PLN Icon Plus Jalin Kerjasama dengan SMK Negeri 1 Sragen untuk Program Kelas Industri
LN Icon Plus menjalin kerjasama dengan SMK Negeri 1 Sragen dalam Program Kelas Industri untuk meningkatkan kualitas lulusan kejuruan.
LN Icon Plus menjalin kerjasama dengan SMK Negeri 1 Sragen dalam Program Kelas Industri untuk meningkatkan kualitas lulusan kejuruan.
Mantan Bupati Untung Wiyono menanggapi pemasangan spanduk dinasti di Sragen dengan positif, menekankan bahwa pengabdian keluarganya kepada daerah lebih penting daripada kritik.
Pasangan calon Bupati Sragen, Untung Wibowo Sukowati dan Suwardi, melakukan kunjungan ke PCNU Sragen untuk meminta dukungan dan doa menjelang Pilkada.
SRAGEN – Menjelang Pilkada Sragen, sejumlah spanduk provokatif bermunculan di kecamatan Sambungmacan. Salah satu yang mencolok terpasang di Desa Plumbon dengan tulisan ‘Plumbon Bersatu Tolak Pemimpin Dinasti’. Pemasangan spanduk tersebut terlihat di beberapa desa di kawasan itu. Kehadiran spanduk ini tampaknya ditujukan untuk menentang pasangan calon (Paslon) nomor urut satu, Untung Wibowo Sukawati dan Suwardi. Ada anggapan bahwa kepemimpinan Bupati Yuni akan diwariskan kepada Wibowo Sukawati, yang menciptakan isu tentang politik dinasti di Sragen. Hingga saat ini, tidak ada pihak yang mengaku bertanggung jawab atas pemasangan spanduk tersebut. Meski demikian, Bambang Widjo Purwanto, Sekretaris DPD Nasdem Sragen, memprediksi bahwa isu dinasti akan diangkat dalam kampanye. Ia menegaskan bahwa konsep politik dinasti tidak berlaku dalam konteks Pilkada, karena pemilih memiliki hak untuk menentukan pilihan mereka secara langsung. “Kalau cocok senang dengan program kerjanya bisa dipilih dan dicoblos. Terkecuali sistem pemerintahan kerajaan itu dinamakan dinasti. Lha ini dalam pemilihan bupati warga yang menentukan pilihannya dan mencoblos ya kliru kalo dibilang politik dinasti,” ujar Bambang Pur, seperti dilansir dari Kabar Sukowati. Bambang menilai penggunaan spanduk provokatif sebagai bentuk kampanye hitam sudah usang, mengingat masyarakat kini semakin cerdas dalam menentukan pilihan mereka pada Pilkada Sragen 2024. Ia mengingatkan bahwa cara-cara seperti ini tidak akan efektif untuk mempengaruhi keputusan pemilih.
SRAGEN – Saat pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sragen mendekat, kampanye semakin memanas dan menarik perhatian banyak pihak, termasuk organisasi masyarakat (ormas) keagamaan dan pemuda. Salah satu ormas yang mencuri perhatian adalah Nahdlatul Ulama (NU), yang dikenal sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia dengan dukungan kuat di Sragen. Tentu saja, setiap pasangan calon (paslon) berlomba-lomba mendapatkan dukungan dari warga nahdliyin, sebutan untuk anggota NU, termasuk pasangan Sigit-Suroto yang kini menjadi sorotan. Pasangan Sigit-Suroto bahkan mengklaim telah meraih dukungan penuh dari warga nahdliyin di Sragen. Ini menjadi bagian dari strategi mereka untuk menarik simpati dan suara dari kalangan tersebut. Mereka pun tidak ragu untuk berkampanye secara langsung di Gedung MWCNU Sukodono, yang menimbulkan berbagai diskusi di dalam tubuh NU. Namun, klaim dukungan ini ternyata memicu polemik di kalangan internal NU. Nasihul Anshori, seorang tokoh NU Sragen yang pernah duduk di DPRD dari Fraksi PKB, memberikan tanggapannya dengan sebuah peringatan. Ia meminta agar semua pihak menghormati kebebasan warga NU untuk memilih dan tidak mendukung satu paslon secara sepihak. “Warga NU bebas menentukan pilihan. Jangan memaksakan atau memberikan kesan bahwa NU hanya mendukung satu paslon tertentu,” ungkap Anshori. Ia juga menyoroti bahwa calon bupati nomor urut 1, Untung Wibowo Sukawati, juga merupakan seorang nahdliyin. Untung, yang memiliki kartu anggota NU (KARTANU), terdaftar di Ranting NU Jurangjero, MWCNU Karangmalang. Menariknya, kakaknya yang saat ini menjabat sebagai Bupati Sragen pernah menjadi bendahara Muslimat NU Kabupaten Sragen. Anshori berharap agar warga NU bisa menilai rekam jejak masing-masing calon secara objektif, termasuk perjalanan karir Untung Wibowo Sukawati selama menjabat sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah. Ia menekankan bahwa hingga saat ini, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Sragen belum mengeluarkan surat resmi atau imbauan untuk mendukung salah satu paslon. “PCNU Sragen belum mengeluarkan sikap resmi terkait dukungan. Artinya, warga NU punya kebebasan untuk menentukan hak pilihnya tanpa ada tekanan atau provokasi,” tegas Anshori. Situasi ini jelas mencerminkan dinamika politik yang memanfaatkan dukungan ormas keagamaan sebagai kekuatan utama. Perebutan suara dari warga nahdliyin diharapkan bisa berjalan dengan sehat dan tidak mengarah pada perpecahan di dalam tubuh NU. Pilkada Sragen kali ini menjadi momen menarik untuk diikuti, terutama dalam melihat bagaimana ormas besar seperti NU merespons klaim dukungan dari berbagai paslon.
SRAGEN – Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Sragen, suhu politik semakin memanas setelah pernyataan kontroversial dari mantan Bupati Sragen dan Ketua Tim Pemenangan Sigit Pamungkas – Suroto, Agus Fathurrahman. Ucapan Agus, yang dianggap merendahkan kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN), menimbulkan kemarahan tidak hanya di kalangan ASN, tetapi juga di kalangan keluarga mereka. Sebanyak sepuluh lokasi di Kabupaten Sragen kini dipenuhi spanduk yang menuntut Agus untuk meminta maaf kepada ASN. Spanduk-spanduk tersebut memprotes pernyataan Agus terkait pemindahan kantor Pemkab terpadu, yang dianggapnya bukan solusi utama untuk meningkatkan kinerja ASN. Namun, hingga kini belum ada kejelasan mengenai siapa yang memasang spanduk-spanduk tersebut. Agus memberikan tanggapan terhadap situasi ini dengan nada santai. “Tadi pagi, saya dikirimi foto spanduk oleh teman-teman. Saya diminta untuk minta maaf kepada ASN di Kabupaten Sragen,” ungkap Agus pada hari Senin (30/9). Dalam penjelasannya, Agus menekankan konteks dari pernyataannya yang tersebar dalam video. Ia berpendapat bahwa pemindahan kantor tidak serta merta menjamin peningkatan kinerja ASN. “Apakah dengan pindah kantor, pemikiran ASN jadi lebih jernih dan berpihak kepada rakyat? Faktanya, dengan kantor seadanya, penanggulangan kemiskinan di Sragen diakui dunia. Artinya, dengan kantor elek-elekan pun, kalau Bupati mampu mendorong inisiatif, kreasi, inovasi, dan memberi kepercayaan penuh kepada mereka, ASN tetap bisa berdaya,” jelasnya. Meski demikian, pernyataan tersebut justru semakin memperuncing ketegangan dengan para ASN. Salah seorang ASN yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan keberatannya. “Kalau bicara data, menurut pengukuran Indeks Profesionalisme ASN (IP ASN) berdasarkan Permenpan No 38 Tahun 2018, nilai IP ASN Kabupaten Sragen tahun 2024 adalah 81,1, yang masuk dalam kategori tinggi. Itu menunjukkan bahwa ASN di Sragen bekerja dengan baik,” tegasnya. Reaksi negatif juga muncul dari kalangan keluarga ASN. Hasan (19), putra seorang PNS di Sragen, menyampaikan kekecewaannya. Ia menceritakan tentang dedikasi ibunya yang telah mengabdi sebagai ASN selama 12 tahun. “Ibu saya selalu berangkat pagi dan pulang sore, kadang di rumah pun masih mengerjakan tugas kantor. Mendengar pernyataan seperti itu jelas membuat kami tersinggung,” ujarnya. Implikasi Politik yang Signifikan Kontroversi yang ditimbulkan oleh pernyataan Agus Fathurrahman diprediksi akan berdampak signifikan pada peta politik menjelang Pilkada Sragen. Beberapa pengamat berpendapat bahwa isu ini bisa menurunkan popularitas pasangan calon yang didukung Agus, mengingat ASN dan keluarganya merupakan basis suara yang cukup besar di wilayah ini. Polemik ini terus berkembang di media sosial, dengan video pernyataan Agus menyebar luas dan memicu beragam komentar dari netizen. Sebagian besar dari mereka menilai bahwa ucapan tersebut tidak layak diucapkan oleh seorang tokoh yang pernah memimpin Sragen. Banyak yang berpendapat bahwa pernyataan tersebut meremehkan kontribusi ASN yang selama ini bekerja keras. Hingga berita ini diturunkan, pihak Sigit Pamungkas – Suroto belum memberikan pernyataan resmi mengenai desakan agar Agus Fathurrahman meminta maaf. Dinamika apakah kontroversi ini akan semakin memanas atau mereda masih menjadi tanda tanya. Namun, sorotan publik terhadap pernyataan tersebut semakin meningkat, dan jelas memengaruhi atmosfer politik di Sragen.
SRAGEN – Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sragen 2024, pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Untung Wibowo Sukowati-Suwardi mulai menarik perhatian. Dukungan mereka semakin menguat, terutama dari kalangan pemuda yang tergabung dalam warga Nahdlatul Ulama (NU). Para pemuda tersebut mengekspresikan dukungannya dengan hadir dalam acara pengundian nomor urut paslon di Gedung Kartini. Mereka tampil seragam mengenakan kaos bertuliskan “Aku NU, Aku Pilih Bowo-Suwardi,” menegaskan pilihan mereka untuk pasangan nomor urut satu. Larno, salah satu tokoh pemuda NU yang turut hadir, menjelaskan bahwa meskipun berasal dari Badan Otonom NU, ia memilih untuk tidak mengenakan atribut resmi organisasi saat mendukung Untung Wibowo Sukowati. Keputusan ini diambil sebagai langkah untuk menjaga netralitas NU. “Kami hadir secara pribadi tanpa membawa atribut organisasi. Belum ada instruksi resmi dari NU untuk mendukung salah satu paslon,” jelas Larno setelah acara. Larno menambahkan bahwa dukungannya kepada Untung Wibowo Sukowati didorong oleh rekam jejak dan popularitas Bowo di kalangan warga Sragen. Ia percaya bahwa Bowo, yang sudah dikenal luas, dapat membawa perubahan positif bagi daerah. “Mas Bowo sangat dikenal baik di Sragen, dan kiprahnya nyata. Kami optimis dia bisa membawa kemajuan,” tutup Larno. Semakin Banyak Dukungan Mengalir Dukungan dari pemuda NU ini menjadi angin segar bagi Untung Wibowo Sukowati dan Suwardi, yang diusung oleh koalisi partai PDIP, Gerindra, Demokrat, dan Nasdem. Pengalaman Bowo sebagai mantan anggota DPRD Sragen dan DPRD Provinsi Jawa Tengah dinilai sebagai modal penting untuk mendekatkan diri kepada masyarakat. Keberadaan pemuda NU dalam panggung politik lokal juga memberikan dinamika tersendiri. Meski NU belum mengeluarkan arahan resmi terkait dukungan, para pemuda yang hadir mengungkapkan pandangan pribadi untuk memilih paslon yang dianggap mampu memajukan Sragen. Menjelang dimulainya masa kampanye resmi pada 25 September, dukungan dari berbagai kelompok masyarakat diprediksi akan terus berkembang. Strategi yang diterapkan oleh kedua paslon akan menjadi sorotan utama, seiring dengan upaya meraih simpati dan dukungan dari warga Sragen.
SRAGEN – Desa Pengkok kecamatan Kedawung memiliki potensi besar dalam bidang pertanian. Termasuk budidaya melon dengan kualitas unggulan. Saat ini sudah ada 4 lokasi green house yang dikelola salah seorang pengusaha untuk menjadi percontohan masyarakat. Pengusaha sekaligus Bakal Calon Bupati Sragen Aan Cahyanto saat ini sedang memberikan percontohan untuk budidaya melalui Green House bagi warga sekitar. Di kawasan tersebut, pihaknya memiliki 4 lahan yang dijadikan Green House. Aan menyampaikan melon kualitas premium nyatanya bisa dikembangkan di kawasan Sragen. Pihaknya mengestimasi harga per kilogram sekitar Rp 25.000 – Rp 30.000 dari petani. Bahkan jika sampai konsumen sekitar Rp 40.000 per kilogram. Menurutnya dalam setahun bisa panen hingga 4-5 kali. Lantas diperkirakan dalam setahun sudah bisa balik modal. Dia menegaskan edukasi pertanian ini sebagai bukti untuk upaya pemberdayaan. Lantaran sebagian hasil panen melon juga bakal digunakan untuk pemberdayaan masyarakat sekitar. ”Saya buat ini sebagai sarana edukasi masyarakat, untuk bisa mengembangkan potensi daerah masing-masing. Memanfaatkan lahan kosong untuk dimanfaatkan. Dari pembeli sudah siap untuk didistribusikan ke masyarakat,” ujarnya. Aan menambahkan dengan situasi ini, petani milenial bisa belajar bareng. Lantaran dirinya menjadi satu-satunya petani yang bergerak di agribisnis. Namun untuk meraup keuntungan, usaha petani dengan menggunakan green house tidak cocok untuk agrowisata. ”Petani yang butuh perputaran cepat, tidak bisa agrowisata. Tidak efektif. Bisa dilakukan setelah produk melon diambil pengepul dulu, setelah disortir baru dibuat agrowisata,” ujar dia. Dia menegaskan langkah ini untuk memberi contoh. Wajar ketika usaha masih baru, belum banyak yang berani mengambil resiko. Setelah terlihat keuntungan, dia yakin banyak yang akan tertarik mengikuti langkahnya. Sementara, Sekretaris Desa Pengkok, Sigit Pambudi menyampaikan usaha agribisnis menggunakan greenhouse masih bisa berpotensi di kembangkan. Namun secara umum banyak warga Pengkok yang pergi merantau ke luar desa. ”Green house masih bisa berkembang, tapi permasalahannya warga Pengkok itu banyak yang merantau ke luar daerah. Di Pengkok, ada 11 ribu warga, sekitar 60 persen yang tinggal di desa berusia 50-60 tahun. Para pemuda usia produktif banyak yang merantau,” ujarnya. Sementara sektor pertanian, saat ini masih didominasi komoditas padi. Kemudian ada pula sebagian kecil seperti bawang, sayuran, cabai dan rumput gajah untuk keperluan ternak.