Jowonews

Ketua Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi Jateng Dijadikan Tersangka

PURWOKERTO, Jowonews- Ketua Dewan Pimpinan Provinsi Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Jawa Tengah Subroto dijadikan tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap kepala desa. “Satu minggu lalu, kami sudah melakukan gelar perkara, kemudian dinaikkan ke tahap penetapan tersangka,” kata Kepala Satreskrim Polresta Banyumas Komisaris Polisi Berry kepada wartawan di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Senin (17/5). Kendati demikian, dia mengatakan bahwa pemeriksaan terhadap Subroto sebagai tersangka pada hari Senin (17/5). Menurut dia, pihaknya belum melakukan penahanan terhadap tersangka karena yang bersangkutan masih menjalani pemeriksaan. “Kita lihat nanti, ya. Saat ini masih diperiksa, dari pagi tadi,” katanya saat ditanya wartawan mengenai kemungkinan tersangka akan ditahan. Menurut dia, Subroto bakal dijerat Pasal 368 KUHP tentang pemerasan dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara. Terkait dengan penanganan kasus dugaan pemerasan tersebut, Berry mengatakan bahwa pihaknya telah memeriksa lebih dari 17 orang saksi serta mengamankan sejumlah alat bukti dan barang bukti. Seperti diwartakan Antara, Satuan Reserse Kriminal Polresta Banyumas menangani kasus dugaan pemerasan yang diadukan oleh Paguyuban Kepala Desa Kabupaten Banyumas pada hari Senin (26/4), kemudian ditindaklanjuti dengan laporan korban pada hari Rabu (28/4). Dalam hal ini, korban atas nama Wagiyah (54), Kepala Desa Sibrama, Kecamatan Kemranjen, melaporkan kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh oknum ketua salah satu LSM antikorupsi berinisial SS. Wagiyah mengaku terpaksa menyerahkan uang secara tunai sebesar Rp65 juta yang diserahkan dua kali, masing-masing Rp20 juta dan Rp45 juta kepada terlapor melalui seorang perantara berinisial A karena merasa takut. “Saya takut karena ada ancaman ‘kalau kepala desa tidak mau dibina, ya, dibinasakan, kalau enggak boleh dipinjam (APBDes, red.) sebentar, 4 jam, enggak masalah, besok ada yang mengambil dari kejaksaan’. ‘Kan saya takut,” katanya. Selain Wagiyah, ada empat kepala desa lain yang turut memberikan uang kepada terlapor, yakni Kades Petarangan, Kades Grujugan, Kades Sibalung, dan Kades Karanggintung, Kecamatan Kemranjen. Total uang yang diserahkan mencapai Rp375 juta. Terkait dengan laporan tersebut, penyidik Satreskrim Polresta Banyumas telah memeriksa 17 orang saksi, termasuk kades dan penghubung.

MAKI: Berkas PK Tersangka Korupsi Djoko Tjandra Tak Boleh Dikirim Ke MA

SEMARANG, Jowonews. Memori PK Djoko Tjandra dinilai cacat hukum. Karena itu, berkas Peninjauan Kembali (PK) tersangka kasus korupsi Bank Bali tidak boleh dikirim ke Mahkamah Agung (MA). Hal tersebut ditegaskan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, Rabu (29/7). “Berkas Peninjauan Kembali (PK) Djoko Tjandra tidak boleh dikirim ke Mahkamah Agung (MA). MAKI akan melaporkan ke Komisi Yudisial (KY) jika berkas nekat dikirim ke MA,” ujar Boyamin. Menurutnya, saat ini terdapat perbedaan pendapat apakah berkas PK Joko Tjandra dikirim ke MA atau cukup diarsip di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. “Kami tetap konsisten meminta kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap berkas PK Djoko Tjandra tidak perlu dikirim ke MA karena Djoko Tjandra tidak pernah hadir dalam persidangan dan alasan sakit tidak cukup karena tidak ada bukti opname dirawat di sebuah Rumah Sakit,” ujarnya. Bahwa selain alasan tidak hadir sidang, terdapat alasan cacat formal pengajuan PK Djoko Tjandra. Berdasar bukti foto memori PK yang diajukan Djoko Tjandra tertulis pemberian kuasa kepada Penasehat Hukum tertanggal 5 Juni 2020. Hal ini bertentangan dengan keterangan Anita Kolopaking yang menyatakan Djoko Tjandra baru tanggal 6 Juni 2020 masuk Pontianak untuk berangkat ke Jakarta. “Artinya pada tanggal 5 Juni 2020 Djoko Tjandra belum masuk Jakarta, sehingga jika dalam memori PK surat kuasanya tertulis ditandatangani tanggal 5 Juni 2020 maka Memori Pengajuan PK adalah cacat dan menjadikan tidak sah,”paparnya. Cacat Hukum Disamping itu Dirjen Imigrasi menyatakan Djoko Tjandra secara de jure ( secara hukum ) tidak pernah masuk Indonesia karena tidak tercatat dalam perlintasan pos imigrasi Indonesia. Sehingga Djoko Tjandra secara hukum haruslah dinyatakan tidak pernah masuk ke Indonesia untuk mengajukan PK. “Selama persidangan Penasehat Hukum tidak pernah menunjukkan dan atau menyerahkan bukti paspor atas nama Djoko Tjandra yang terdapat bukti telah masuk ke Indonesia, sehingga dengan demikian haruslah dinyatakan Djoko Tjandra tidak pernah mengajukan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Jika ada orang mengaku Djoko Tjandra datang ke PN Jaksel maka orang tersebut adalah hantu blau,”imbuhnya. Djoko Tjandra dalam mengajukan PK didahului dan disertai perbuatan-perbuatan melanggar hukum yaitu memasuki Indonesia secara menyelundup dan selama di Indonesia menggunakan surat jalan palsu dan surat bebas Covid-19 palsu. Sehingga proses hukum pengajuan PK haruslah diabaikan karena dilakukan dengan cara-cara melanggar dan tidak menghormati hukum. “Bahwa berdasar ketentuan Surat Edaran Mhkamah Agung ( SEMA ) Nomor 1 Tahun 2012 dan SEMA Nomor 4 tahun 2016 jelas ditegaskan jika Pemohon PK jika tidak hadir maka berkas perkara tidak dikirim ke Mahkamah Agung dan cukup diarsipkan di Pengadilan Negeri, disamping juga terdapat cacat formal tersebut diatas,”paparnya. “Kami meminta Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk tidak mengirim ke Mahkamah Agung atas berkas perkara Pengajuan PK Djoko Tjandra dan jika memaksa tetap dikirim maka Kami pasti akan mengadukannya kepada Komisi Yudisial sebagai dugaan pelanggaran etik,”pungkas Boyamin.

Kasus PDAM, Kejati Panggil Plt Bupati dan Sekda Kudus

KUDUS, Jowonews- Kasus PDAM Kudus memasuki babak baru. Pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah, memanggil pelaksana tugas (Plt) Bupati Kudus M Hartopo dan Sekretaris Daerah Kudus Sam’ani Intakoris untuk dimintai keterangan. Kepala Bagian Perekonomian Setda Kabupaten Kudus juga dikabarkan ikut mendampingi Sekda Kudus Samani Intakoris memenuhi panggilan Kejati Jateng. “Selain pejabat di lingkungan Pemkab Kudus, kami juga memanggil beberapa pihak dari internal PDAM Kudus. Sehingga total ada enam orang,” kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jateng Ketut Sumedana dihubungi dari Kudus, Senin. (27/7) Ia mengungkapkan keenam orang tersebut dipanggil hari Senin ini (27/7) . Mereka akan dimintai keterangannya terkait kasus dugaan pemberian uang dalam penerimaan pegawai baru di PDAM Kudus. Kejati juga memanggil tersangka kasus ini, Direktur PDAM Kudus Ayatullah Humaini. Humaini dijadikan tersangka sejak 27 Juni 2020 setelah sebelumnya terjaring operasi tangkap tangan Kejaksaan Negeri Kudus pada 11 Juni 2020. Di ditahan Kejati pada Kamis (16/7), lansir Antara.. Selain menetapkan Humaini , turut pula dijadikan tersangka pegawai PDAM Kudus bernama Toni Yudiantoro. serta orang luar PDAM bernama Sukma Oni. Tersangka dijerat dengan Pasal 12e, 11, serta 5 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambahkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pelaksana tugas Bupati Kudus M. Hartopo sendiri menyatakan siap memberikan keterangan. Apalagi, dia mengakui tidak terlibat dalam kasus hukum di PDAM Kudus. Karena dalam pengangkatan pegawai menjadi kewenangannya manajemen PDAM. Sedangkan pengangkatan dan pelantikan Direktur PDAM Kudus Ayatullah juga dilakukan Bupati Kudus nonaktif M Tamzil. Hartopo menegaskan, antara PDAM dan Pemkab Kudus terpisah. Sehingga teknis pengangkatan pegawai tidak ada campur tangan pemkab.

Bertemu Buronan Djoko Tjandra, Oknum Jaksa Dilaporkan

JAKARTA , Jowonews– Integritas penegak hukum kembali diuji. Diduga, ada oknum jaksa yang bertemu dengan buronan kasus Cessie Bank Bali, Djoko Tjandra. Temuan tersebut telah dilaporkan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman ke Komisi Kejaksaan, Jumat (24/7) kemarin. Apa yang dilakukan oknum jaksa tersebut, menurut Boyamin, diduga melanggar kode etik. Yaitu melakukan pertemuan dengan buronan Djoko S Tjandra dan tidak melaporkan kepada atasan. “Hari Jumat (24/7) , kami telah mendatangi Komisi Kejaksaan dan membuat pengaduan dan laporan dugaan keterkaitan seorang atau beberapa orang oknum jaksa yang diduga terkait atau terlibat terhadap sengkarut Djoko Tjandra. Setidak-tidaknya ada yang bertemu dengan Djoko Tjandra,” ujar Boyamin, Sabtu (25/7). Bukti Foto Boyamin mengaku, menemukan foto oknum jaksa yang diduga bertemu dan atau bersama buron perkara korupsi Cessie Bank Bali Djoko Tjandra dan pengacaranya Anita Kolopaking. Foto tersebut, kata dia, diduga dilakukan di luar negeri dan atau dalam negeri. “Bukti foto yang kami sampaikan baru bersifat temuan awal. Karena bisa saja asli atau bisa juga hasil editan. Untuk itu kami meminta kepada pihak Komisi Kejaksaan untuk menelusuri dan menyelidikinya,” tegas Boyamin. Dia menduga, oknum jaksa tersebut membantu mengurusi Peninjauan Kembali (PK) Djoko Tjandra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. “Jika (foto) ini benar nanti, otomatis kami memohon Komisi Kejaksaan memberikan rekomendasi-rekomendasi kepada jaksa agung. Terkait dengan treatment atau sanksi. Boleh yang ringan sampai mungkin yang terberat,” paparnya. Namun, dirinya juga belum mengungkapkan, siapa oknum jaksa yang diduga bertemu dengan Djoko Tjandra. Dia menyerahkan kasus tersebut kepada Komisi Kejaksaan. “Minimal, mestinya kalau ketemu itu tidak sengaja atau ketemu sekedar di tempat makan terus selfie misalnya begitu, ia mestinya melaporkan kepada atasannya. Melapor kepada Kejaksaan Agung. Atau melapor kepada tim eksekutor Kejaksaan Agung memberitahukan tentang pertemuan-pertemuan itu,” pungkas Boyamin. Djoko S Tjandra merupakan buronan tindak pidana korupsi dalam kasus pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie. Aksinya ini merugikan negara hingga Rp 940 miliar. Pada tahun 2009, Mahkamah Agung telah menjatuhkan hukuman terhadap Djoko dan mantan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin, masing-masing dengan pidana penjara selama dua tahun. Namun, sebelum sempat dieksekusi, Djoko kabur ke Papua Nugini dan menjadi warga negara di sana.

Jateng Akan Tindak Tegas Jajaran yang Korupsi Saat Pandemi

SEMARANG, Jowonews.com – Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo siap menindak tegas jajarannya yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi saat terjadi pandemi COVID-19. “Langsung saya pecat dan saya antar ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),” katanya, di Semarang, Senin. Secara tegas, Ganjar melarang jajarannya memanfaatkan pandemi COVID-19 dengan mencari kesempatan untuk memperkaya diri sendiri. “Tidak boleh hari ini ada pemimpin yang mikir duit, apalagi mikir korupsi dan ‘dodolan’, meski semuanya serba dilonggarkan, jangan sampai kita mengambil kesempatan dalam kesempitan,” ujarnya pula. Orang nomor satu di Jateng itu menegaskan bahwa dirinya sangat serius terkait pencegahan tindak pidana korupsi di lingkungan Pemprov Jateng, bahkan sudah mengingatkan jajarannya agar selalu menjaga integritas dalam penanganan COVID-19. “Saya kenceng betul soal ini dan saya sudah ingatkan minimal yang ada di Jawa Tengah, kalau ada di antara ‘panjenengan’ yang korupsi pengadaan, ‘ngemplang’, ‘njupuk’ duit, dan sebagainya, saya pecat,” katanya lagi. Ganjar juga meminta seluruh pemimpin daerah di Jateng mendukung upaya pencegahan tindak pidana korupsi, meski kondisi darurat dan banyak kelonggaran, tapi semua harus dilakukan dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai aturan yang ada. Apalagi, lanjut dia, sebagai pemimpin harus bertanggung jawab kepada masyarakat terhadap amanah yang diemban. “Ujian paling besar para pemimpin saat ini adalah bertanggung jawab pada masyarakat. Ibarat sandal, maka kalau sandal ini diinjak, pemimpin itu ada di bawah sandal ini. Hari ini mereka harus rela mendengar aspirasi dari masyarakat yang paling bawah,” ujarnya. Ganjar menyebut negara sudah berupaya serius dalam menangani wabah COVID-19, namun masih ada hal-hal yang perlu diperbaiki agar semakin siap menghadapi kejadian luar biasa seperti saat ini. “Kalau ada kurang-kurang sekarang, itu salah dan tanggung jawab saya dan semua pemimpin di negeri ini, siapa pun dia, ke depan kita harus belajar dari pengalaman ini agar lebih siap,” kata Ganjar lagi. (jwn5/ant)

Novel Baswedan Terima Penghargaan Antikorupsi Internasional 2020

JAKARTA, Jowonews.com – Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menerima penghargaan antikorupsi Internasional 2020 dari Perdana International Anti-Corruption Champion Foundation (PIACCF), Malaysia. “Novel Baswedan dianggap sebagai sosok yang tepat menerima penghargaan ini karena pada 11 April 2017 mendapatkan serangan berupa penyiraman air keras oleh orang yang tak dikenal sepulangnya dari ibadah Shalat Subuh, ditambah lagi otak intelektual yang mendalangi penyerangan terhadap Novel Baswedan belum juga diketahui,” ujar Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa. Novel sendiri telah menerima undangan dalam acara pemberian penghargaan dari PIACCF tersebut, yang akan diselenggarakan di Putrajaya Malaysia, pada Selasa, 11 Februari 2020. Adapun Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad akan menjadi tuan rumah dalam acara tersebut. Ali mengatakan penyerangan terhadap Novel memang telah menjadi perhatian dunia internasional, terbukti dengan banyaknya pembahasan atas kasus tersebut di berbagai forum. Di antaranya, Amnesty International yang memaparkan peristiwa penyerangan itu di Kongres Amerika Serikat pada Kamis, 25 Juli 2019. Kemudian Manajer Advokasi Asia Pasifik Amnesty International, Francisco Bencosme, memaparkan penyerangan terhadap Novel Baswedan dalam forum “Human Rights in Southeast Asia: A Regional Outlook” yang diselenggarakan di Subkomite Asia, Pasifik, dan Non-proliferasi Komite Hubungan Luar Negeri Dewan Perwakilan AS. Selanjutnya, kata Ali, pada 16 Desember 2019, Novel Baswedan hadir dalam Sidang PBB di Gedung CR6 Gedung ADNEC, Abu Dhabi, Uni Emirates Arab. Novel Baswedan berbicara dalam sebuah sesi khusus tentang perlindungan bagi lembaga antikorupsi dan pegawai di dalamnya. Adapun sesi tersebut adalah bagian dari konferensi yang dihadiri sejumlah negara penandatangan konvensi PBB antikorupsi atau COSP-UNCAC. “Komisi Pemberantasan Korupsi berterima kasih atas perhatian dari berbagai pihak yang mendukung kerja-kerja pemberantasan korupsi. KPK juga terus dan tetap berkomitmen terhadap perlindungan pegawai dalam pelaksanaan tugas,” kata Ali. Untuk diketahui, PIACCF dibentuk dengan tujuan untuk mendukung pegawai lembaga antikorupsi yang menjadi target atau yang terancam jiwa, keselamatan, atau kehormatannya, karena memiliki komitmen dalam penyidikan dan pemberantasan korupsi. Selain itu, juga untuk memperkuat dukungan kolektif internasional kepada praktisi anti korupsi untuk memitigasi ancaman dan intimidasi dengan memberikan bantuan dan dukungan lain. (jwn5/ant)

Polisi Periksa 34 Saksi Terkait Korupsi Dana Desa Tlogowero

TEMANGGUNG, Jowonews.com – Kepolisian Resor Temanggung memeriksa 34 saksi kasus dugaan korupsi dana desa senilai Rp500 juta di Desa Tlogowero, Bansari, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Kasat Reskrim Polres Temanggung AKP M. Alfan Armin di Temanggung, Selasa, mengatakan tim tindak pidana korupsi Reskrim telah memeriksa sejumlah saksi, terdiri atas perangkat desa, anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan masyarakat. “Kami terus memeriksa sejumlah saksi, dan mendalami keterangan yang sudah ada,” kata Alfan. Ia menuturkan di antara saksi telah mengakui korupsi dana desa tahun 2016, 2017, dan 2018 dengan total kerugian negara sedikitnya Rp500 juta. Alfan menyampaikan uang tersebut digunakan untuk kepentingan dan keuntungan individu mereka yang terlibat. “Jadi uang tersebut dibagi. Mereka mengetahui dan berencana menggunakan dana desa untuk kepentingan individu,” katanya. Dalam praktiknya mereka bermufakat membuat laporan fiktif atas penggunaan dana desa. Setelah pada 2016 berhasil menggunakannya, mereka mengulanginya kembali pada 2017 dan 2018. Menurut dia, tersangkanya nanti lebih dari satu orang mengingat pengguna adalah bersama-sama. Pihaknya akan segera menggelar rekonstruksi kasus dan berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri Temanggung. Ia menyebutkan telah menyiapkan sejumlah pasal untuk menjerat para pelaku, antara lain pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (jwn5/ant)