fokus pembangunan rumah susun menjadi pilihan tepat saat minimnya luasan lahan.   Menanggapinya, Kepala UPT Rusunawa Sleman Suroto mengungkapkan peminat untuk tinggal di rusunawa terbilang besar. Hanya saja yang menjadi dilema saat ini adalah pembayaran sewa. Tidak dipungkiri dengan pekerjaan penyewa seperti pengamen, pemulung, buruh pabrikan, kerap kali muncul tunggakan pembahayaraan. “Sekarang ini bagi yang menyewa rusunawa harus deposito dulu di Bank DIY selama tiga bulan. Rusunawa sangat dibutuhkan masyarakat terutama untuk ekonomi menengah ke bawah,” jelasnya.

Kebutuhan Kalori Meningkat, Pengelolaan Tanaman Pangan Harus Diperhatikan

Komisi B DPRD Jateng

YOGYAKARTA – Kebutuhan kalori sebagai bahan pangan semakin meningkat setiap tahunnya, dibarengi dengan pertumbuhan masyarakat. Namun, lahan tanaman pangan sendiri semakin berkurang karena pesatnya pembangunan.  Untuk itu, Komisi B berdiskusi dengan Dinas Pertanian & Ketahanan Pangan Provinsi D.I Yogyakarta guna mendapatkan informasi soal upaya pengelolaan dan pengembangan tanaman pangan, baru-baru ini. Diskusi tersebut dilakukan, mengingat Komisi B kini tengah mempersiapkan Raperda Kedaulatan Pangan. Pada kesempatan itu, Wakil Ketua Komisi B DPRD Provinsi Jateng Sri Marnyuni menjelaskan isi raperda tersebut meliputi aturan dan upaya peningkatan secara mandiri sehingga memudahkan akses pangan kepada masyarakat. Selain itu, upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mutu dan gizi pangan, sekaligus upaya untuk memberdayakan petani sehingga dapat membentuk lumbung daya desa. “Maksud dan tujuan kedatangan kami mau membahas Raperda Kedaulatan Pangan karena pada 2050 kebutuhan kalori meningkat lebih dari 14 persen. Hal itu akan membutuhkan banyak lahan, yang saat ini semakin berkurang. Maka, dengan adanya raperda, kami berusaha bagaimana kedaulatan pangan tersebut bisa terwujud sebaik-baiknya,” jelasnya. Sementara, Anggota Komisi B DPRD, Yusuf Hidayat, menyoroti masalah kurangnya lahan untuk pertanian. Dari persoalan itu, ia meminta informasi dari dinas setempat soal upaya untuk bisa menghidupkan kembali budaya mengkonsumsi makanan lokal. “Mungkin salah satu cara karena lahan tidak banyak, dihidupkan kembali makan ubi-ubian supaya tidak bergantung nasi saja. Kan, kalau menanam umbi-umbian lahannya tidak terlalu luas, jadi bisa dimana saja. Selain itu, makanan lokal harganya juga lebih ekonomis daripada nasi dan terigu,” kata Yusuf. Menanggapinya, Kepala Dinas Pertanian & Ketahanan Pangan Provinsi D.I Yogyakarta Sugeng Purwanto mengaku saat ini belum memiliki Perda Kedaulatan Pangan. Hal itu mengingat Provinsi D.I Yogyakarta masih ‘daerah kecil.’  “Tapi, dengan adanya kedatangan dewan provinsi, mungkin nanti kami malah bisa belajar untuk meningkatkan mutu pangan di Yogya sendiri,” jawabnya. Soal lahan pertanian inti, di Provinsi D.I Yogyakarta hanya memiliki luas 34.000 hektar dan saat ini pengelolaan lahannya masih dilakukan dengan sederhana. Salah satunya dengan mengoptimalkan lahan sempit di wilayah warga yang disebut Lumbung Mataraman. “Di kecamatan, ada break office kelompok tani antar kelurahan. Disana tempat orang belajar pertanian, memasarkan produk pertanian, dan lain-lain. Selain itu sebagai percontohan modern, dan tempat petani modern,” jelas Sugeng. Selain itu, pihaknya juga menerapkan foodloss dan foodwaste yang diarahkan ke hotel-hotel atau restoran yang ada di Yogyakarta. Hal itu mengingat banyaknya perhotelan dan wisata sehingga concern pengaturan pangan ada di sektor tersebut. “Dengan memberi denda kepada hotel-hotel yang banyak membuang sisa makanan. Itu merupakan salah satu upaya untuk menjaga peningkatan pangan di Yogyakarta,” tambahnya.

Penanganan Konflik Sosial Perlu Regulasi Komprehensif

Komisi A DPRD Jateng

SURABAYA – Penyusunan Raperda Penanganan Konflik Sosial memasuki pembuatan draf naskah akademik. Komisi A sebagai inisiator raperda itu, Rabu 5/4/2023), berkunjung ke Kantor Pemprov Jawa Timur guna mendapatkan data dan informasi mengenai penanganan konflik sosial. Pada kunjungan itu Komisi A DPRD Jateng diterima Benni Sampirwanto menjabat Asisten I Setdaprov Jatim. Ketua Komisi A Muhammad Saleh  menyatakan,  selama ini konflik sosial di masyarakat cenderung dinamis. Banyak faktor yang mempengaruhi kemunculan konflik sosial, di antaranya masalah kesejahteraan . Ke depan perlu ada sinkronisasi antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam mencegah sekaligus menekan konflik dalam masyarakat. “Seperti konflik sepak bola sendiri seperti Aremania dan Bonek tidak pernah rukun, apa pernah ada diskusi khusus dari direktur atau suporter terkait pemecahaan masalah supaya tidak rawan konflik. Salah satu faktor, penyebab konflik sosial di masyarakat cenderung masalah kesejahteraan yang cukup signifikan. Kondisi ini berjalan dinamis, setiap tahunnya ada bibit masalah konflik sosial di tengah masyarakat maka perluasan lapangan kerja bisa menjadi opsi,” terang dia. Kesempatan lain Benni mengatakan tingkat kesejahteraan masyarakat di Jatim paling tinggi di indonesia. Ada potensi konflik agama di sini, karena tidak ada sesuai peraturan undang-undang. Pencegahan melalu upaya yaitu sosialosasi ke sesama sekolah, perguruan tinggi serta memperdayakan organisasi masyarakat sesuai kebutuhan kita. Kita membuat perda/pergub tentang konflik sosial di kehidupan toleransi kehidupan bermasyarakat. Untuk terkait sepak bola dan suporter antara Aremania dan Bonek bertengkar di Blitar, itu real ranahnya polisi dan masalah sosial seperti konflik warga saat renovasi gereja dan bentrok pemuda antardesa dapat diselesaikan secara kekeluargaan. ” Pencegahan melalui sosialisasi ke sesama sekolah, perguruan tinggi memperdayakan ormas. Kita membuat perda/pergub tentang konflik sosial. Kehidupan toleransi kehidupan bermasyarakat. Pencegahan paling utama adalah kerja keras dan sinergitas yang pas,” Jelas dia. Menambahkan, Fuad Hidayat selaku Wakil Ketua Komisi A menyatakan tragedi Kanjuruhan ini menjadi pembelajaran buat kita semua. Penyusunan data-data tersebut dari FGD Kesbangpol dengan Polri atau melibatkan oknum dan lembaga-lembaga tertentu yang terkait. Mempunyai regulasi tim antikonflik/penanganan konflik serta sinergi bagus antar forkopimda. Kalau komunikasi kita kuat dan koordinasi yang solid bisa langsung terselesaikan.

Pengendalian Banjir di Ibu Kota Jakarta Jadi Tolok Ukur Daerah

Komisi D DPRD Jateng

JAKARTA – Pengelolaan daerah aliran sungai sangat penting guna menanggulangi banjir di wilayah perkotaan. Hal ini disampaikan Ketua Komisi D DPRD Jateng Alwin Basri saat pertemuan dengan Dinas PU Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta, Rabu (5/4/2023). Alwin mengemukakan, cuaca yang tidak menentu dan intensitas hujan yang tinggi kerap menjadikan debit air di sungai naik. Karena itu, pihaknya ingin mengetahui pola pengelolaan daerah aliran sungai di Ibu Kota RI itu “Kami ingin belajar tentang pengelolaan banjir di Jakarta dari kebijakan, program, kegiatan, hambatan hingga solusi dan langkah yang diambil dalam penanganan banjir,” kata legislator PDI Perjuangan itu. Anggota Komisi D Wahyudin Noor Ali menyinggung alokasi anggaran yang digunakan Dinas PU SDA DKI Jakarta sebagai langkah untuk melakukan penanganan banjir di tengah hujan dengan intensitas lebat. “Mengelola banjir itu biasanya mulai dari perencanaan terlebih dahulu, setelah perencanaan selesai maka kontrak pembangunan fisik akan berjalan, hingga nanti melakukan pembangunan prasarana dan sarana sungai serta kelengkapannya. Berapa anggaran yang digelontorkan dari provinsi,” kata Goyut sapaan akrabnya. Menanggapi itu, Kepala Pusat Data dan Informasi SDA Provinsi DKI Jakarta Nugrahayadi menjelaskan,  pihaknya telah melakukan pembangunan prasarana dan sarana sungai serta kelengkapannya. Hal ini merupakan langkah untuk melakukan penanganan banjir di tengah hujan dengan intensitas lebat di DKI Jakarta. Penangganan pengendalian banjir dibagi menjadi tiga tahap, mulai dari prabanjir, saat banjir, dan pascabanjir. Dalam tahap pra banjir pihaknya akan melakukan pengurasan saluran, pengerukan kali dan waduk. Saat banjir terjadi, Nugrahayadi menjelaskan pihaknya menempatkan satgas di lokasi genangan, hingga penempatan pompa mobile. “Upaya yang telah kami lakukan yaitu membuat polder dan 942 proyek, membangun drainase vertikal, penanganan banjir dan rob melalui NCICD, pengerukan waduk/situ/embung/kali/sungai dan pemeliharaan sarana prasarana. Hal itu kami harap dapat mengatasi banjir dalam satu kawasan yang airnya tidak dapat mengalir secara gravitasi. Kami juga melakukan penataan bantaran kali/sungai, dan meningkatkan kapasitas kali/sungai,” kata dia. Menjawab soal anggaran, Nugrahayadi menjelaskan Anggaran pengendalian banjir dan rob pada 2023 sebesar Rp 3,2 triliun dengan porsi terbesar di pembebasan lahan. Untuk pembangunan waduk, polder, tanggul, hingga pemeliharaan saluran-saluran penghubung masing-masing sebesar Rp 300 miliar.

Di Sleman, Komisi E Belajar Pengelolaan Kebencanaan Gunung Merapi

Komisi E DPRD Jateng

SLEMAN – Komisi E DPRD Jateng berkunjung ke BPBD Kabupaten Sleman, Yogyakarta, Rabu (5/4/2023). Kunjungan itu dilakukan guna bertukar informasi mengenai pengelolaan kebencanaan khususnya kegunungapian. Kabupaten Sleman, bersama Magelang dan Boyolali masuk dalam lingkaran api (ring of fire) Gunung Merapi. Dengan demikian budaya masyarakat, penanggulangan bencana, pengelolaan sukarelawan perlu dipersiapkan dengan baik. Dalam pertemuan tersebut, Marwan, selaku Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman menyampaikan Badan Geologi telah menetapkan tingkat aktivitas Gunung Merapi menjadi Siaga sejak 5 November 2020. Saat ini Gunung Merapi memiliki dua kubah lava, yaitu kubah lava barat daya dan kubah lava tengah kawah. Berdasarkan analisis foto udara tanggal 13 Januari 2023 volume kubah lava barat daya terhitung sebesar 1.7 juta m3 dan kubah tengah sebesar 2.4 juta m3. Kedua kubah lava ini apabila longsor secara masif berpotensi menimbulkan awan panas sejauh maksimal 7 km ke arah barat daya dan 5 km ke arah selatan-tenggara. “Kami ada rencana kontigensi, terburuk kalau kubah tengah tadi itu sudah mencapai 10 juta m3 dengan perkiraan longsor sejauh 9 km. Termasuk juga ada potensi ke arah Jawa Tengah volumenya 8,7 juta m3. Kalau ada kondisi ekstrim akan longsor 2,5 juta m3,” ungkapnya. Marwan menambahkan, dalam rangka kesiapsiagaan pihaknya sudah menyiapkan 33 lokasi early warning system (system peringatan dini) yang terpasang beserta penjaganya. Untuk barak pengungsian ada 30 lokasi yang berada di jarak 17 km dari puncak Merapi. Semua desa di sekitar Merapi sudah desa tangguh bencana. “Kemudian ada sister school atau paseduluran sekolah. Sudah kita bagi, kalua ada bencana maka dibagi antara sekolah terdadmpak dan penyangga. Masuk pagi dan sore, sekolah darurat adi tidak boleh libur. Kita juga siapkan bilik mesra dan penitipan hewan peliharaan” ungkapnya. Di Kabupaten Sleman, tambahnya, terdapat 72 komunitas sukarelawan dengan anggotanya 2.438 orang. Sebanyak 1.732 sukarelawan sudah terasuransi BPJS ketenagakerjaan dan kesehatan. Komunitas sukarelawan tersebut sudah mandiri, BPBD hanya berperan memfasilitasi pertemuan dan peningkatan kecakapan relawan. Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi E DPRD Jateng Abdul Hamid meyampaikan pihaknya banyak belajar mengenai cara adaptasi masyarakat, penanggulangan bencana, hingga berkah yang diperoleh masyarakat dari erupsi Merapi. Masyarakat Sleman punya slogan sakmadyo nanging ora nyepeleake. Itu adalah istilah dimana mereka bergandengan dengan alam dan lingkungan sekitar Gunung Merapi. “Masyarakat sudah tertata, barak sudah tertata, edukasi sudah tertata, desa tangga bencana, karangtaruna tanggap bencana sudah tertata. Sehingga bagus implikasi kehidupan Merapi bagi masyarakat yang ada di Kabupaten Sleman,” ungkapnya.