Jowonews

Ganjar: Jakob Oetama Saksi Hidup Perubahan Besar Indonesia

SEMARANG, Jowonews- Mendiang Jakob Oetama sebagai tokoh media yang menjadi saksi hidup perubahan besar bangsa Indonesia, kata Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. “Saya turut berduka cita atas meninggalnya Pak Jakob Oetama. Beliau tokoh media yang berada pada sekian zaman, serta menjadi saksi hidup perubahan besar di Indonesia,” katanya di Semarang, Rabu. Kendati jarang bertemu dengan Jakob Oetama,  ia mengaku mempunyai kenangan yang membekas di benaknya. Ganjar teringat saat awal ikut aktif di PDI Perjuangan. Dirinya diminta menjemput Jakob Oetama untuk menghadiri acara diklat partai. Meski tidak kenal, ternyata Jakob Oetama sangat ramah pada dirinya. “Saya terkesan betul saat itu. Saya itu siapa, masih muda dan ‘cah ora cetho’, tapi Pak Jakob begitu ramah. Dia ajak ngobrol lama, minta ditemani terus selama acara. Beliau orangnya rendah hati, sangat intelek dan kebapakan, dengan anak-anak muda seperti saya waktu itu sangat senang berbagi pengalaman,” ujarnya sebagaimana dilansir Antara. Perjuangan Jakob Oetama, lanjut Ganjar, juga patut diteladani karena dengan medianya yang menjadi “leading” dan terpercaya di Indonesia, mendiang tetap mengedepankan idealismenya. “Sikap yang tidak gampang untuk diikuti oleh jurnalis zaman sekarang. Beliau bisa dijadikan contoh, bagaimana menjadi seorang jurnalis, bekerja di media dengan idealismenya yang tinggi. Tentu, saya sangat berduka cita atas meninggalnya Pak Jakob,” katanya. Pendiri Kompas Gramedia sekaligus Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama tutup usia pada Rabu (9/9), pukul 13.05 WIB di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading Jakarta dalam usia 88 tahun. Almarhum disemayamkan di Kantor Kompas Gramedia Palmerah Selatan dan akan dihantarkan menuju tempat peristirahatan terakhir di Taman Makam Pahlawan Kalibata pada Kamis (10/9).

Pendiri Kompas Jakob Oetama Tutup Usia

JAKARTA, Jowonews- Pendiri Kompas Gramedia sekaligus Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama tutup usia pada Rabu (9/9). Almarhum meninggal dunia dengan tenang di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading pada pukul 13:05 WIB dalam usia 88 tahun. Jakob Oetama adalah jurnalis senior dan tokoh pers nasional. Ia lahir pada 27 September 1931 di Desa Jowahan, Borobudur, Jawa Tengah. Saat belia cita-citanya adalah menjadi guru seperti ayahnya. Ia sempat mengajar di SMP Mardi Yuwana Cipanas, Sekolah Guru Bagian B(SGB) Lenteng Agung Jagakarsa, dan SMP Van Lith Jakarta. Minat Jakob Oetama menulis tumbuh berkat belajar Ilmu Sejarah.Karier alumni Perguruan TinggiPublisistik Jakarta dan Jurusan Ilmu Komunikasi Massa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah di dunia jurnalistik itu bermula dari pekerjaan barunya sebagai redaktur majalah Penabur Jakarta. Pada 1963, bersama rekan terbaiknya, Almarhum Petrus Kanisius Ojong(P.K. Ojong), Jakob Oetama menerbitkan majalah Intisari yang menjadi cikal-bakal Kompas Gramedia. Kepekaannya pada masalah manusia dan kemanusiaanlah yang kemudian menjadi spiritualitas Harian Kompas, yang terbit pertama kali pada 1965. Hingga lebih dari setengah abad kemudian Kompas Gramedia berkembang menjadi bisnis multi-industri, Jakob Oetama tidakpernah melepas identitas dirinya sebagai seorang wartawan. Baginya, “Wartawan adalah Profesi, tetapi Pengusaha karena Keberuntungan.” Semasa hidup, Jakob Oetama dikenal sebagai sosok sederhana yang selalu mengutamakan kejujuran, integritas, rasa syukur, dan humanisme. Di mata karyawan, ia dipandang sebagai pimpinan yang ‘nguwongke’ dan tidak pernah menonjolkan status atau kedudukannya. Almarhum berpegang teguh pada nilai Humanisme Transendental yang ditanamkannya sebagai fondasi Kompas Gramedia. Idealisme dan falsafah hidupnya telah diterapkan dalam setiap sayap bisnisKompas Gramedia yang mengarah pada satu tujuan utama, yaitu mencerdaskan kehidupan Bangsa Indonesia. “Bapak Jakob Oetama adalah legenda, jurnalis sejati yang tidak hanya meninggalkan nama baik, tetapi juga kebanggaan serta nilai-nilai kehidupan bagi Kompas Gramedia. Beliau sekaligus teladan dalam profesi wartawan yang turut mengukir sejarah jurnalistik bangsa Indonesia.Walaupun kini beliau telah tiada, nilai dan idealismenya akan tetap hidup dan abadi selamanya,” kata Corporate Communication Director Kompas Gramedia Rusdi Amral dalam keterangan persnya, Rabyu (9/9).

Mantan Pelatih Timnas Indonesia Alfred Riedl Tutup Usia

JAKARTA, Jowonews- Mantan pelatih Timnas Indonesia Alfred Riedl tutup usia di kampung halamannya, Austria, pada Senin malam waktu setempat (Selasa WIB). Riedl meninggal dunia pada usia 70 tahun. Ketika menhembuskan nafas terakhir, Riedl didampingi oleh istrinya, Jola, lapor laman berita Austria Kurier, sebagaimana dilansir Antara. Asisten Riedl saat mengarsiteki timnas Indonesia, Wolfgang Pikal, mengonfirmasi kabar mengenai meninggalnya Riedl. “RIP coach Alfred, my friend and mentor, thank you for your friendship and all the ilmu, knowledge, and experience you share with me… GBU salam Pikal Wolfgang,” demikian pesan yang dikirimkan Pikal saat diminta konfirmasi dari Jakarta, Selasa. Riedl tercatat tiga kali menjadi pelatih timnas Indonesia. Pertama pada 2010, berikutnya pada pada 2013, dan terakhir pada 2016. Sayangnya dari ketiga masa kepemimpinannya itu, tim Garuda masih belum dapat mengakhiri puasa gelar Raihan prestasi terbaiknya adalah runner up Piala AFF pada 2010 dan 2016. Sebelum berlabuh di Indonesia, Riedl telah mengecap banyak asam garam sepak bola di Eropa, baik sebagai pemain maupun pelatih. Media Austria bahkan mengatakan Riedl mendapat banyak penghormatan saat bermain di Liga Belgia pada 1970-an. Ketika ia yang berposisi sebagai penyerang juga sempat menduduki peringkat ketiga pencetak gol terbanyak di level klub Eropa. Setelah pensiun sebagai pesepak bola pada 1985, Riedl kemudian beralih peran sebagai juru taktik. Awalnya ia melatih klub Austria Wiener Sport-Club untuk kemudian diserahi tanggung jawab melatih timnas Austria. Riedl tercatat pernah melatih enam tim nasional termasuk Indonesia dan Austria. Ia pernah menjadi arsitek timnas Liechtensten, Vietnam, Palestina, Laos. Meski belum pernah mengantarkan negara-negara itu meraih prestasi tertinggi, nama Riedl cukup harum di Asia. Selain Indonesia, Vietnam mungkin juga menjadi salah satu negara yang paling memberi kesan untuk Riedl. Pasalnya 13 tahun silam ia mendapat ginjal hasil donor dari salah seorang penggemarnya. Duka Pemain Ucapan duka mengalir dari beberapa mantan pemain yang pernah diasuh Alfred Riedl dalam tim nasional Indonesia. Salah satunya dari Evan Dimas Darmono yang pernah masuk tim dibawah Alfred Riedl untuk Piala AFF tahun 2014 dan 2016. “Memang kita sudah lama enggak dengar berita beliau. Terus sekarang tiba-tiba ada kabar meninggal,” tutur Evan. “Semoga amal beliau di dunia diterima di sisi Tuhan dan semoga keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan,” sambungnya, sebagaimana dikutip Jowonews dari laman PSSI. Alfred Riedl juga merupakan sosok penting dalam karier Abduh Lestaluhu di level Timnas Indonesia. Abduh diberikan kesempatan debut oleh pria Austria pada 2016. Debut Abduh bersama Timnas Indonesia dimulai pada 6 September 2016. “Saya turut berduka cita atas kepergian Coach Alfred Riedl, saya sangat-sangat merasa kehilangan, karena beliau pelatih yang sangat-sangat berjasa dalam puncak karier saya,” kenang Abduh. “Di tangan beliau saya dapat merasakan debut manis bersama Timnas Indonesia senior melawan Malaysia pada 2016 silam. Beliau pelatih yang baik, disiplin, dan pekerja keras. Saya berdoa semoga coach Alfred mendapatkan tempat yang baik,” ujarnya menambahkan.