Jowonews

Inovasi Robot Pengolah Sampah Karya Anak Bangsa

MALANG, Jawa Timur-– Inovasi unik dilakukan dua mahasiswa Program Studi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Andanrani dan I’if Nur Safitri membuat robot pengolah dan pemroses sampah “Magic Trash Robot” (Master). Menurut salah satu mahasiswa penemu “Master”, Andanrani di Malang, Jumat (16/10), tujuan dibuatnya robot pintar Master ini berangkat dari keresahan masyarakat terhadap sampah yang membawa dampak buruk di lingkungan sekitar. “Kondisi ini yang melahirkan ide Master. Dengan adanya produk ini, segala aktivitas dalam memilih sampai sesuai jenisnya menjadi lebih praktis. Master juga memudahkan pengelolaan sisa makanan menjadi pupuk sederhana yang dapat mengurangi bau akibat pembusukan,” kata Andanrani sebagaimana dilansir Antara. Menurut Andanrani, di Indonesia belum ada teknologi seperti ini. Kalaupun ada, fungsinya hanya sebatas tempat sampah biasa di lokasi umum yang tidak dapat memilah-milah jenis sampah sendiri. “Produk kami berupa robot sampah yang bisa memilah sendiri sesuai jenisnya, seperti plastik, kaleng, kaca, dedaunan, sisa makanan. Selain itu, dapat menguraikan sampah menjadi pupuk sederhana yang dapat meminimalisasi bau sampah,” kata mahasiswa angkatan 2018 ini. Olah Sampah Jadi Pupuk Selain itu, lanjutnya, Master mampu mengelola sampah menjadi pupuk sederhana dengan menggunakan inovasi baru agar dapat mengembangkan unsur kualitas produk yang baik, bermanfaat untuk masyarakat umum maupun pribadi. Lebih lanjut, Andanrani mengatakan pengelolaan sampah kota di Indonesia sampai saat ini masih menjadi masalah aktual seiring dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk. Masalah ini berdampak pada semakin banyak jumlah sampah yang dihasilkan. Sampah menggunung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) menyebabkan meningkatnya degradasi kebersihan lingkungan, karena mengeluarkan gas metan yang menyebabkan global warming. Menurut berbagai penelitian para ahli, katanya, gas ini (metan) memiliki daya rusak 23 kali lebih kuat dari karbon. Robot Marster yang dibuat oleh kedua mahasiswa tersebut berhasil menjadi runner up dalam lomba business plan pada Dies Natalis ke-62 Politeknik ATK Yogyakarta. Dalam lomba yang diikuti mahasiswa seluruh Indonesia ini, mereka juga menawarkan rencana bisnis berupa robot yang mampu memilah sampah sesuai jenisnya.

Kenalkan, Baju Antipeluru dari Limbah Sawit Karya Anak bangsa

JAKARTA, Jowonews- Siapa sangka limbah sawit ternyata bisa disulap menjadi baju antipeluru. Inovasi ini diciptakan oleh peneliti sekaligus dosen IPB University dari Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Dr Siti Nikmatin. Dia menciptakan baju antipeluru berbahan serat tandan kosong kelapa sawit (TKKS). “Dari hasil treatment yang dilakukan, biomasa TKKS menjadi serat dengan kandungan lignoselulosa. Ternyata TKKS ini memiliki potensi tinggi dalam menyerap energi tumbukan,” kata Siti, melalui keterangan persnya, sebagaimana dilansir Antara, Kamis (10/9). Ia mengatakan jika biomasa TKKS tersebut disusun dalam bentuk anyaman dengan orientasi sudut tegak lurus pada sistem komposit laminated atau sandwich, melalui penambahan coating material antipanas, serat TKKS woven dapat menahan api dalam waktu 30 detik. Hal itu yang digunakan dalam perancangan baju antipeluru tersebut. Untuk membuktikan ketahanan baju tersebut, Siti melakukan uji tembak menggunakan pistol glock dengan peluru MU1-TJ pada jarak efektif 25-50 meter. Baju anti peluru itu terbukti mampu menahan peluru tersebut. Namun demikian, baju antipeluru tersebut, katanya, belum mampu menahan tembakan pistol laras panjang, sehingga masih memerlukan riset lebih lanjut. Siti mengatakan potensi baru bahan baju anti peluru tersebut dapat menjadi alternatif pilihan untuk kebutuhan dalam negeri karena bahan baku rompi antipeluru masih 100 persen impor. “Karena pentingnya pengembangan riset ini, saya berharap riset dapat dilanjutkan menjadi penelitian terapan atau lanjutan. Dua sampai tiga langkah lagi menuju komersialisasi,” kata dia. Sebelumnya Siti juga berhasil membuat helm Green Composite (GC) yang menggunakan filler serat TKKS pada ukuran mikropartikel. Setelah diteliti lebih lanjut, serat TKKS ternyata juga mampu menyerap energi pada laju yang sangat tinggi pada saat tumbukan. Kemudian ide tersebut berkembang untuk membuat diversifikasi produk berbahan serat TKKS woven pada aplikasi bahan anti peluru.

Inovasi Karya Anak Bangsa: Produksi Garam Hanya 1 Jam Saja

SOLO, Jowonews- Jika dengan cara konvensional butuh waktu berhari-hari untuk memproduksi garam, maka dengan alat karya anak bangsa ini cukup 1-2 jam saja. Inovasi teknologi alat ini dikembangkan sejumlah mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Mereka menamakannya sebagai Parabolic Salt Machine. “Berawal dari ketertarikan mengenai garam, kami berhasil membuat karya tulis berjudul ‘Parabolic Salt Machine Sebagai Inovasi Teknologi Penghasil Garam Dengan Metode Pengabutan Misty Fan Berbasis Solar Concentrator dan Cakram’ yang kemudian lolos pendanaan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 5 Tahun 2020 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud),” kata salah seorang mahasiswa Dji Hanafit di Solo, Selasa (25/8). Mereka menargetkan alat yang sedang dikembangkan tersebut dapat diaplikasikan di Kabupaten Rembang. Hal ini mengingat daerah tersebut memiliki potensi menjadi penghasil garam terbesar di Indonesia. “Selama ini potensi penghasil garam yang ada belum dapat dimanfaatkan secara optimal mengingat petani garam di Indonesia sebagian besar masih menggunakan cara tradisional,” katanya sebagaimana dilansir Antara. Belum Optimal Ia mengatakan walaupun selama ini sudah dilakukan suatu penelitian tentang teknologi untuk proses produksi garam, seperti penggunaan teknologi filter ullir, plastik geomembran, dan rumah prisma, ternyata belum mampu mengatasi permasalahan produksi garam di Indonesia. “Berawal dari situlah saya dan teman-teman ingin membuat alat yang mempercepat produksi garam dengan kualitas yang baik,” katanya. Ia mengatakan untuk proses pembuatan garam dengan alat yang mereka ciptakan tersebut dimulai dari proses filtrasi. Selanjutnya melewati proses pemanasan air laut menggunakan solar concentrator. “Kemudian akan dipecah partikel airnya menjadi bagian yang kecil-kecil dan bantu hembusan angin dari misty fan. Harapannya, dari proses tersebut air garam akan lebih cepat dalam proses pengkristalannya,” katanya. Ia mengatakan jika alat tersebut dapat terwujud maka hanya membutuhkan waktu kurang lebih 1-2 jam pembuatan garam saat siang hari. “Tetapi proses penelitian ini masih terkendala oleh pandemi Covid-19. Perlu ada penelitian lebih lanjut mengenai kandungan NaCl dari garam yang dihasilkan oleh alat tersebut,” katanya. Ia berharap nantinya alat tersebut dapat membantu petani garam dalam mempercepat dan meningkatkan proses produksi. “Kami ingin membantu perekonomian petani garam, dengan produksinya yang lebih banyak maka bisa dilakukan ekspor. Apalagi selama ini kualitas garam kita kalah dengan garam impor. Padahal kalau bisa dimaksimalkan kualitas garam kita lebih bagus,” katanya. Selain Dji Hanafit yang berasal dari Program Studi (Prodi) Pendidikan Teknik Mesin (PTM), ada dua mahasiswa lain yang juga ikut andil dalam pengembangan teknologi inovasi tersebut. Yaitu Muhammad Khoirul Huda dari prodi yang sama dengan Dji dan Arini Nurfadilah dari Prodi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UNS.