Jowonews

Swike Gulang Kudus, Surganya Hidangan Entok Yang Selalu Ramai Pembeli

Swike Gulang Kudus, Surganya Hidangan Entok Yang Selalu Ramai Pembeli

KUDUS – Apa yang terbayang dalam benakmu ketika mendengar nama Swike Gulang Kudus? Mungkin dalam bayanganmu itu adalah warung yang menyajikan olahan kodok. Namun, di balik namanya yang unik, warung yang terletak di Jalan Lingkar Timur Kudus, Desa Gulang, Kecamatan Mejobo ini sebenarnya lebih dikenal sebagai destinasi kuliner yang menyajikan beragam hidangan entok, varian bebek yang populer dengan sebutan itik serati. Dengan lokasi yang strategis sekitar 7,5 kilometer ke arah tenggara dari Alun-Alun Kudus, Swike Gulang Kudus menjadi tempat yang ramai dikunjungi oleh para pencinta kuliner entok, mulai dari tongseng entok, swike entok, hingga entok goreng. Pengunjung dari dalam maupun luar Kudus sering datang untuk menikmati kelezatan unik yang ditawarkan di sini. Karena lokasinya yang berada di sepanjang jalan lingkar, warung ini menjadi tempat singgah bagi para pelancong yang sedang melakukan perjalanan jauh. Jadi, tak heran jika Anda menemui sopir truk, pejabat yang tengah dalam perjalanan dinas, mahasiswa, hingga pegawai swasta yang dengan lahap menikmati hidangan entok di sini. Bagaimana dengan cita rasanya? Hidangan tongseng entok, misalnya, akan memanjakan lidah Anda dengan daging entok yang lezat dan kuah kental yang memikat selera. Tambahan rasa pedas dan manis, serta paduan sayur kol dan taburan bawang, membuat hidangan ini semakin menggugah selera. Daging entoknya yang empuk dengan bumbu yang meresap sempurna dijamin akan membuat Anda ketagihan. Yang lebih menarik lagi, harga hidangan entok di sini sangat terjangkau. Tongseng entok, entok goreng, atau swike entok, semuanya dijual dengan harga yang sama, yaitu Rp27 ribu per porsi. “Harga untuk entok saja Rp27 ribu per porsi. Namun, jika Anda ingin memesan paket lengkap dengan nasi dan minuman seperti es teh, harganya Rp33 ribu,” ungkap Ninik Markonah, salah satu karyawan Swike Gulang Kudus seperti yang dilansir dari Murianews, Minggu (22/10/2023). Bagi Anda yang tertarik menjelajahi warisan kuliner yang sudah berdiri selama belasan tahun ini, Swike Gulang Kudus siap menyambut Anda setiap Senin hingga Sabtu mulai pukul 08.00 WIB hingga 16.00 WIB. Oh ya, warung ini juga dikenal dengan nama Swike Ngisor Tower, jadi jangan bingung saat menanyakan alamatnya di sekitar sini. Sepertinya menggoda untuk mencoba hidangan entok di Swike Gulang Kudus, bukan? Bagaimana dengan Anda, apakah Anda juga seorang penggemar olahan entok?

Menyantap Sop Kerbau Khas Kudus di Warung Gedek Mbah Zaeni

Menyantap Sop Kerbau Khas Kudus di Warung Gedek Mbah Zaeni

KUDUS – Jika Anda berada di Kudus, jangan lewatkan kesempatan untuk menikmati hidangan lezat dari daging kerbau di Warung Gedek Mbah Zaeni. Terletak di Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati, warung yang telah menjadi ikon kulinernya Kota Kretek ini menawarkan pengalaman kuliner yang tak terlupakan. Meski tersembunyi di sebuah gang kecil, Warung Gedek Mbah Zaeni telah menarik perhatian wisatawan kuliner dari dalam dan luar kota. Dari Alun-alun Kudus, Anda hanya perlu menempuh perjalanan sekitar 2,5 kilometer ke arah tenggara untuk sampai ke tempat ini. Warung yang sederhana dengan sebagian dindingnya masih terbuat dari gedek bambu ini telah memikat hati banyak orang dengan sop kerbaunya yang memikat. Sop kerbau ini, yang mirip dengan soto, disajikan dengan nasi, kuah bening, potongan daging kerbau, taburan bawang goreng, serta beragam sayuran segar seperti seledri dan kol. Bayangkan sensasi makan sop kerbau yang masih hangat di tengah lapar yang melanda! Namun, Warung Gedek Mbah Zaeni tidak hanya menawarkan sop kerbau. Anda juga bisa mencicipi menu lain seperti nasi bening, nasi pecel, dan cemeding, sebuah olahan sayuran kukus yang disiram dengan sambal kacang. Meski demikian, sop kerbau tetap menjadi primadona bagi para pengunjung. Menurut Krismanto, pengelola warung berusia 36 tahun, sop kerbau menjadi menu paling dicari oleh pelanggan. “Potongan daging kerbaunya memiliki cita rasa yang khas,” ungkapnya. Harga sop kerbau yang terjangkau menjadi daya tarik tambahan. Hanya dengan Rp11 ribu per porsi, Anda sudah bisa menikmati nikmatnya sop kerbau di warung yang telah berdiri lebih dari 40 tahun ini. Dan jika Anda khawatir dengan keramaian, jangan ragu. Warung ini menyediakan banyak tempat duduk, termasuk gazebo yang nyaman di sekitar area utama. “Kami buka setiap hari dari pukul 08.00 WIB hingga 18.00 WIB,” jelas Krismanto. Jadi, jika Anda mencari alternatif untuk menyantap hidangan daging kerbau di Kudus, Warung Gedek Mbah Zaeni adalah tempat yang tepat untuk Anda kunjungi. Rasakan sensasi autentik kuliner Kudus yang tak terlupakan di sini!

Getuk Dalangan Kudus, Menikmati Jajanan Klasik yang Legendaris

Getuk Dalangan Kudus, Menikmati Jajanan Klasik yang Legendaris

KUDUS – Jajanan tradisional yang masih sangat populer adalah getuk, dan jika Anda berada di Kudus, Jawa Tengah, ada varian khas yang patut dicoba, yaitu getuk dalangan. Getuk dalangan dapat ditemukan di Dukuh Dalangan, Desa Barongan, Kecamatan Kota Kudus, yang berjarak kurang dari 500 meter dari Alun-alun Kudus. Warung ini sudah eksis selama sekitar 40 tahun dan dikelola oleh tiga generasi keluarga. Rochimah, pengelola saat ini, meneruskan usaha dari mertuanya, Suwarni. Dia membuat dan meracik sendiri getuk-getuk yang dijajakan, menekankan kepentingan kesegaran getuk sebagai daya tarik utama. “Semuanya saya buat sendiri, dari getuk sampai juruhnya. Getuknya harus fresh. Soalnya itu yang bikin Getuk Dalangan dicari banyak orang,” ungkap Rochimah. Singkong terbaik dipilih untuk membuat getuk, dan juruh (saus parutan kelapa muda dicampur dengan gula jawa cair) yang disiram ke getuk juga harus memiliki rasa yang istimewa. Selain getuk dalangan, di tempat ini juga tersedia berbagai jajanan tradisional seperti lopis, puli, moto belong, dan ketan. Warung ini buka setiap hari, kecuali Minggu, Ramadan, dan hari-hari besar, mulai pukul 10.00 WIB sampai pukul 17.00 WIB. Harga getuk yang dijajakan terjangkau, berkisar antara Rp3 ribu sampai Rp5 ribu. Pembeli juga dapat memilih apakah ingin getuknya disiram juruh atau tidak. Ada juga varian getuk berukuran besar berbentuk gunungan tumpeng dengan harga mulai Rp25 ribu, yang sering dipesan untuk acara lamaran. “Mau gula atau kelapa bisa dipilih. Kalau pengin manis ya pakai gula, kalau nggak yang tinggal disiram kelapa,” jelas Ima, salah satu karyawan di warung tersebut. Jadi, jika Anda berada di Kudus, Getuk Dalangan Kudus bisa menjadi pilihan yang menarik untuk dicicipi.

Asal-usul Jenang Kudus, Konon Untuk Membangunkan Bocah Yang Mati Suri

Asal-usul Jenang Kudus, Konon Untuk Membangunkan Bocah Yang Mati Suri

Asal-usul jenang Kudus mungkin telah menjadi pertanyaan umum bagi siapa saja yang telah menikmati kelezatannya. Kuliner dengan rasa manis dan kenyal ini terbuat dari tepung, garam, santan kelapa yang dicampur dengan gula jawa. Maka tak heran jika Jenang Kudus menjadi salah satu oleh-oleh wajib untuk dibeli saat berkunjung ke Kabupaten Kudus dan sekitarnya. Jika menulusuri asal-usul Jenang Kudus, ternyata terdapat cerita yang cukup menarik. Seperti apa asal-usulnya? Asal-usul Jenang Kudus Menurut cerita rakyat yang berkembang, konon Sunan Kudus, Syekh Jangkung, Mbah Dempok Soponyono, dan cucunya sedang melakukan perjalanan. Saat itu, cucu Mbah Dempok terpeleset ke dalam sungai karena bermain-main dengan burung dara di tepi sungai yang kelak dikenal dengan nama Sungai Kaliputu. Anak malang itu akhirnya berhasil diselamatkan. Meski berhasil ditarik ke daratan, cucu Mbah Dempok ternyata diganggu oleh makhluk halus berambut api, yang biasa disebut Banaspati. Syekh Jangkung dan Sunan Kudus yang menyaksikan kejadian tersebut lantas menghampiri mereka. Setelah memeriksa kondisinya secara teliti, Sunan Kudus menyimpulkan bahwa si bocah tersebut telah meninggal dunia. Namun pendapat berbeda dikemukakan oleh Syekh Jangkung. Ia berpendapat bahwa anak itu hanya mati suri. Untuk membangunkan anak itu kembali, lantas ia meminta ibu-ibu untuk membuat bubur jenang gamping. Bubur itu nantinya diberikan kepada cucu Mbok Dempok yang sekarat. Setelah disuapi dengan bubur gamping yang berbahan dasar tepung beras, garam, dan santan kelapa tersebut akhirnya cucu Mbok Dempok hidup kembali. Mbah Dempok merasa sangat bahagia dan senang. Kemudian, saat itu juga Sunan Kudus berucap “Suk nek ono rejaning jaman wong Kaliputu uripe seko jenang” yang artinya “Suatu saat kelak sumber kehidupan warga Desa Kaliputu berasal dari usaha pembuatan jenang”. Dengan adanya cerita tersebut membuat wilayah Desa Kaliputu terus berkembang menjadi daerah dengan sentra produksi jenang dan telah berhasil menjadi inspirasi dari para ibu-ibu setempat untuk bekerja di sektor industri jenang hingga saat ini.

Soto Batok Kudus, Minikmati Gurih Lezatnya Soto di Dalam Tempurung Kelapa

Soto Batok Kudus, Minikmati Gurih Lezatnya Soto di Dalam Tempurung Kelapa

Soto Batok Kudus dapat menjadi opsi bagi Anda ketika mencicipi makanan di Kota Kretek. Selain rasa yang enak dan gurih, soto ini disajikan di dalam batok kelapa. Penyajian di dalam batok bertujuan untuk menjaga panas dari soto tersebut dan aroma rempah-rempahnya yang dapat membuat tubuh terasa hangat. Batok kelapa secara khusus didatangkan dari Magelang sebagai pengganti mangkuk biasa. Karena dihidangkan dengan menggunakan batok kelapa, maka tidak mengherankan jika makanan kuah ini disebut Soto Batok. Kustiwi, penjual Soto Batok Kudus mengatakan, awalnya dia ingin berdagang makanan yang unik. Kemudian terpikir olehnya untuk menjual soto yang disajikan di dalam batok kelapa. Resep soto batok tersebut dia peroleh dari neneknya. Kemudian dia mencoba untuk menjual soto di teras rumahnya. Resep sotonya tidak terlalu berbeda dengan soto biasa. Mulai dari ayam, nasi, seledri, kecambah, dan bawang putih. Bagi penggemar makanan pedas dapat menambahkan sambal yang sudah tersedia di atas meja. Sementara penggemar rasa manis dapat menambahkan kecap. Soto batok ini cocok disajikan sebagai menu sarapan atau makan siang. Satu porsi soto batok sesuai untuk orang dewasa. Meskipun menggunakan wadah batok, porsinya cukup banyak untuk orang dewasa. Bisa dikatakan porsi soto sebatok setara dengan porsi semangkuk. Warung Soto Batok milik Sri Kustiwi terletak di Jalan Mejobo, Kelurahan Mlati Norowito, RT 3 RW 9 Kecamatan Kota Kudus. Soto Batok buka setiap Senin-Sabtu mulai pukul 06.00 – 13.00 WIB. Foto Dok. Murianews/Vega Ma’arijil Ula

Nasi Opor Sunggingan Kudus, Kelezatan Rasa Dari Resep Turun Temurun

Nasi Opor Sunggingan Kudus, Kelezatan Rasa Dari Resep Turun Temurun

Nasi Opor Sunggingan Kudus ialah salah satu lambang hidangan khas Kudus yang cukup ternama. Opor ini memiliki keunikan khas, yang jarang dijumpai di daerah lain. Dikenal sebagai opor bakar Sunggingan karena hidangan ini berasal dari Desa Sunggingan, Kabupaten Kudus. Untuk membuat hidangan spesial ini, bahan utama yang digunakan adalah ayam kampung dan bumbu-bumbunya terdiri dari bawang merah, bawang putih, kemiri, garam, jintan, dan santan kelapa. Perbedaan opor Sunggingan dengan opor ayam biasa adalah ayamnya yang dibakar secara utuh. Selain itu, opor Sunggingan tidak memakai kunyit, sehingga warna kuahnya tidak kuning seperti opor ayam pada umumnya. Hidangan Favorit Sunan Kudus Selain berbeda dari opor ayam biasa, Nasi Opor Sunggingan Kudus juga memiliki sejarah yang menarik. Hidangan ini diyakini sebagai hidangan favorit salah satu anggota Walisongo, yaitu Sunan Kudus. Walaupun sampai saat ini tidak ada sumber yang valid dapat dirujuk, namun cerita turun-temurun menyatakan bahwa opor sunggingan adalah makanan kesukaan Sunan Kudus yang aslinya bernama Raden Ja’far Shadiq. Hal ini diungkapkan oleh Nadjib Hassan, Ketua Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK). Ia mengatakan bahwa opor sunggingan adalah hidangan favorit Sunan Kudus. Apabila cerita ini benar, maka opor sunggingan seharusnya sudah ada sejak abad ke-16 ketika Sunan Kudus masih hidup. Ini juga berarti bahwa opor sunggingan bukanlah jenis masakan baru seperti yang disebutkan dalam buku 100 Mak Nyus Jalur Mudik, Jalur Pantura dan Jalur Selatan Jawa (2018) oleh Bondan Winarno. Opor sunggingan sebenarnya adalah warisan kuliner yang sudah ada selama berabad-abad. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika opor sunggingan sering dihidangkan sebagai hidangan utama setiap kali ada acara di kompleks Menara Kudus. Contohnya adalah acara tradisi jamasan keris milik Sunan Kudus. Tradisi ini adalah ritual pembersihan keris peninggalan Sunan Kudus yang diadakan setiap tahun sekali. Setelah acara selesai, hidangan nasi opor sunggingan selalu disajikan kepada para tamu. Keaslian Resep Terjaga Turun Temurun Resep tradisional Nasi Opor Sunggingan Kudus masih dijaga dengan baik hingga saat ini, termasuk cara memasaknya yang masih menggunakan kayu bakar. Sehingga rasa autentiknya tetap terjaga dari dulu hingga sekarang. Untuk membuat opor sunggingan, ayam yang dipilih adalah ayam kampung besar dan tua jenis babon (betina). Lemak dari jenis babon tua ini berwarna kuning dan memberikan rasa yang sangat lezat. Ayam yang sudah dibersihkan utuh dan direbus dengan bumbu seperti bawang merah dan putih, merica, kemiri, ketumbar, dan jintan. Pemasakannya memakan waktu sekitar lima jam agar daging ayam empuk dan bumbunya meresap. Setelah direbus, ayam ditiriskan selama sekitar enam jam hingga dingin. Kemudian ayam dibakar atau dipanggang dengan arang dari kayu karet dengan jarak tertentu agar ayam tidak mudah terbakar. Pada saat dipanggang, ayam tidak perlu diputar. Metode ini menghasilkan kematangan yang merata, aroma panggang yang harum, dan rasa daging yang lebih lezat. Selanjutnya, kuah areh dibuat sebagai pelengkap opor sunggingan. Membuat santan ini membutuhkan waktu sekitar tiga jam. Proses lama ini bertujuan agar santan tidak cepat basi. Santan yang telah dimasak kemudian diangkat dan menjadi santan areh yang kental. Santan atau areh ini yang memberikan rasa asin dan lezat pada opor sunggingan. Dalam penyajiannya, nasi diletakkan di atas daun pisang, diberi suwiran ayam panggang yang dipotong-potong, ditambah sambal tahu goreng yang manis dan pedas, baru kemudian disiram dengan kuah opor dan kuah areh. Makanan ini tidak menggunakan sendok logam, tetapi menggunakan suru, yaitu sendok dari daun pisang. Jika disimpulkan, hidangan nasi opor sunggingan menawarkan sensasi kenikmatan yang lengkap. Terdapat rasa asin dan gurih, serta manis dan pedas. Untuk pecinta rasa pedas yang tinggi, tersedia cabai utuh yang direbus dalam wadah terpisah sebagai tambahan. Populer Sejak Tahun 1960-an Sejak tahun 1960-an, opor sunggingan mulai populer di kalangan pecinta kuliner. Satu-satunya restoran yang menyajikan hidangan ini adalah Rumah Makan Opor Sunggingan, yang terletak di Jalan Niti Semito 9, Ploso, Kudus. Pendirinya adalah Warsito Sudadi dan Ngadilah, suami-istri. Sekarang, restoran ini telah diwarisi oleh generasi kedua, yaitu Suroso dan Siti Sundari. Nama “sunggingan” dalam “opor sunggingan” berasal dari sebuah kampung di Kelurahan Sunggingan, Kecamatan Kota Kudus, Kudus, tempat hidangan ini pertama kali dibuat. Kampung ini dinamai menurut seorang Tionghoa bernama Sun Ging, yang tinggal di sana pada abad ke-16, pada masa hidup Sunan Kudus. Meskipun restoran telah pindah ke lokasi baru di Jalan Niti Semito 9, Desa Ploso, Kecamatan Jati, Kudus pada tahun 2004, nama “opor sunggingan” masih tetap populer. Sebagai hidangan yang khas dan terkenal, opor sunggingan memiliki banyak penggemar, termasuk masyarakat umum, pejabat, dan artis. Beberapa artis yang pernah mencicipi hidangan ini antara lain Duta Sheila On 7, Jamal Mirdad, Sandra Dewi, Farhan, ST 12, Tantri Kotak, dan banyak lagi. Bahkan beberapa atlet bulu tangkis nasional seperti Liem Swie King, Susi Susanti, dan Alan Budi Kusuma juga pernah menikmati hidangan ini.

Nasi Jangkrik Kudus, Kuliner Lezat Kesukaan Para Wali

Nasi Jangkrik Kudus, Kuliner Lezat Kesukaan Para Wali

Nasi Jangkrik Kudus merupakan nasi asal Kudus dengan lauk daging kerbau yang empuk. Kuliner tradisional ini biasanya dibungkus menggunakan daun jati dan diyakini sebagai menu favorit Sunan Kudus. Masyarakat Kudus mengenal nasi jangkrik sebagai hidangan yang diberikan secara cuma-cuma saat puncak tradisi buka luwur atau pelepasan kain selubung makam Sunan Kudus pada tanggal 10 Muharram (Asyura). Nasi jangkrik diyakini membawa berkah karena diawali dengan doa oleh juru kunci makan Sunan Kudus setelah salat Subuh. Namun, jangan salah paham bahwa nasi jangkrik mengandung serangga jangkrik. Istilah nasi jangkrik hanya digunakan untuk menyebut menu warisan Sunan Kudus. Seperti halnya nasi kucing khas angkringan dan HIK ala Yogyakarta dan Solo, nasi jangkrik juga tidak mengandung daging kucing. Nasi jangkrik terdiri dari nasi putih dengan lauk olahan daging kerbau yang dipotong dadu. Seporsi nasi jangkrik terdiri dari nasi putih, olahan daging kerbau, tahu, kadang-kadang ditambah krecek, dengan kuah bersantan nyemek yang gurih. Rasa pedasnya berasal dari sambal yang biasa disajikan bersama nasi jangkrik. Bahan-bahan untuk membuat nasi jangkrik berasal dari sumbangan masyarakat, termasuk kerbau, kambing, beras, dan lain-lain. Dalam penyajiannya, nasi jangkrik disajikan dengan menggunakan bungkus atau lemek daun jati untuk mempertahankan kearifan ekologis. Selain memiliki makna kesederhanaan, daun jati juga menambah aroma khas pada nasi jangkrik sehingga secara psikologis dapat meningkatkan nafsu makan karena makanan terasa lebih lezat. Tradisi Buku Luwur Luwur itu sendiri merujuk pada kain kelambu atau penutup yang digunakan untuk menutupi makam. Dalam upacara buka luwur, luwur yang lama dari makam Sunan Kudus diganti dengan yang baru. Bagian dari upacara tersebut yang masih dipertahankan hingga sekarang adalah pembagian nasi jangkrik. Tujuan dari pembagian nasi jangkrik adalah untuk memupuk rasa saling berbagi terhadap sesama, terutama mereka yang membutuhkan. Asal-usul Nasi Penamaan Nasi Jangkrik Dari kisah turun temurun yang terkenal, Sunan Kudus telah menggunakan nama jangkrik semasa hidupnya. Diceritakan bahwa Sunan Kudus dan Kyai Telingsing berkumpul di bangunan tajug Menara Kudus bersama para wali lainnya. Ketika istri Sunan Kudus menyiapkan hidangan yang sekarang dikenal sebagai nasi jangkrik, kelezatannya dirasakan oleh para wali yang hadir. Saat menikmati hidangan itu, terdengar suara celetukan yang konon berasal dari Kyai Telingsing. Saat itu, mbah Telingsing berkata “jangkrik” enak sekali. Akhirnya, hidangan itu dinamakan nasi jangkrik. Versi lain mengatakan bahwa nama nasi jangkrik berasal dari bawang goreng yang ditebarkan di atas nasi jangkrik. Bawang goreng itu memiliki bentuk yang mirip dengan bulu jangkrik, berwarna mengkilap kecoklatan. Oleh karena itu, masakan tersebut dinamakan nasi jangkrik. Dulu Hanya Bisa Didapatkan Saat Tradisi Buka Luwur Pada masa lalu hidangan nasi jangkrik hanya dapat ditemukan pada saat perayaan buka luwur makam Sunan Kudus. Namun, kini, hidangan tersebut sudah tersedia setiap hari. Meskipun masih terbatas, terdapat beberapa angkringan dan kedai di Kudus yang menyajikan hidangan nasi jangkrik. Salah satunya terletak di Pusat Kuliner Menara Kudus, yaitu Waroeng Kita yang berlokasi di persimpangan Sucen atau sekitar 450 meter di sebelah utara Menara Kudus. Angkringan Nasi Jangkrik Saat berada di Kota Kretek, Anda dapat mencicipi kuliner jadul ini di beberapa angkringan yang tersedia, salah satunya adalah Angkringan Kidoel Soetjen. Angkringan yang berada di Selatan Perempatan Sucen, Jalan Menara, Desa Langgardalem, Kecamatan Kudus, Kabupaten Kudus itu cukup ramai setiap harinya.