Jowonews

Awas, Bahaya Petir di Musim Hujan

PURWOKERTO, Jowonews- Warga Jateng diimbau waspadai peningkatan sambaran petir karena saat sekarang masih berlangsung musim hujan. “Sekarang Jawa Tengah sedang puncak-puncaknya musim hujan. Jadi, memang aktivitas petir di pegunungan tengah, selatan, Cilacap, dan Pekalongan itu relatif sangat banyak,” kata Kepala Stasiun Geofisika BMKG Banjarnegara Setyoajie Prayoedie, Rabu (17/2). Hal itu disampaikannya terkait dengan kejadian kebakaran sebuah kapal nelayan di Cilacap akibat sambaran petir pada Selasa (16/2) malam. Jika kebakaran kapal tersebut akibat sambaran petir, kata dia, hal itu mungkin dapat terjadi karena saat sekarang sedang musim hujan dan tren cuaca ekstrem sedang mengalami peningkatan. “Tapi perlu diingat bahwa petir itu belum bisa diprediksi,” katanya sebagaimana dilansir Antara. Lebih lanjut, dia mengakui kejadian sambaran petir di wilayah Jateng dan sekitarnya dalam dua bulan terakhir menunjukkan peningkatan. Dalam hal ini, kata dia, sambaran petir pada bulan Desember 2020 tercatat sebanyak 45.901 kejadian dengan aktivitas petir tertinggi terjadi pada tanggal 2 Desember 2020 yang mencapai 11.029 kejadian. Sementara pada bulan Januari 2021, lanjut dia, jumlah sambaran petir tercatat sebanyak 193.446 kejadian dengan aktivitas petir tertinggi terjadi pada tanggal 12 Januari 2021 yang mencapai 24.691 kejadian. Ajie, panggilan akrab Setyoajie Prayoedie,  mengatakan jika dibandingkan dengan bulan Desember 2020, jumlah sambaran petir pada bulan Januari 2021 menunjukkan peningkatan yang signifikan. “Kalau untuk bulan Februari 2021, pendataannya masih berjalan karena laporannya dibuat bulanan,” katanya menjelaskan. Ia mengatakan berdasarkan analisis BMKG Stasiun Geofisika Banjarnegara, wilayah Jateng yang potensi sambaran petirnya tergolong tinggi adalah Cilacap, Banjarnegara, Pekalongan, dan Tegal. Terkait dengan hal itu, dia mengimbau masyarakat yang berada di wilayah tersebut untuk waspada terhadap potensi sambaran petir. “Rencananya, tahun depan kami akan memasang sensor (pemantau sambaran petir) di Cilacap,” katanya. Terbakar Dalam kesempatan terpisah, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Cilacap Sarjono mengatakan sebuah kapal nelayan yang sedang bersandar di Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS) Cilacap mengalami kebakaran setelah tersambar petir pada Selasa (16/2) malam. “Nama kapalnya Kartika Jaya. Kapal tersebut sedang bersandar, belum sempat melaut,” katanya. Ia mengatakan saat kejadian, kapal berukuran 33 gros tonage (GT) tersebut berada paling tepi di antara kapal-kapal yang sedang bersandar di PPS Cilacap. “Kalau berada di tengah, kapal-kapal lainnya ikut kena (kebakaran), merambat,” katanya menjelaskan. Kendati berada di tepi, dia mengatakan kapal yang terbakar tersebut langsung ditarik dan dibawa ke pemecah gelombang agar apinya tidak menjalar ke kapal yang lain. “Semalam sebenarnya sudah padam, tetapi tadi pagi apinya menyala lagi. Mungkin karena ada sisa-sisa bara yang belum padam,” katanya

Bibit Unggul Cegah Penyakit Tanaman di Musim Hujan

PURWOKERTO, Jowonews- Salah satu upaya untuk mencegah penyakit tanaman saat musim hujan adalah dengan penggunaan bibit unggul. “Saat musim hujan seperti sekarang ini salah satu hal yang perlu diwaspadai petani adalah penyakit tanaman, hal tersebut dapat dicegah salah satunya dengan penggunaan bibit unggul,” kata Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Loekas Soesanto di Purwokerto, Ahad (31/1). Dia mengatakan penyakit tanaman harus dicegah agar produktivitasnya tetap optimal. “Karena kalau terserang penyakit tanaman kan produktivitas bisa mengalami penurunan dan pada akhirnya bisa merugikan petani,” katanya sebagaimana dilansir Antara. Untuk itu, selain menggunakan bibit unggul, kata dia, ada beberapa upaya lain yang juga tetap harus dilakukan. “Misalkan pemberian sanitasi pada tanaman serta membuang daun tua atau buah busuk, sambil mengaplikasikan pestisida organik secara rutin dan teratur. Selain itu bisa juga dengan menambah pupuk sesuai dengan dosis yang dianjurkan,” katanya. Dia juga menambahkan perlunya mengelola tanaman agar bisa tumbuh dengan sehat dan berproduksi dengan optimal. “Petani perlu mengelola tanaman secara berkala dan menjaga kondisi lingkungannya agar bisa tumbuh sehat dengan produksi yang optimal,” katanya. Dia mencontohkan penyakit tanaman yang banyak menyerang tanaman saat musim hujan adalah penyakit patek atau antraknosa pada tanaman cabai. Sementara pada tanaman kakao, penyakit yang biasa menyerang adalah penyakit busuk buah. Prof Loekas juga mengatakan peningkatan produksi pertanian pada saat pandemi Covid-19 seperti sekarang ini sangat diperlukan. “Urgensi peningkatan produksi pertanian saat masih pandemi perlu disesuaikan, agar tercapai juga peningkatan produksi yang optimal,” katanya. Dia mengatakan peningkatan produksi dapat dilakukan dengan berbagai upaya antara lain pemusatan jenis komoditas serta menyiasati dampak iklim bagi pertanian melalui pembangunan dan penguatan saluran air irigasi, termasuk juga memanfaatkan energi terbarukan. “Peningkatan sarana produksi pertanian seperti benih, pupuk, dan obat-obatan juga perlu dilakukan sambil terus membangun inovasi pertanian yang dapat diterapkan petani termasuk dengan cara menerapkan energi terbarukan,” katanya.

Aneh, Warga Temanggung Masih Kesulitan Air di Musim Hujan

TEMANGGUNG, Jowonews- Meskipun sudah memasuki musim hujan, sejumlah warga Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah masih membutuhkan bantuan air bersih, Mereka merupakan warga Dusun Bugen, Desa Geblog, Kecamatan Kaloran. Warga Dusun Bugen Edi Santoso di Temanggung, Kamis (19/11), mengatakan meskipun sudah beberapa kali turun hujan, hingga saat ini sejumlah mata air di daerah itu belum mengeluarkan air. “Memang sudah hujan, tapi mata air masih mati dan sama sekali tidak mengeluarkan air,” katanya sebagaimana dilansir Antara. Menurut dia, krisis air bersih yang dialami warga di desanya sudah terjadi sejak beberapa bulan lalu saat memasuki musim kemarau dan hingga saat ini di mana warga lainnya sudah kembali bisa menikmati air bersih dari mata air, warga di dusunnya masih mengandalkan bantuan air bersih dari pemerintah. “Daerah kami kalau masuk musim kemarau mata airnya langsung kering, berbeda dengan daerah lainnya dan kembali normal biasanya juga paling terakhir,” katanya. Selama mengalami krisis air bersih, katanya, pemerintah sudah turun tangan memberikan bantuan air bersih. Hanya saja bantuan yang diterima warga belum mencukupi. Ia menyebutkan dalam sepekan paling banyak hanya diberi bantuan dua kali. Sekali pengiriman bantuan hanya dua tangki air bersih. Padahal warga setiap hari tetap membutuhkan air bersih. “Memang sudah rutin kami terima. Hanya saja belum mencukupi kebutuhan untuk memasak dan minum warga setiap hari,” katanya. Ia berharap pemerintah bisa memberikan bantuan air bersih dalam jumlah yang lebih sehingga kebutuhan air bersih warga bisa dicukupi. Swadaya Selama ini, katanya, jika bantuan air bersih dari pemerintah sudah habis, warga dengan swadaya mencari air bersih ke desa-desa tetangga. Meskipun jaraknya cukup jauh tetap dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air bersih. “Kadang warga menyewa mobil bak terbuka bersama-sama untuk mencari air bersih. Bagi yang memiliki sepeda motor biasanya berangkat sendiri,” katanya. Warga lainnya Ajik Masturi berharap pemerintah tidak menghentikan bantuan air bersih ke daerahnya, karena sampai saat ini warga masih membutuhkan bantuan air bersih. “Jika perlu bantuan bisa ditambah, karena daerah lain sudah tidak membutuhkan bantuan air bersih lagi,” katanya. Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Temanggung Dwi Sukarmei mengakui hingga saat ini sejumlah daerah masih membutuhkan bantuan air bersih, karena memang sumber mata air di daerah tersebut belum mengeluarkan air. “Ada beberapa daerah seperti Kaloran dan Kandangan hingga saat ini masih membutuhkan pasokan air bersih meskipun sudah turun hujan,” katanya.

Masyarakat Kota Magelang Diminta Waspada DBD

MAGELANG, Jowonews.com – Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito meminta berbagai kalangan masyarakat setempat untuk mewaspadai kemungkinan terserang penyakit demam berdarah dengue, terkait dengan puncak musim hujan saat ini. “Yang menjadi perhatian kita semua adalah potensi penyakit demam berdarah pada musim penghujan ini,” katanya dalam keterangan tertulis Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Pemkot Magelang yang diterima di Magelang, Rabu. Tanpa menyebut jumlah kasus DBD di kota itu, ia menyatakan telah memberikan instruksi kepada jajarannya, terutama Dinas Kesehatan, berbagai puskesmas, dan pihak Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tidar, untuk meningkatkan kesiapan melakukan penanganan terhadap penderita DBD. Ia menyebut musim hujan membuat genangan air di mana-mana. Genangan air yang tidak segera diatasi bisa menjadi sarang jentik nyamuk berkembang biak menjadi nyamuk dewasa. “Waspada musim hujan, karena genangan air bisa jadi sarang jentik-jentik,” katanya. Ia juga menjelaskan tentang pentingnya masyarakat di berbagai tempat di daerah dengan tiga kecamatan dan 17 kelurahan itu, selalu menjaga kebersihan lingkungan masing-masing guna mencegah serangan penyakit DBD. Jajarannya juga telah diminta untuk memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan pentingnya kebersihan lingkungan. “Saya sudah ‘opyak-opyak’ (memerintah, red.) camat dalam berbagai kesempatan agar masyarakat menjaga kebersihan, ‘ayo sing resik, sing apik’ (Mari bersihkan lingkungan dengan baik, red.). supaya tidak ada jentik,” kata Sigit. Saat memimpin apel luar biasa para pegawai RSUD Tidar, Selasa (25/2), Wali Kota Sigit juga meminta jajaran itu melakukan persiapan dengan matang untuk menghadapi kemungkinan adanya warga di kota itu yang tertular virus corona (COVID-19). “Tidak usah tergopoh-gopoh. Pengaruh virus ini memang dahsyat, dampaknya pada ekonomi dan wisata. Maka dari itu saya minta RSUD Tidar waspada, siapkan antisipasi terjelek sekalipun. misalnya siapkan ruang isolasi. Tapi mudah-mudahan tidak ada (yang terjangkit virus corona, red.),” katanya. Ia juga meminta RSUD Tidar bersama pihak-pihak terkait lainnya secara proaktif memberikan edukasi kepada masyarakat tentang kesehatan, termasuk kaitannya dengan wabah COVID-19. “Tentunya tidak terbatas pada wabah virus corona, secara umum saya meminta agar insan kesehatan dapat turut menjadi perpanjangan tangan pemerintah untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang hidup sehat,” katanya. (jwn5/ant)

Musim Hujan, Produksi Batu Bata Boyolali Turun 40 Persen

BOYOLALI, Jowonews.com – Sejumlah perajin batu bata di Dukuh Ngeringin, Desa Karanggeneng, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, menyebutkan, dampak musim hujan produksinya menurun sekitar 40 persen. Sri Wahyuningsih (48) salah stau perajin batu bata di Desa Karanggeneng Boyolali, Selasa, mengatakan, dampak musim hujan memang mengganggu produksi batu bata di Karanggeneng Boyolali, terutama saat proses pengeringan yang membutuhkan panas dari sinar matahari. Menurut Sri Wahyuningsih sejumlah perajin batu bata dampak musim hujan saat ini, dan mereka sebagian besar kekurangan stok, karena permintaan pasar dinilai cukup tinggi. Pada proses produksi bata batu yang sudah dicetak pada musim panas dalam waktu sehari dijemur langsung kering. Namun, pada musim hujan seperti sekarang butuh waktu sepekan hari untuk mengeringkan batu bata, sehingga mengganggu produksi. Menurut Sri proses produksi kondisi cuaca pendukung rata-rata mampu membuat sebanyak 500 batu bata per hari. Namun, pada musim penghujan seperti sekarang hanya mampu membuat sebanyak 300 batu bata per hari. Produksinya pada musim hujan saat ini, tidak berani membuat batu bata dalam jumlah banyak karena resiko kegagalan sangat tinggi. Produksi seperti proses pembakaran batu bata minimal sebanyak 3.000 batu bata. Harga batu bata setiap 1.000 buah di pasaran Boyolali saat ini, dijual sekitar Rp500 ribu hingga Rp600 ribu. Harga batu bata itu, tidak mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya. Hartono (31), perajin batu bata lainnya di Boyolali, mengatakan, dampak musim hujan memang membuat produksi batu bata berkurang. Karena sejumlah perajin tidak mau beresiko dengan kondisi cuaca sering mendung akan mengganggu proses pengeringan batu bata. Hartono mengatakan dengan produksi batu bata menurun tersebut tentunya mengganggu persediaannya. Permintaan batu bata produksinya rata-rata dapat mencapai sebanyak 5.000 buah per hari. “Namun, saya hanya mampu memenuhi permintaan sebanyak 2.000 batu bata per hari karena sering turun hujan,” katanya. (jwn5/ant)

Bupati Banjarnegara Ajak Warga Intensifkan Siskamling Saat Puncak Musim Hujan

BANJARNEGARA, Jowonews.com – Bupati Banjarnegara, Jawa Tengah Budhi Sarwono mengajak seluruh warga di wilayah setempat untuk mengintensifkan siskamling pada saat puncak musim hujan guna mendukung upaya pengurangan risiko bencana. “Mari bersama-sama kita tingkatkan kewaspadaan dini dengan mengaktifkan kegiatan siskamling, terutama di malam hari pada saat puncak musim hujan ini,” katanya di Banjarnegara, Jawa Tengah, Senin. Dia mengatakan, dengan mengintensifkan kegiatan siskamling maka berbagai informasi mengenai kondisi lingkungan dan potensi bencana dapat segera tersampaikan secara cepat ke seluruh pihak terkait. Selain itu, dia juga mengajak masyarakat untuk selalu meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan terjadinya bencana. “Selalu tingkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana dan selalu bersikap tanggap bencana,” katanya. Apalagi, kata bupati, sejumlah desa yang ada di Banjarnegara merupakan wilayah rawan bencana tanah longsor. “Misalkan saja kemarin ini baru terjadi bencana longsor di wilayah Desa Slatri Kecamatan Karangkobar, setelah hujan deras mengguyur wilayah tersebut dan mengakibatkan tebing tinggi longsor dan materialnya menutup akses jalan provinsi,” katanya. Karena itu, dia meminta mayarakat untuk selalu waspada terutama saat terjadi hujan dengan intensitas yang tinggi dan durasi yang cukup lama. “Hujan lebat dalam waktu yang cukup lama itu dikhawatirkan dapat memicu bencana tanah longsor, angin kencang, dan juga banjir,” kata  Budhi Sarwono. Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD Banjarnegara, Arief Rahman menambahkan pihaknya telah melakukan pemetaan wilayah-wilayah rawan bencana tanah longsor yang ada di wilayah itu. “Kami telah melakukan pemetaan untuk mengetahui wilayah-wilayah mana saja yang rawan bencana, khususnya bencana tanah lonsor,” katanya. Dia menyebutkan, pada saat ini ada lima kecamatan yang mendapatkan perhatian khusus karena dikhawatirkan rawan tanah longsor. Lima kecamatan tersebut adalah Wanayasa, Banjarmangu, Susukan, Pagentan dan juga Punggelan, demikian Arief Rachman. (jwn5/ant)

Antisipasi Musim Hujan, Pemprov Jateng Dirikan Posko Bencana Terpadu

SEMARANG, Jowonews.com – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mendirikan posko terpadu di Wisma Perdamaian untuk mengurangi risiko berbagai bencana alam yang terjadi di 35 kabupaten/kota saat musim hujan. “Posko terpadu ini tidak hanya bersifat informatif, tapi juga akan selalu ‘mengupdete’ dan memvalidasi data mengenai kondisi terkini di seluruh kabupaten/kota di Jateng untuk menentukan langkah-langkah penanganan yang harus diambil, baik di masing-masing SKPD maupun secara kolektif,” kata Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di Semarang, Kamis. Orang nomor satu di Jateng itu menyebutkan sejumlah daerah diprediksi mengalami curah hujan ekstrem dengan curah hujan mencapai 500 mm. “Mendagri minta untuk ada posko khusus, sebenarnya ‘back up’ kalau harian sudah ada di BPBD, tapi karena mungkin cuaca dua bulan cukup ekstrem dan beberapa hari kedepan dimungkinkan sangat ekstrem, kita diminta ‘lek-lekan’ atau siaga,” ujarnya. Ia menjelaskan informasi yang masuk ke posko terpadu akan diolah untuk segera ditindaklanjuti terutama berkomunikasi dengan kabupaten/kota supaya segera ada antisipasi maupun penanganannya. “Meskipun kita tidak bisa presisi, tapi kita dapat mengantisipasi secara optimal. Juga segera bisa halo-halo ‘warning’ ke kades, camat dan bupati. Sebenarnya posko fungsinya mengurangi risiko bencana. Mendeteksi awal, informasi ini kita bisa cepat akan bisa mengantisipasi,” katanya. Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah Herru Setiadhi menambahkan bahwa posko terpadu tersebut merupakan wujud kehadiran pemerintah dalam sigap tanggap dalam mengantisipasi bencana. “Posko terpadu ini betul-betul kinerja antar-SKPD, bahkan bukan hanya Pemprov Jateng, tapi juga yang lain seperti Badan Pengelola Transportasi Darat, inikan dari kementerian,” katanya. Pada prinsipnya, kata dia, data dan informasi yang ada akan dikomunikasikan dengan pemerintah kabupaten/kota supaya ada penanganan dan antisipasi secara cepat. “Tujuannya memberikan ketenangan, kenyamanan, kepastian bahwa pemerintah itu hadir,” katanya. (jwn5/ant)

Musim Hujan, Harga Cabai di Pasar Manis Purwokerto Melonjak

PURWOKERTO, Jowonews.com – Harga beberapa jenis cabai di Pasar Manis, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, melonjak akibat berkurangnya pasokan dari petani. “Kenaikan harganya berlangsung secara bertahap sejak awal tahun,” kata salah seorang pedagang sayuran, Yuni di Pasar Manis, Purwokerto, Rabu. Ia mengatakan beberapa jenis cabai yang mengalami lonjakan harga, yakni cabai merah besar yang pekan lalu berada pada kisaran Rp37.000-Rp38.000 per kilogram, kini mencapai Rp55.000 per kilogram. Sementara harga cabai rawit hijau yang sebelumnya berkisar Rp32.000-Rp33.000 per kilogram, kini mencapai kisaran Rp42.000-Rp43.000 per kilogram. Bahkan, harga cabai rawit merah saat sekarang mencapai kisaran Rp70.000 per kilogram, sedangkan harga cabai merah keriting sebesar Rp60.000 per kilogram. “Sehabis tahun baru kemarin, harga cabai rawit merah masih di kisaran Rp42.000-Rp43.000 per kilogram, sedangkan harga cabai merah keriting berkisar Rp37.000-Rp38.000 per kilogram. Barangnya minim, sehingga harganya melonjak,” katanya. Ia mengatakan berdasarkan informasi dari pedagang besar, kenaikan harga tersebut terjadi karena berkurangnya pasokan dari petani. “Kabarnya sih karena banyak tanaman cabai yang mati akibat serangan penyakit seiring dengan tingginya curah hujan, sehingga pasokannya berkurang dan harganya naik,” katanya. Pedagang lainnya, Hamidah mengaku tidak berani menyediakan cabai dengan jumlah banyak karena khawatir tidak laku terjual. “Kalau harganya terlalu tinggi, daya beli masyarakat pasti menurun, sehingga dagangan tidak laku terjual,” katanya.  (jwn5/ant)