Jowonews

Ribuan Nelayan Kecil Cilacap Terdampak COVID-19

CILACAP, Jowonews.com – Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Cilacap Sarjono mengatakan ribuan nelayan kecil di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, terkena dampak dari wabah Virus Corona baru atau COVID-19. “Mereka (nelayan kecil) yang menggunakan kapal di bawah 5 GT (Gross Tonage) sangat merasakan dampak dari COVID-19 ini. Itu karena hasil tangkapan mereka hanya untuk konsumsi atau pasar lokal,” katanya di Cilacap, Senin. Menurut dia, nelayan kecil menghadapi dilema ketika hendak berangkat melaut karena jika tetap mencari ikan, hasilnya tidak seberapa dan pasarnya pun sedang sepi seiring dengan adanya kebijakan pembatasan jarak interaksi sosial dalam upaya mencegah penyebaran COVID-19. Akan tetapi jika tidak berangkat melaut, nelayan tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarga. Selain itu, tidak ada pekerjaan lain yang bisa dikerjakan nelayan di tengah pandemi COVID-19. Menurut dia, bantuan dari pemerintah yang diterima nelayan terdampak COVID-19 juga tidak seberapa. “Padahal kita tidak tahu sampai kapan kondisi seperti ini akan berakhir, sedangkan bulan Juni diprediksi sebagai masa panen seiring dengan datangnya musim angin timuran. Kalau saat sekarang, ikannya belum banyak bermunculan dan sering terjadi gelombang tinggi,” katanya. Lebih lanjut, Sarjono mengakui situasi dan kondisi yang dihadapi nelayan kecil justru tidak dirasakan oleh nelayan besar yang menggunakan kapal berkapasitas lebih dari 5 GT. Bahkan, kata dia, nelayan dengan kapal di atas 5 GT malah diuntungkan karena sebagian besar ikan yang mereka tangkap merupakan komoditas ekspor dan saat sekarang nilai tukar dolar Amerika Serikat cukup tinggi. “Misalnya saja, harga ikan layur sampai sekarang ada yang berkisar Rp54 ribu-Rp55 ribu per kilogram, ada juga yang Rp45 ribu per kilogram, tergantung besar-kecilnya ukuran,” katanya. Ia mengatakan nelayan lebih suka melaut karena dapat menghindari terjadinya kerumunan di daratan yang berpotensi mengakibatkan penularan COVID-19. Selain itu, kata dia, nelayan selama di laut juga terkena air asin dan selalu makan ikan guna menjaga imunitas mereka agar tetap sehat. Lebih lanjut, Sarjono mengharapkan adanya stimulus atau bantuan dari pemerintah guna membantu ribuan nelayan kecil di Cilacap yang terdampak COVID-19. Menurut dia, stimulus itu dapat dilakukan dengan membeli ikan hasil tangkapan nelayan dan selanjutnya ikan-ikan tersebut didistribusikan kepada warga lainnya sebagai bantuan dari pemerintah. (jwn5/ant)

Kiara: Omnibus Law Ciptaker Rugikan dan Meresahkan Nelayan Indonesia

SEMARANG, Jowonews.com – Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyebut Rancangan Undang-Undang Omnibus Law merugikan dan menimbulkan keresahan di kalangan nelayan Indonesia. “Pada konteks perikanan, Omnibus Law tidak melibatkan masyarakat, tidak menjelaskan tentang kesejahteraan, kedaulatan, bahkan kemakmuran masyarakat sehingga apakah masih dibutuhkan untuk pekerja perikanan?” kata Sekretaris Jenderal Kiara Susan Herawati pada Seminar Nasional Perlindungan Pekerja Perikanan dan Tantangannya Dalam Omnibus Law di Gedung V Universitas Semarang, Selasa. Menurut dia, RUU Omnibus Law hanya untuk kepentingan investasi dalam skala besar dan menjadi karpet merah bagi kapal asing untuk mengambil sumber daya perikanan di perairan Indonesia. “Mereka dipaksa untuk mengurus perizinan tangkap dimana para nelayan Indonesia 90 persen merupakan nelayan tradisional dan kecil yang selalu menggunakan alat ramah lingkungan. Mereka menyamaratakan antara nelayan kecil, tradisional, besar, dan para investor,” ujarnya. Dirinya menyayangkan Indonesia belum melakukan ratifikasi Konvensi ILO-188 yang dapat digunakan sebagai payung hukum untuk melindungi para nelayan. “Sudah dari dua tahun yang lalu hanya masih rencana saja, padahal Thailand sudah melakukan notifikasi, kita tidak membutuhkan Omnibus Law, bukan untuk investor yang besar-besaran, kita butuh negara untuk hadir,” katanya. Direktur Plan International Indonesia Nono Sumarsono yang juga hadir sebagai pembicara mengatakan bahwa nelayan merupakan profesi atau pekerjaan menangkap ikan yang berbahaya, dengan tingkat terjadinya insiden cedera dan kematian akibat kecelakaan kerja, cukup tinggi. Para awak kapal, kata dia, juga rentan terhadap eksploitasi kerja bahkan perdagangan manusia secara terus menerus, bahkan informasi pekerjaan pun tidak jelas sejak proses perekrutan. Sementara itu, Kepala Program Studi Magister Hukum Universitas Semarang Muhammad Junaidi menilai Omnibus Law memiliki sisi kelebihan dan kekurangan. “Kelebihannya adalah cocok diterapkan di negara yang memiliki regulasi tumpang tindih, hyper-regulasi, dan disharmoni serta menciptakan instrumen yang menguntungkan investor. Kekurangannya adalah peraturannya tidak dapat jalan di Indonesia yang menggunakan sistem hukum ‘civil law system’ dimana Omnibus Law lebih cocok di negara yang ‘common law’,” ujarnya. (jwn5/ant)

Hilang saat Melaut, Nelayan Jepara Ditemukan Meninggal

JEPARA, Jowonews.com – Nelayan yang dikabarkan hilang saat melaut di Perairan Empu Rancak, Kecamatan Mlonggo, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, setelah perahu yang ditumpanginya ditemukan dalam kondisi terombang-ambing di laut tanpa awak ditemukan dalam kondisi meninggal di Pantai Bondo, Kecamatan Bangsri, Selasa. Menurut Kepala Desa Karanggondang Ali Ronzi Ach di Jepara, nelayan bernama Legiman warga Desa Karanggondang, Kecamatan Mlonggo, Jepara, ditemukan hari ini (25/2) pukul 06.00 WIB, di tepi Pantai Bondo, Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara, yang berjarak dari lokasi kejadian sekitar 2 kilometer. Setelah mendapatkan informasi dari warga yang menemukan, kemudian tim Basarnas bersama personel gabungan menuju ke tempat kejadian untuk dilakukan evakuasi. Hasil pemeriksaan petugas medis, katanya, pada tubuh korban tidak ditemukan adanya tanda-tanda penganiayaan. “Luka yang ditemukan pada tubuh korban merupakan luka akibat benturan benda seperti batu karang,” ujarnya. Korban yang juga warganya itu, kata dia, saat ditemukan memang tidak memakai jaket pelampung. Sesuai instruksi Pemkab Jepara, setiap nelayan yang hendak melaut memang diminta menggunakan jaket pelampung (life jacket) sehingga ketika tercebur ke laut karena terpeleset atau faktor lain, peluang selamat masih cukup besar karena dirinya bisa mengapung lebih lama. Ia mengakui untuk memakai pelampung memang tidak mudah karena oleh para nelayan dianggap menyulitkan saat melaut sehingga banyak yang enggan membawa alat keselamatan tersebut. “Dengan adanya kejadian nelayan tenggelam dan ditemukan meninggal, ada baiknya mulai menyadari pentingnya alat keselamatan diri tersebut,” ujarnya. Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, seorang nelayan asal Kecamatan Mlonggo dinyatakan hilang, menyusul perahu yang digunakan untuk melaut dalam kondisi tanpa awak perahu terombang-ambing ombak di laut, Minggu (23/2). Perahu yang ditemukan di tengah laut dengan jarak sekitar 1 mil dari daratan merupakan milik Legiman warga Desa Karanggondang, Kecamatan Mlonggo. Berdasarkan informasi dari keluarga maupun teman korban, korban memang melaut Minggu (23/2) pukul 04.30 WIB di Perairan Empu Rancak, Kecamatan Mlonggo. Akan tetapi, perahu korban justru ditemukan di tengah laut pada pukul 08.00 WIB oleh nelayan lain tanpa ada korban di atas perahu sehingga muncul dugaan korban tenggelam di laut. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Jepara bersama tim gabungan, seperti Basarnas, relawan, TNI, Polri serta nelayan ikut melakukan pencarian sejak Minggu (23/2) hingga akhirnya hari ini (25/2) ditemukan. (jwn5/ant)

KKP Bebaskan 15 Nelayan RI yang Ditangkap Aparat Malaysia

JAKARTA, Jowonews.com – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan berhasil membebaskan nelayan Indonesia yang ditangkap oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM). “Kita berhasil memulangkan 15 nelayan Indonesia yang ditangkap oleh APMM, semuanya merupakan awak kapal perikanan KM Abadi Indah,” jelas Plt Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Nilanto Perbowo, dalam siaran pers di Jakarta, Minggu. Ia mengemukakan bahwa pembebasan itu ditempuh melalui upaya persuasif dan tidak melalui proses hukum di Malaysia. Hal tersebut, lanjutnya, merupakan bukti kerja nyata pemerintah dalam perlindungan nelayan, yang saat ini menjadi salah satu prioritas KKP. Nilanto menjelaskan bahwa keberhasilan pembebasan dan pemulangan nelayan Indonesia tersebut tidak terlepas dari komunikasi dan koordinasi yang dilakukan secara intensif antara pihak Ditjen PSDKP-KKP dengan APMM Malaysia. “Berbekal hubungan baik antarkedua lembaga serta adanya kerangka Memorandum of Understanding on Common Guidelines antara Indonesia dan Malaysia, pihak aparat Malaysia bersedia melepaskan nelayan kita tersebut,” ucapnya. Sebagaimana diketahui, MoU Common Guideline merupakan kesepakatan aparat penegak hukum di bidang maritim antara Indonesia dan Malaysia yang di antaranya menyepakati langkah-langkah penanganan terhadap nelayan kedua negara yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah batas maritim yang masih dalam sengketa. MoU tersebut merupakan kerangka hukum yang membuat upaya persuasif dapat dilakukan oleh Ditjen PSDKP dengan mengedepankan prinsip saling menghormati kedua negara. Saat ini, kata Nilanto, ke-15 nelayan tersebut telah diserahterimakan kepada Kepala Pangkalan PSDKP Batam dan sudah kembali bekerja. “Penjemputan kami laksanakan dengan Kapal Pengawas Hiu Macan Tutul 02, ini menjadi hal yang penting bagi kami sebagai bentuk langkah nyata kehadiran KKP untuk selalu melindungi nelayan dan masyarakat kelautan perikanan,” jelas Nilanto. KM Abadi Indah merupakan kapal perikanan Indonesia yang ditangkap oleh APMM pada 5 Januari 2020. Kapal yang mengoperasikan alat penangkapan ikan jala jatuh berkapal (cast net) kapal tersebut oleh pihak Malaysia ditangkap atas dugaan melakukan penangkapan sotong secara ilegal di wilayah perairan Malaysia. Nakhoda KM Abadi Indah, Gonardi dalam kesempatan tersebut menyampaikan apresiasi dan rasa terima kasih kepada Ditjen PSDKP-KKP yang telah memberikan perhatian yang luar biasa terhadap kasus yang membelit KM Abadi Indah dan semua awak kapalnya tersebut. Dia menyampaikan bahwa kehadiran aparat Indonesia yang telah memberikan perlindungan kepada nelayan di laut telah memberikan rasa aman, apalagi pada saat terjadi proses penangkapan oleh aparat penegak hukum negara lain seperti yang dia alami dengan empat belas awak kapal lainnya. “Saya mewakili semua awak kapal dan keluarga, mengucapkan terima kasih kepada Ditjen PSDKP-KKP yang sudah membantu proses pembebasan kami sehingga kami bisa kembali ke Indonesia dan tidak diproses hukum di Malaysia,” ungkap Gonardi. Ditjen PSDKP-KKP memastikan bahwa kehadiran kapal-kapal pengawas akan memberikan perlindungan kepada nelayan sekaligus melakukan upaya pembinaan dan penyadartahuan terhadap nelayan-nelayan Indonesia, termasuk KM. Abadi Indah ini. “Kami memberikan sanksi peringatan, ini sebagai bentuk tanggung jawab kita sebagai negara bendera (flag state responsibility),” tegas Nilanto. Selama 2019, Ditjen PSDKP-KKP telah memulangkan 127 nelayan Indonesia yang tertangkap di berbagai negara di antaranya Malaysia, Timor Leste, Myanmar, Thailand, Australia dan India. (jwn5/ant)

Bukan Ditenggelamkan, Menteri Edhy Nyatakan Kapal Pencuri Ikan Bisa Dimanfaatkan Nelayan

JAKARTA, Jowonews.com – Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyatakan bahwa kapal pencuri ikan yang ditangkap di berbagai kawasan perairan nasional dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan termasuk untuk nelayan di Tanah Air. Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam siaran pers Kementerian Kelautan dan Perikanan yang diterima di Jakarta, Jumat, menyatakan kapal-kapal hasil tangkapan yang sudah memiliki ketetapan hukum dapat diberikan kepada nelayan serta dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan. Berdasarkan data, KKP pada era kepemimpinan Edhy Prabowo hingga Desember 2019, berhasil menangkap tujuh kapal nelayan asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia. “Kapal ini akan diserahkan ke Kejaksaan. Karena banyak sekali kampus-kampus ini punya jurusan perikanan, kenapa nggak saya serahkan ke sana. Atau misalnya nanti kita serahkan ke koperasi nelayan. Kan bisa,” ungkap Edhy. Edhy Prabowo memastikan pula bahwa kapal-kapal hasil tangkapan itu akan diberikan kepada pihak-pihak yang tepat. Pengawasan akan terus dilakukan untuk memastikan pemberian kapal tepat sasaran dan dikelola dengan benar. Sebanyak tujuh kapal ikan asing ilegal yang telah dilumpuhkan itu terdiri dari satu kapal berbendera Malaysia, tiga kapal berbendera Filipina dan tiga kapal berbendera Vietnam. Jumlah itu, ujar dia, mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya pada periode yang sama yaitu antara Oktober-Desember yang hanya menangkap tiga kapal ikan asing ilegal. “Sampai saat ini KKP di era saya sudah tangkap tujuh kapal dengan tiga kejadian. Pertama di Bitung, lalu Selat Malaka, dan ketiga hari ini. Ini semua terjadi karena kerja sama di lapangan dengan masyarakat yang spontan memberikan masukan,” ucapnya. Sebelumnya, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, Abdul Halim menyatakan solusi untuk mengatasi masuknya kapal ikan asing di kawasan perairan nasional adalah meningkatkan anggaran pengawasan hingga penguatan sinergi antarlembaga terkait. “Peningkatan anggaran, kuantitas dan kualitas SDM, armada pengawasan dan sinergi kelembagaan,” kata Abdul Halim kepada Antara ketika ditanyakan mengenai solusi permasalahan kapal ikan asing di Jakarta, Selasa (31/12). Halim mengingatkan bahwa pada saat ini terjadi penurunan anggaran PSDKP di Ditjen PSDKP KKP antara tahun 2018-2019, yang berimbas kepada menurunnya jumlah hari pemantauan di laut, dari 145 hari menjadi 84 hari. Ia menegaskan pentingnya penguatan sinergi antara lain dengan memperbaiki tingkat perencanaan pengawasan di laut, mulai dari analisa ancaman di setiap WPP-NRI, mekanisme penanganan yang diperlukan, dan kebutuhan ideal anggarannya. “Sinergikan anggaran di antara kementerian/lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan pengawasan di laut,” katanya. Abdul Halim mengungkapkan Vietnam sudah sejak lama “memanfaatkan” sumber daya laut di perairan Indonesia, terlebih di saat pengawasan di laut kita kendor. (jwn5/ant)

Mahfud Klaim Banyak Nelayan Se-Nusantara Siap Ramaikan Perairan Natuna

JAKARTA, Jowonews.com – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyebutkan nelayan se-Nusantara siap berlayar mencari ikan meramaikan perairan Natuna, Kepulauan Riau. “Nelayan yang sudah daftar sudah banyak juga. Kita mencari juga kapal-kapal lain di seluruh Nusantara. Banyak, nih, ternyata,” kata Mahfud MD di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa. Mahfud tidak menyebutkan jumlah nelayan yang bersiap berlayar ke perairan Natuna. Akan tetapi, dia menyebut ada yang berasal dari Makassar, Maluku, dan Papua. “Mereka dengar pada kirim pesan ke sini, ‘kami akan bergabung untuk meramaikan Natuna’. Banyak dari Makassar, Irian, Maluku, semuanya sudah jadi, baguslah. Sudah banyak, nih, dari pantura saja sudah siap berangkat ” katanya. Saat ini, kata dia, tengah mempersiapkan kesiapan sarana prasarana nelayan selama melaut di perairan Natuna, mulai ketersediaan bahan bakar hingga fasilitas penampungan ikan. “Kita sekarang lagi mempersiapkan, misalnya bagaimana penyediaan minyak, bagaimana penampungan ikan di sana. Kalau ambil ikan di sana, terus pulang dahulu, ‘kan nanti lama,” kata Mahfud. Ia mengatakan bahwa pengusaha-pengusaha yang siap menampung ikan di sana juga sedang disiapkan, dan banyak juga yang sudah daftar. Menurut dia, nelayan-nelayan yang akan berangkat melaut ke Natuna juga akan dikoordinasi dan terorganisasi oleh lembaga dan instansi terkait. “Kalau di laut itu pengamanannya sudah ada Bakamla (Badan Keamanan Laut), Angkatan Laut, KKP, Polair, ‘kan banyak, tuh. Ya, ndak apa-apa biar saja jalan dahulu,” kata Mahfud. (jwn5/ant)

Cuaca Ekstrem, Nelayan Cilacap Diimbau Tak Melaut

CILACAP, Jowonews.com – Dewan Pengurus Cabang Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Kabupaten Cilacap mengimbau seluruh nelayan untuk tidak melaut karena sedang berlangsung cuaca ekstrem yang dikhawatirkan bisa meningkatkan resiko keselamatan.  “Seiring dengan adanya cuaca ekstrem seperti sekarang ini, nelayan yang menggunakan kapal berukuran kecil di bawah 30 GT (Gross Tonage) maupun kapal besar di atas 30 GT, kami imbau untuk tidak melaut dulu,” kata kata Ketua DPC HNSI Kabupaten Cilacap Sarjono di Cilacap, Jawa Tengah, Selasa. Sementara bagi nelayan yang sudah terlanjur berangkat melaut dengan menggunakan kapal besar, kata dia, diimbau untuk mencari tempat berlindung dari ancaman gelombang tinggi maupun badai. Dia mengakui jika hingga saat ini ada ratusan kapal nelayan asal Cilacap yang sudah terlanjur berangkat melaut untuk mencari ikan di laut lepas. “Sebagian besar kapal-kapal itu mencari ikan di Samudra Hindia selatan Jawa, Samudra Hindia barat Sumatra, dan ada berapa di sekitar Kalimantan,” jelasnya. Menurut dia, nahkoda kapal-kapal tersebut saling berkomunikasi melalui pesawat radio guna menginformasikan kondisi cuaca di daerah tangkapan masing-masing. Dengan demikian ketika terjadi cuaca buruk, kata dia, nahkoda kapal yang berada di daerah itu akan segera mencari tempat berlindung untuk kapalnya sembari menginformasikan ke kapal lainnya agar tidak menuju wilayah tersebut. “Saat ini sebenarnya merupakan masa istirahat bagi nelayan karena sedang berlangsung musim angin barat sehingga sering terjadi gelombang tinggi secara tiba-tiba sehingga sangat berbahaya bagi kapal nelayan. Kondisi seperti ini biasanya berlangsung selama tiga hingga empat bulan,” kata Sarjono. Oleh karena itu, dia mengimbau nelayan untuk memanfaatkan waktu selama tidak melaut dengan memperbaiki alat tangkap maupun kapalnya agar siap digunakan ketika kondisi cuaca kembali bersahabat. (jwn5/ant)

Anni Siap Kerahkan 500 Kapal Besar Nelayan Amankan Perairan Natuna

SEMARANG, Jowonews.com – Aliansi Nelayan Indonesia (Anni) menyatakan siap mengerahkan sekitar 500 kapal besar nelayan untuk mencari ikan sekaligus ikut membantu TNI dalam pengamanan perairan Natuna. “Ada hampir 500 kapal nelayan berukuran besar, di atas 100 GT yang siap masuk ke Natuna melakukan penangkapan ikan sekaligus menjadi mata-mata negara dalam rangka mengamankan batas teritorial NKRI,” kata Ketua Umum Anni, Riyono, dalam keterangan tertulis yang diterima di Semarang, Senin. Ia menegaskan bahwa kedaulatan laut merupakan harga mati bagi bangsa Indonesia sehingga para aktivis kelautan dan nelayan Indonesia siap ke Natuna untuk membantu TNI menjaga kedaulatan NKRI. Situasi perairan Natuna saat ini, menurut dia, memanas menyusul pengawasan armada Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang mengawal kapal nelayan mereka ketika mencari ikan di perairan Natuna yang keberadaannya diakui oleh PBB masuk dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Protes pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri kepada RRT sampai saat ini belum mampu menghentikan aktivitas kapal Tiongkok di Natuna. RRT masih membiarkan kapal-kapal pencari ikan beserta kapal pengawasnya berada di kawasan itu. Menurut Riyono, aktivitas kapal-kapal nelayan dan kapal pengawas RRT di perairan Natuna tersebut sama saja memprovokasi Indonesia. Selain provokasi yang bisa menyulut implikasi politik dan ekonomi, menurut informasi Riyono, pelanggaran batas teritorial tersebut ternyata juga diikuti dengan ulah nelayan Tiongkok yang memakai pukat harimau, sesuatu yang dilarang di Indonesia. “Ini menambah runyam masalah sengketa,” kata Riyono yang juga politikus PKS tersebut. Anni mendukung langkah pemerintah melayangkan protes keras kepada RRT. Anni juga mendukung aksi TNI yang melakukan patroli sekaligus memberi ancaman terhadap nelayan dan kapal RRT yang memasuki wilayah Natuna. “Kami akan menggalang kekuatan nelayan Indonesia seperti HNSI, KTNA, dan organisasi nelayan lokal untuk bekerja sama dengan aparat keamanan dalam bentuk pengerahan kapal-kapal besar nelayan ke Natuna. Nelayan juga akan demo ke Kedubes RRT,” kata Riyono Ia menyatakan pada hari Senin (6/1) nelayan Indoinesia berdialog dengan Menkopolhukam Mahfud MD. “Prinsipnya, nelayan siap membantu pemerintah, 500 kapal siap menuju Natuna,” kata Suyoto, Koordinator Dialog dengan Menkopolhukam, seperti dikutip Riyono. (jwn5/ant)