Jowonews

Sejarah Stasiun Tuntang, Tempat Syuting Gadis Kretek

Sejarah Stasiun Tuntang, Tempat Syuting Gadis Kretek

SEMARANG – Film ‘Gadis Kretek’ telah menjadi sorotan para pecinta film, tak hanya karena jalan ceritanya yang memikat, tetapi juga karena proses di balik layar yang terus membangkitkan rasa penasaran penggemar. Dilakukan sebagian besar di Jawa Tengah, film ini mengambil beberapa adegan di lokasi menarik, termasuk Stasiun Tuntang di Kabupaten Semarang. Stasiun ini menjadi latar belakang untuk adegan terakhir antara Mas Raja dan Jeng Yah. Dalam adegan tersebut, Mas Raja mengucapkan kalimat menggoda, “Temui saya di stasiun minggu depan, saya akan pulang.” Sepenggal kalimat yang diucapkan Mas Raja pada Jeng Yah dalam film ‘Gadis Kretek’. Lokasi-lokasi seperti Stasiun Tuntang memberikan nuansa autentik dan memikat, menambah keindahan visual film ini. Keputusan untuk memilih lokasi syuting yang unik di Jawa Tengah juga memberikan sentuhan khusus pada film ini. Stasiun Tuntang Didirikan oleh NIS Stasiun Tuntang, yang didirikan oleh Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), berdiri kokoh sejak tahun 1871 dan diresmikan pada 21 Mei 1873. Stasiun kecil ini membanggakan gaya arsitektur “Chalet NIS,” yang umumnya digunakan pada rancangan stasiun-stasiun pada awal abad ke-20. Meskipun ukurannya terbilang kecil, Stasiun Tuntang memiliki peran vital dalam bidang pengangkutan produk perkebunan. Stasiun ini melayani pengiriman berbagai hasil perkebunan, termasuk karet, gula, kopi, dan coklat yang diangkut menuju Ambarawa. Selain fungsi kereta api, Stasiun Tuntang juga pernah menjadi tempat transit untuk layanan bus milik NIS dengan trayek Stasiun Tuntang-Kota Salatiga. Pada tahun 1921, layanan bus tersebut akhirnya diakuisisi oleh perusahaan otobus swasta, Eerste Salatigasche Transport Onderneming (ESTO). Sempat Mangkrak dan Kembali Beroperasi sebagai Jalur Wisata Pada tanggal 1 Juni 1970, Stasiun Tuntang mengalami masa nonaktif dan hanya dijadikan sebagai museum. Keputusan ini diambil karena Stasiun Tuntang dianggap tidak lagi bersaing dengan moda transportasi lain dan kendaraan pribadi. Stasiun ini sempat mencoba melayani kereta wisata Ambarawa-Tuntang, namun upaya tersebut tidak berlangsung lama karena adanya kerusakan pada rel. Akibatnya, layanan kereta wisata ke Tuntang dihentikan dan jalur tersebut pun mangkrak. Setelah 32 tahun lamanya tidak aktif, Stasiun Tuntang akhirnya dibuka kembali sebagai jalur wisata pada tahun 2002 setelah mengalami proses renovasi. Awalnya, stasiun ini hanya mampu melayani lori Ambarawa-Tuntang. Namun, sejak tahun 2009 ketika menjalani renovasi lebih lanjut, stasiun ini kembali melayani kereta uap wisata. Saat ini, para pengunjung dapat menikmati keindahan Stasiun Tuntang dengan menaiki kereta uap wisata yang ditarik oleh lokomotif diesel vintage, membawa pengunjung dalam perjalanan yang menghadirkan nostalgia dan pesona dari era kereta api yang klasik.