Jowonews

RI jadi Negara Berpendapatan Menengah Atas, Kemenkeu: Modal Menuju Negara Maju

JAKARTA, Jowonews.com – Kementerian Keuangan mengatakan Indonesia yang naik status sebagai negara berpendapatan menengah atas dari sebelumnya menengah bawah merupakan modal yang besar untuk menuju negara maju. “Ini merupakan penegasan bahwa Indonesia bisa memiliki modalitas segera keluar dari middle income trap,” kata Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Adi Budiarso dalam webinar di Jakarta, Jumat. Untuk mencapai itu, lanjut dia, tantangan ekonomi berikutnya yang menjadi perhatian adalah fokus memperbaiki daya saing yang saat ini masih ada celah. Berdasarkan peringkat daya saing Indonesia dalam Global Competitiveness Index (GCI) tahun 2019, Indonesia berada di posisi 50 atau turun lima tingkat dibandingkan tahun sebelumnya berada di posisi 45. Singapura menjadi negara dari kawasan ASEAN yang menempati urutan pertama dalam GCI itu. “Kita perlu melihat, apa yang harus kita perjuangkan supaya Indonesia masuk jajaran yang keluar dari middle income trap dan bahkan menjadi kotributor di negara maju,” katanya. Selain daya saing, inklusi keuangan dan pendalaman sektor keuangan juga menjadi pekerjaan rumah yang harus dipercepat. Tak hanya itu, lanjut dia, tata kelola pemerintah hingga ekonomi digital perlu terus didorong sebagai pekerjaan rumah menjadikan Indonesia masuk dalam lima negara besar di dunia tahun 2045. Bank Dunia pada 1 Juli 2020 mengungkapkan Indonesia kini berapa di urutan negara-negara berpendapatan menengah atas atau upper middle income. Saat ini, gross national income per kapita Indonesia naik dari 3.840 dolar AS menjadi 4.050 dolar AS. (jwn5/ant)

Kemenkeu Kembali Tunda Pengenaan Cukai Plastik

JAKARTA, Jowonews.com – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan pengenaan cukai plastik saat ini masih menunggu waktu yang tepat, karena dunia usaha saat ini terkena dampak pandemi COVID-19. “Kalau dalam situasi yang sulit masih ada beban lanjutan, tentunya ini harus menjadi perhatian dan pertimbangan,” kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi dalam pemaparan kinerja APBN per Mei 2020 secara virtual di Jakarta, Selasa. Dengan demikian pemerintah akan memanfaatkan masa ini untuk memperkuat komunikasi dan koordinasi dengan semua pihak, terutama pelaku usaha sehingga ketika pemberlakuan itu diterapkan pelaku usaha sudah siap dikenakan cukai plastik. Heru menambahkan sebelum merebaknya pandemi COVID-19 ini pemerintah sudah siap menerapkan cukai semua produk plastik, termasuk barang kena cukai lainnya setelah mendapat persetujuan dari Komisi XI DPR RI pada Februari 2020. Kemenkeu, kata dia, sudah melakukan koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait terkait pengenaan cukai tersebut karena yang kena cukai tidak hanya kantong plastik tetapi juga semua plastik. Pihaknya juga sudah memiliki kajian untuk barang kena cukai lainnya disertai peta jalan sesuai permintaan Komisi XI DPR RI setelah melakukan komunikasi dengan kementerian/lembaga, pengusaha dan pihak terkait lainnya. Sebelumnya, pengenaan tarif cukai plastik untuk kantong plastik berpotensi menyumbang kepada negara sebesar Rp1,6 triliun dengan besaran tarif Rp30 ribu per kilogram atau Rp200 per lembar. Penerimaan dari sektor cukai plastik ini diharapkan menyokong pundi-pundi pemasukan bagi negara khususnya dari sektor kepabeanan dan cukai. Penerimaan cukai hingga Mei 2020 mencapai Rp66,63 triliun atau tumbuh 18,54 persen jika dibandingkan tahun lalu dan capaian itu baru mencapai 38,54 persen dari total target cukai mencapai Rp172,9 triliun sesuai Perpres 54 tahun 2020. Dari target Rp172,9 triliun itu, porsi cukai hasil tembakau mendominasi dengan besaran target mencapai Rp165,65 triliun. Seperti diketahui pendapatan negara hingga Mei 2020 mencapai Rp664,3 triliun atau mengalami penurunan sebesar 9 persen dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp730,1 triliun. Pendapatan negara ini baru mencapai 37,7 persen dari target sesuai Perpres 54 tahun 2020 sebesar Rp1.760,9 triliun. Dari sisi perpajakan, penerimaannya merosot 7,9 persen akibat wabah COVID-19 yang baru mencapai Rp526,2 triliun, menurun dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar Rp571,2 triliun. (jwn5/ant)

Kemenkeu Klaim Anggaran Kesehatan COVID-19 Disesuaikan dengan Kebutuhan

JAKARTA, Jowonews.com – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut anggaran kesehatan untuk menangani dampak COVID-19 disesuaikan dengan kebutuhan yang dinilai masih lebih kecil dibandingkan dana yang dialokasikan pemerintah. “Yang menjadi poinnya adalah apakah memang kebutuhan lebih besar dari pada yang dialokasikan? Saat ini jawabannya tidak,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu dalam keterangan pers daring di Jakarta, Kamis. Pemerintah menaikkan anggaran kesehatan terkait dampak COVID-19 dari Rp75 triliun menjadi Rp87,55 triliun dalam revisi Perpres Nomor 54 tahun 2020 tentang Postur APBN 2020. Meski begitu, jumlah anggaran kesehatan itu tidak bisa dibandingkan dengan biaya pos lain yang jumlahnya lebih besar karena disesuaikan dengan kebutuhan, di antaranya untuk perlindungan sosial, UMKM, insentif usaha, hingga kementerian/lembaga dan pemda. “Itu bukan dibandingkan antara Rp87,55 triliun dengan berapa ratus triliun di tempat lain, bukan demikian. Tapi relatif terhadap apa yang dibutuhkan oleh pemulihan kesehatan itu,” katanya. Ia menampik jika pemerintah kekurangan uang terkait masalah kesehatan dengan alokasi anggaran Rp87,55 triliun tersebut. Febrio menambahkan saat ini alokasi anggaran kesehatan itu masih dinilai cukup dan pemerintah siap mengalokasikan jika masih kurang. “Masalahnya adalah barangnya ada apa tidak? Kalau ada, dibutuhkan pembelian lebih banyak, pemerintah siap untuk mengalokasikan,” katanya. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menyebutkan biaya penanganan COVID-19 mencapai Rp677,20 triliun. Rinciannya, kesehatan sebesar Rp87,55 triliun, perlindungan sosial Rp203,90 triliun, UMKM Rp123,46 triliun, insentif usaha Rp120,61 triliun, pembiayaan korporasi Rp44,57 triliun, hingga kementerian/lembaga dan pemda Rp97,11 triliun. Dengan bertambahnya biaya itu, pemerintah melebarkan defisit APBN menjadi 6,34 persen dari sebelumnya 5,07 persen dari Perpres Nomor 54 tahun 2020. (jwn5/ant)

Dana Desa Tahap Pertama Tahun 2020, Kemenkeu Salurkan Rp97,7 Miliar

JAKARTA, Jowonews.com – Kementerian Keuangan menyalurkan dana desa tahap pertama tahun anggaran 2020 senilai Rp97,7 miliar yang ditargetkan dapat mempercepat pembangunan di desa. “Percepatan ini tetap mengikuti persyaratan proses penyaluran dana desa yang saat ini diberikan kepada desa yang layak salur,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Nufransa Wira Sakti dalam siaran pers di Jakarta, Kamis. Menurut dia, desa layak salur itu di antaranya berada di Kabupaten Madiun, Gorontalo, Manggarai Barat, Balangan, Pringsewu, Kolaka Timur, Natuna, dan Kabupaten Bantaeng. Alokasi dana desa tahun anggaran 2020 sebesar Rp72 triliun untuk 74.953 desa di seluruh Indonesia dan akan disalurkan oleh 169 Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Dengan nilai tersebut, rata-rata desa akan memperoleh dana sebesar Rp960,6 juta atau meningkat dari rata-rata tahun 2019 sebesar Rp933,9 juta. Mulai 2020, lanjut dia, penyaluran dana desa dilakukan dengan mekanisme penyaluran dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) dan penyaluran dari RKUD ke Rekening Kas Desa (RKD) dilakukan dalam tanggal dan waktu yang sama. Dengan mekanisme itu diharapkan dana desa akan lebih cepat diterima oleh desa, pengendapan dana desa di RKUD tidak akan terjadi, serta tetap tercatat dalam APBD kabupaten/kota. Dana Desa disalurkan berdasarkan desa yang layak salur sehingga lemda dapat mengajukan permintaan penyaluran dana desa ke KPPN setiap minggu setelah melengkapi dokumen persyaratan penyaluran dana desa. Porsi penyaluran dana desa tahun ini mengalami perubahan yakni tahap I, II, dan III masing-masing disalurkan sebesar 40 persen, 40 persen dan 20 persen. Persyaratan penyaluran dana desa tahun 2020 untuk setiap tahapannya yakni tahap pertama meliputi peraturan bupati/wali kota tentang penetapan rincian dana desa, Perdes APBDesa, surat kuasa pemindahbukuan, dan surat pengantar dokumen persyaratan. Tahap kedua meliputi laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran tahun anggaran 2019, laporan realisasi penyerapan sampai tahap I tahun 2020 rata-rata minimal 50 persen, dan capaian keluaran rata-rata minimal 35 persen dan Surat Pengantar Dokumen Persyaratan. Terakhir, tahap ketiga meliputi laporan realisasi penyerapan sampai dengan tahap II tahun 2020 rata-rata minimal 90 persen. Kemudian, capaian keluaran rata-rata minimal 75 persen, laporan konvergensi pencegahan stunting, dan Surat Pengantar Dokumen Persyaratan. (jwn5/ant)