Cerita rakyat yang terkenal di Jawa Tengah adalah mengenai asal usul Baturaden yang menjadi salah satu cerita yang sangat legendaris. Nama Baturaden memang sudah populer sebagai kawasan wisata di Kabupaten Banyumas. Terletak di kaki Gunung Slamet, kawasan ini memiliki bentang alam yang indah dan suhu udara yang sejuk. Oleh karena itu, hingga kini kawasan ini berkembang menjadi kawasan wisata. Baturradèn adalah daerah yang terletak di utara Kota Purwokerto, Kabupaten Banyumas, tepatnya di bagian bawah Gunung Slamet dengan ketinggian antara 750 hingga 900 meter di atas permukaan laut. Di balik keindahan alamnya, tahukah kamu bahwa Baturaden memiliki legenda di balik namanya? Asal Usul Baturaden Ada banyak versi tentang asal-usul Baturraden. Dalam penelitian karya Zulfikar Amran Gany yang berjudul “Legenda Baturraden dalam Bentuk Ilustrasi Menggunakan Teknik Arsir,” disampaikan bahwa legenda Baturraden diambil dari dua versi, yaitu versi Kadipaten Kutaliman dan versi Syeh Maulanna Maghribi. Penulis juga menambahkan informasi cerita “Kadipaten Kutaliman” berdasarkan sumber buku Cerita Rakyat dari Banyumas karya Muhammad Jaruki. Diceritakan bahwa jaman dahulu kala di Kadipaten Kutaliman, daerah yang berada sekitar 10 kilometer di barat Gunung Slamet, tinggal seorang Adipati Kutaliman dengan istrinya yang cantik, abdi dalem, dan seorang pembantu rumah tangga yang bertugas mengurus kuda milik Adipati Kutaliman yang disebut Batur Gamel. Batur Gamel adalah seorang pemuda yang memiliki penampilan menarik, tanggung jawab, dan sangat tekun. Dia selalu melakukan tugasnya dengan baik. Kuda Adipati Kutaliman dirawat dengan sangat baik sehingga jarang jatuh sakit. Pada suatu pagi, Batur Gamel pergi mencari makanan untuk kuda yang menjadi peliharaan Adipati Kutaliman. Dia berjalan-jalan di tepi hutan yang dipenuhi dengan rumput-rumput yang tinggi. Saat Batur Gamel sedang memotong rumput, dia mendengar seseorang berteriak tak jauh dari tempatnya berdiri. Setelah mendengar suara yang terdengar memohon pertolongan, dengan cepat Batu Gamel berlari menuju arah suara tersebut. Ia menemukan wanita terjatuh, sementara di sebelahnya terdapat ular mengeluarkan suara berdesis. Batur Gamel segera berhadapan dengan ular tersebut, ia menggunakan kudi senjata mirip parang untuk memenggal leher ular tersebut sampai terputus. Perempuan yang ditolong Batur Gamel itu belakangan diketahui adalah putri majikannya, Adipati Kutaliman. Sejak saat itu, hubungan putri Adipati dan Batur Gamel semakin dekat. Lama kelamaan, putri Adipati semakin mencintai Batur Gamel, begitu pula dengan perasaan Batur Gamel yang semakin dalam terhadap kebaikan dan kecantikan putri. Namun, meskipun kedudukan mereka berbeda, hubungan asmara mereka yang tersembunyi semakin merekah dan melampaui batas. Akhirnya, sang putri dari Adipati telah mengandung. Suatu hari Adipati Kutaliman dan istrinya memanggil putri mereka. Dalam perbincangan tersebut, Adipati Kutaliman dan istrinya menginginkan putrinya segera menikah. Terlebih ada banyak pangeran, putra dari adipati lain yang berkeinginan untuk melamar putri mereka. Adipati Kutaliman dan istrinya menyerahkan pilihan kepada sang putri. Namun, gadis itu malah menangis dan terlihat bingung, orangtuanya heran dengan sikap putrinya itu. Seiring berjalannya waktu, situasinya semakin memburuk karena tidak mungkin lagi untuk menyembunyikan pertumbuhan usia kehamilan sang putri. Batur Gamel Melamar Putri Adipati Batur Gamel memutuskan untuk melamar putri, tetapi putri takut karena pernikahan beda kasta akan menjadi aib, terutama aib keluarganya. Dengan tekad yang kuat, Batur Gamel menemui Adipati Kutaliman dan menceritakan apa yang terjadi dengan putrinya. Ia juga menyatakan keinginan untuk menikahi putri sebagai bukti cinta dan tanggung jawab. Adipati Kutaliman merasa marah mendengar pengakuan Batur Gamel. Ia merasa bahwa kehormatan, nama baik, dan kewibawaannya telah tercemar oleh tindakan putrinya dan pembantunya. Sebagai tindakan tegas, Adipati Kutaliman mengusir putri dan Batur Gamel dari kadipaten. Putri Adipati tidak memiliki banyak pilihan, ia meninggalkan istana bersama Batur Gamel menuju arah utara tanpa tujuan yang jelas. Saat mereka melanjutkan perjalanan, cinta di antara mereka semakin kuat meskipun mereka harus berjalan melintasi hutan dan menanjak turun gunung. Ketika tengah beristirahat di pinggiran sungai, tiba-tiba putri merasakan nyeri di perutnya dan melahirkan seorang bayi laki-laki yang sangat memesona. Selanjutnya, aliran air tersebut dikenal sebagai Kali Putra. Setelah kelahiran bayi tersebut, mereka memutuskan untuk menetap sementara di suatu tempat yang sejuk, segar, dan nyaman. Batur Gamel membangun sebuah rumah kayu sebagai tempat berlindung. Sementara itu, pasangan Adipati Kutaliman mengalami kesedihan yang mendalam setelah kehilangan anak perempuan mereka. Mereka menyesali tindakan mereka yang mengusir putri tersebut dari kadipaten. Setelah itu, mereka meminta abdi dalem untuk mencari putri yang sangat mereka cintai. Akhirnya, abdi dalem berhasil menemukan putri Adipati dan memohon agar putri kembali ke kadipaten. Namun, putri menolak dan merasa bersalah atas tindakannya yang telah mencoreng nama baik ayahnya. Oleh karena itu, ia merasa pantas untuk menerima hukuman yang diberikan. Putri Adipati, Batur Gamel, dan anaknya memutuskan untuk tinggal di rumah sederhana mereka sebagai bentuk hukuman atas kesalahan yang pernah mereka lakukan. Rumah mereka terletak di daerah yang segar, sejuk, dan berada di lereng Gunung Slamet. Setelah itu, daerah tersebut dikenal dengan sebutan Baturraden yang memiliki arti “Batur” adalah pembantu yaitu Batur Gamel dan Raden adalah gelar kebangsawanan Jawa yang digunakan untuk menyebut putri Adipati. Kisah legenda ini mengajarkan kepada kita pentingnya mengambil tanggung jawab atas kesalahan yang sudah kita lakukan.