Jowonews

Resep Nasi Gandul Pati, Warisan Budaya yang Menggugah Selera dan Rasa

Resep Nasi Gandul Khas Pati

PATI – Nasi Gandul, makanan ikonik dari Kabupaten Pati, baru-baru ini mendapatkan pengakuan penting. Pada tanggal 22 Agustus 2024, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbudristek) menetapkan Nasi Gandul sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Kuliner ini terkenal dengan kombinasi cita rasa manis dan gurih yang dihasilkan dari perpaduan kuah santan dan potongan daging sapi. Nasi Gandul bukan hanya sekadar hidangan; ia memiliki nilai yang mendalam dari segi sejarah, ilmu pengetahuan, teknologi, hingga seni. Keberadaan makanan ini mencerminkan kekayaan budaya lokal yang layak untuk dilestarikan. Dikutip dari Detik Jateng, penetapan ini menandai pentingnya Nasi Gandul dalam memperkaya warisan budaya Indonesia. Tempat Terbaik Menikmati Nasi Gandul Di Kabupaten Pati, Nasi Gandul dapat dengan mudah ditemukan di berbagai lokasi, termasuk Terminal Kembang Joyo, halte Puri Pati, hingga kawasan Gajahmati. Salah satu tempat yang sangat direkomendasikan adalah Warung Nasi Gandul Pak Yadiman, yang telah beroperasi sejak tahun 1970-an dan kini dikelola oleh generasi kedua. Warung ini menawarkan variasi lauk yang beragam, mulai dari daging hingga babat, kulit, dan lainnya. Resep Nasi Gandul Khas Pati Bagi Mas dan Mbak Yu yang ingin mencoba membuat Nasi Gandul di rumah, berikut adalah resep sederhana dari Sajian Sedap: Bahan-bahan: Bumbu Halus: Bahan Pelengkap: Cara Membuat: Dengan resep ini, Mas dan Mbak Yu bisa menikmati cita rasa Nasi Gandul khas Pati di rumah. Selamat mencoba!

Mengungkap Kisah Batik Tulis Bakaran, Warisan Berharga dari Masa Majapahit

Batik Bakaran Pati

PATI – Masyarakat Desa Bakaran Wetan merayakan festival membatik yang melibatkan 100 peserta yang berkumpul di halaman balai desa. Dalam acara yang digelar pada Minggu (8/10/2023) tersebut, warga dari berbagai usia tampak antusias membatik dengan motif khas Bakaran. Festival ini dilengkapi dengan peralatan membatik seperti wajan, kompor, saringan, dan canting. Sebagian besar peserta, terutama para ibu-ibu, sibuk membatik pada kain putih yang siap digunakan sebagai media untuk menggambarkan keindahan batik. Kepala Desa Bakaran Wetan, Wahyu Supriyo, menjelaskan bahwa festival membatik massal ini melibatkan warga dari Bakaran Wetan dan Bakaran Kulon. Acara ini menjadi bagian dari rangkaian perayaan Hari Batik Nasional yang dimulai sejak tanggal 2 Oktober 2023 lalu. “Alhamdulillah, hari ini merupakan puncak acara dalam rangkaian Festival Batik Bakaran 2023 yang telah dimulai sejak 2 Oktober 2023. Acara pagi ini khususnya adalah festival membatik,” ungkap Wahyu kepada detikJateng di lokasi pada Minggu (8/10/2023). Menurut Wahyu, melalui festival membatik ini, mereka ingin menegaskan keberadaan batik tulis khas Bakaran yang terus dilestarikan. Wahyu berkomitmen untuk menjaga dan mempertahankan tradisi batik tulis di tengah maraknya batik printing atau batik cetak yang menguasai pasar. “Dengan festival membatik ini, kami ingin mengingatkan masyarakat di seluruh Indonesia bahwa di Bakaran Wetan, terdapat Batik Bakaran yang merupakan warisan nenek moyang yang kami jaga, lestarikan, dan pertahankan batik tulisnya,” jelas Wahyu. “Di era teknologi yang semakin canggih, ada ancaman bahwa batik tulis akan hilang dan digantikan oleh batik cetak. Oleh karena itu, melalui festival membatik massal ini, kami ingin menunjukkan bahwa kami selalu menghargai dan mendukung batik tulis,” lanjutnya. Sejarah Batik Bakaran Menurut Wahyu, seorang tokoh penting dari Desa Bakaran Wetan, sejarah batik tulis Bakaran tidak lepas dari masa Kerajaan Majapahit. Konon, seorang leluhur bernama Nyi Banoewati, yang dikenal sebagai penjaga museum pusaka dan pembuat seragam prajurit, datang ke daerah Bakaran pada akhir abad ke-14, di masa pemerintahan Kerajaan Majapahit. Wahyu menjelaskan bahwa salah satu motif yang sangat dikenal di masyarakat adalah motif “gandrung.” Motif ini diciptakan oleh Nyai Banoewati, terinspirasi oleh pertemuan dengan Joko Pakuwon, kekasihnya, di Tiras Pandelikan. Sejak saat itu, kerajinan dari Nyai Banoewati dilestarikan dan diajarkan kepada masyarakat Bakaran. “Sejarah batik tulis Bakaran ini dimulai pada tahun 1478 Masehi, ketika Mbah Nyai dari Majapahit menetap di Bakaran Wetan dan mulai membatik. Pembelajaran dan tradisi ini kemudian turun-temurun hingga hari ini, terus dilestarikan,” ungkap Wahyu. Motif Batik Bakaran Bakaran Wetan dikenal dengan berbagai motif batik tulisnya, dan ciri khasnya adalah penggunaan warna hitam dan coklat. Beberapa motif terkenal antara lain adalah gandrung, padas gempal, gringsing, bregat ireng, sido mukti, dan sido rukun. “Motif yang ada di batik tulis ini adalah ciri khas Bakaran, dengan remekan yang khas, serta perpaduan warna hitam, coklat, dan putih yang memberikan karakteristik yang unik,” terang Wahyu. Selain itu, pembuatan batik tulis Bakaran melibatkan cecekan yang dibuat dengan canting yang sangat kecil. Hal ini memungkinkan batik tulis Bakaran menjadi sangat rapi dan mendetail. “Penggunaan canting yang sangat kecil dalam pembuatan cecekan adalah salah satu keahlian yang khas dari batik tulis Bakaran, sehingga cecekan pada batik ini selalu tampak sangat rapi,” ungkapnya. Wahyu juga menyebutkan bahwa mayoritas masyarakat Bakaran Wetan bekerja dalam pembuatan batik, dan ada tujuh pengusaha besar yang terlibat dalam industri ini. Selain itu, jika kita memasukkan Desa Bakaran Kulon, total ada 13 pengusaha batik yang berperan penting dalam melestarikan tradisi batik tulis Bakaran. Foto Dok. Detik Jateng