Jowonews

BPOM Nyatakan Vaksin Sinovac Aman

JAKARTA, Jowonews- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan bahwa vaksin cukup aman. Hal ini setelah lembaga tersebut melakukan uji klinis terhadap vaksin Sinovac dan sudah memperoleh dua data setelah 2 bulan penyuntikan vaksin. yakni data immunogenitas dan efikasi. “Dari data keamanan, vaksin ini sudah cukup aman. Tidak ada kejadian efek samping serius yang dilaporkan berkaitan dengan penggunaan vaksin ini,” kata Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari BPOM Lucia Rizka Andalusia, dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Selasa (5/1). Ia menjelaskan bahwa immunogenitas-nya juga sudah menunjukkan tingkat pembentukan antibodi yang bagus responsnya dalam tubuh Hal tersebut disampaikannya dalam Alinea Forum bertajuk Kehalalan & Keamanan Vaksin Covid-19, Selasa. Dengan data itu bisa menepis keraguan masyarakat dalam menerima vaksin. Saat ini, kata dia, BPOM masih menunggu sejumlah data uji klinis lainnya. Lucia menyebutkan ada beberapa keuntungan yang diperoleh Indonesia dengan melakukan uji klinis, yakni mempunyai data uji klinis dan data pengalaman penggunaan di Indonesia. Kendati demikian, BPOM membuka peluang memakai data hasil uji klinis sejumlah vaksin Covid-19 dari negara lain guna mempercepat program vaksinasi di Indonesia. Asalkan syaratnya memiliki protokol uji klinis yang sama dengan Indonesia. Menurut dia, sebenarnya tidak ada kewajiban melakukan uji klinis di dalam negeri sebelum menggunakan vaksin, apalagi bila ada negara tetangga yang sudah melakukan uji klinis sebelumnya. Bahkan, kata dia, ada beberapa jenis vaksin yang telah digunakan di Indonesia, tanpa melalui uji klinis di Indonesia. “Ingat, sudah banyak vaksin sebelum pandemi Covid-19, dan hanya sedikit yang melakukan uji klinis di Indonesia,” katanya sebagaimana dilansir Antara. Ia mengatakan bahwa vaksin influenza dan vaksin polio uji klinisnya tidak di Indonesia. Meski diproduksi di Bio Farma, uji klinisnya tidak dilakukan di Indonesia dan secara regulasi memungkinkan. Kehalalan Vaksin Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Muti Arintawati mengaku belum bisa menegaskan kehalalan vaksin Sinovac untuk menangkal Covid-19 karena masih ada informasi yang perlu dilengkapi. Muti tidak membeberkan secara detail informasi yang dimaksud. Hanya kuantitasnya terbilang sedikit karena proses audit sudah rampung. “Masih ada sedikit informasi yang harus dilengkapi sehingga tentunya kami tidak bisa kemudian memberikan kesimpulan. Kesimpulan halal tidaknya juga tidak ada di LPPOM, tetapi di Komisi Fatwa (MUI),” ujarnya. LPPOM MUI memastikan tidak pasif dalam menerima informasi vaksin, tetapi secara intensif melakukan kajian yang dikerjakan auditor LPPOM MUI, seperti literatur, jurnal, dan keterangan pakar mengenai bahan baku vaksin juga digali. “Kalau semua informasi sudah lengkap, MUI tetap menunggu keputusan dari BPOM tentang safety, tentang thoyyib tadi untuk memutuskan, kemudian apakah bisa dikeluarkan sertifikat halal atau tidak,” katanya. Sementara itu, Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) memutuskan membolehkan penggunaan vaksin Covid-19 buatan Sinovac meskipun belum mengetahui kandungan zat pada bahan pokok pembuatan vaksin tersebut. “Statemen Kiai Wapres (Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin) menjadi pertimbangan kami untuk tidak melanjutkan pembahasan halal dan haramnya,” kata Sekretaris LBM PBNU Sarmidi Husna. Sarmidi berpandangan bahwa pernyataan Ma’ruf berlandaskan atas kegentingan situasi kehidupan akibat dampak Covid-19 sehingga penggunaan vaksin tidak berlabel halal dapat digunakan oleh umat Islam.

Gubernur: Terkait Vaksinasi, Jangan Percaya Hoaks

SEMARANG, Jowonews- Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengimbau masyarakat agar mewaspadai maraknya berita bohong atau hoaks terkait dengan vaksinasi untuk menanggulangi pandemi Covid-19. “Terkait dengan vaksinasi, sudah ikuti saja ketentuan dari pemerintah, jangan percaya dengan hoaks,” katanya di Semarang, Senin (4/1). Ganjar menjelaskan bahwa tidak semua masyarakat bisa langsung mendapatkan vaksin Covid-19. Karena sudah ada urutan-urutan serta prioritas penerima vaksin bagi tenaga kesehatan. “Tidak setiap orang hari ini bisa divaksin karena itu untuk pelayanan tenaga medis lebih dulu prioritasnya. Yang kedua itu ada batasan umurnya juga sehingga ini tidak serta merta karena jumlah di awalnya masih terbatas,” ujarnya sebagaimana dilansir Antara. Berdasarkan hal tersebut, Ganjar kembali menegaskan agar masyarakat tidak percaya hoaks. Jika menemukan ajakan-ajakan atau berita meragukan agar melakukan pengecekan kepada pemerintah. Saat ini, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menyiapkan pelaksanaan vaksinasi secara bertahap ke masyarakat di 35 kabupaten/kota. Proses vaksinasi akan dilakukan pada 14 Januari 2021 dengan target penerima pertama adalah tenaga kesehatan dan personil penunjang di seluruh fasilitas kesehatan yang menjadi garda terdepan penanganan pandemi Covid-19.

Ribuan Nakes Boyolali akan Divaksin Covid-19 22 Januari

BOYOLALI, Jowonews- Ribuan tenaga kesehatan di Boyolali akan divaksin tahap pertama pada minggu ketiga atau tanggal 22 Januari 2021. “Pendistribusian vaksin Covid-19 dilakukan minggu kedua dan pelaksanaan vaksinasi diperkirakan minggu ketiga, tanggal 22 Januari ini,” kata kepala Dinkes Boyolali dokter Ratri S. Survivalina, di Boyolali, Senin (4/1). Menurut Ratri S. Survivalina pada pendistribusian vaksin Covid-19 tahap awal diprioritaskan program vaksinasi menyasar kepada tenaga kesehatan. Oleh karena itu, Dinkes Boyolali telah menyiapkan jumlah tenaga kesehatan yang bakal divaksinasi, termasuk fasilitas kesehatan (faskes) yang akan ikut melayani imunisasi. Ratri mengatakan pelaksanaan vaksinasi di Boyolali jika tidak ada kendala bakal dimulai minggu ketiga Januari ini, bersama dengan tujuh daerah provinsi prioritas lainnya di Indonesia. Jumlah tenaga kesehatan di Boyolali yang akan menerima vaksin sebanyak 4.423 orang, sedangkan faskes yang ikut terlibat dalam kegiatan  itu ada 50 unit. Awalnya 52 faskes yang siap, tetapi dua faskes mengundurkan diri untuk mengikuti program vaksinasi. “Kami sudah mengirim data jumlah tenaga kesehatan di Boyolali ke Kementerian Kesehatan untuk menerima alokasi vaksin COVID-19. Karena seorang tenaga kesehatan membutuhkan vaksinasi dua kali, maka alokasi vaksin untuk Boyolali sebanyak 8.846 dosis,” katanya sebagaimana dilansir Antara. Menurut Ratri, program vaksinasi dengan prioritas tenaga kesehatan tersebut dilakukan menyeluruh, baik tenaga kesehatan yang bekerja di fasilitas kesehatan milik pemerintah maupun di swasta. “Tenaga kesehatan yang tidak melakukan kontak langsung dengan pasien Covid-19 juga bakal menerima vaksin,” katanya. Ratri berharap program vaksinasi tersebut akan berjalan lancar dan diharapkan pendemi Covid-19 di Boyolali serta di Indonesia segera berakhir. Berdasarkan perkembangan data COVID-19 di Dinkes Boyolali hingga Ahad (3/1) menyebutkan bertambah 66 pasien, sehingga secara kumultif menjadi 3.352 orang. Pasien Covid-19 yang masih dirawat di rumah sakit sebanyak 129 orang, isolasi mandiri 353 orang, sedangkan yang dinyatakan sembuh 2.768 orang, dan meninggal dunia 102 orang. “Jumlah warga yang sudah dinyatakan sembuh sebanyak 2.768 orang atau sekitar 82,6 persen, sedangkan meninggal dunia 102 orang atau 3 persen,” kata Ratri. 

Jateng Vaksinasi Covid-19 Mulai 14 Januari

SEMARANG, Jowonews- Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bersiap melaksanakan vaksinasi Covid-19 setelah Senin dinihari tadi mulai menerima pasokan vaksinnya. “Alhamdulillah sudah kita siapkan semuanya, termasuk nanti sistem distribusinya ke daerah sampai ke penerima,” kata Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat mengecek persediaan vaksin Covid-19 di Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah di Kawasan Industri Tambakaji, Kota Semarang, Senin (4/1). Ia menjelaskan bahwa vaksinasi rencananya dilaksanakan pada 14 Januari 2021 dengan target pertama tenaga kesehatan dan personel penunjang di seluruh fasilitas kesehatan yang menjadi garda terdepan dalam penanggulangan Covid-19. “Kami sudah menghitung total nakes (tenaga kesehatan) sebanyak 177.784 orang,” katanya sebagaimana dilansir Antara. Sasaran vaksinasi tahap kedua, menurut dia, sebanyak 1,1 juta orang yang meliputi petugas pelayanan publik seperti aparat TNI, Polri, Satuan Polisi Pamong Praja, guru, petugas bandara, petugas pelabuhan, petugas stasiun, tokoh agama, serta tokoh masyarakat. Ia menambahkan, sasaran vaksinasi tahap ketiga sebanyak 11,4 juta warga dalam kelompok rentan. Sedangkan target vaksinasi tahap keempat terdiri atas 6,04 juta anggota masyarakat umum serta kelompok masyarakat lain termasuk pelaku ekonomi sebanyak 4,5 juta. Gubernur juga mengemukakan bahwa pelaksanaan vaksinasi Covid-19 membutuhkan kehati-hatian, termasuk dalam hal penyimpanan dan pendistribusian vaksin. “Harus ada rantai dingin mulai dari sini sampai ke kabupaten/kota, puskesmas, bahkan sampai ke orangnya harus menggunakan tempat khusus. Ini enggak boleh putus agar vaksinnya tidak rusak,” katanya. “Kami sudah siapkan pengelolaan dengan hati-hati sambil menunggu jadwal-jadwal kedatangan (vaksin) berikutnya,” ia menambahkan. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sudah mendata sasaran vaksinasi di 35 kabupaten dan kota penerima pasokan vaksin. “Sudah ada tabelnya dari 35 kabupaten/kota penerima vaksin ini. Terbanyak kalau saya lihat di Kota Semarang, kemudian Solo dan Banyumas. Itu yang rata-rata jumlahnya di atas 10.000 dosis,” katanya. Sebanyak 62.560 dosis vaksin Covid-19 untuk Provinsi Jawa Tengah sudah tiba di Kota Semarang pada Senin pukul 03.00 WIB. Vaksin tersebut selanjutnya akan dikirim ke kabupaten/kota yang akan melaksanakan vaksinasi.

Puluhan Ribu Vaksin Covid-19 Tiba di Jateng

SEMARANG, Jowonews- -Sebanyak 62.560 vaksin Covid-19 buatan Sinovac yang dikirim dari Biofarma, Jawa Barat, tiba di Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Tambakaji, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, Senin (4/1) dini hari pukul 03.00 WIB. Puluhan ribu vaksin tersebut diangkut dengan truk boks berpendingin milik Kementerian Kesehatan. Armada tersebut mendapat pengawalan anggota Brimob Polri bersenjata lengkap yang mengendarai dua unit mobil lapis baja Barracuda. Beberapa saat setelah tiba di Gudang Farmasi Dinkes Jateng, vaksin yang dikemas dalam 32 karton itu langsung dipindahkan ke ruang pendingin dengan suhu tertentu. Kapolsek Ngaliyan Kompol R. Justinus mengatakan bahwa jajaran Polrestabes Semarang termasuk polsek yang dipimpinnya mendapat tugas mengamankan dan menjaga vaksin Covid-19 sebagai objek yang sangat berharga karena berkaitan dengan keselamatan ribuan nyawa manusia. “Adapun pendistribusian vaksin akan diatur dan ditata oleh jajaran Dinas Kesehatan,” katanya sebagaimana dilansir Antara. Sebelumnya, pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan mulai mendistribusikan vaksin Covid-19 secara bertahap ke 34 provinsi pada Ahad (3/1). Untuk Senin (4/1) 2021, Biofarma selaku distributor mengirimkan vaksin ke Provinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Bali, Kalimantan Utara, Sulawesi Barat, dan Papua. Jawa Timur dan Jawa Tengah menjadi provinsi dengan pengiriman dosis terbanyak dengan masing-masing 77.760 dan 62.560. Disusul selanjutnya dengan Lampung dengan 40.520, serta Sumatera Barat dengan 36.920. Untuk Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten, vaksin Covid-19 ini diharapkan tiba pada hari ini. Sedangkan untuk daerah lain ditargetkan tiba pada Selasa (5/1), kecuali Provinsi Sulawesi Barat yang dijadwalkan tiba paling lambat Kamis (7/1).

Masih Perlukah 3M Setelah Divaksin?

JAKARTA, Jowonews- Jika kita telah telah mendapatkan vaksin Covid-19 , masihkah perlu mengenakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak atau 3M? Jawabannya tetap perlu, setidaknya menurut Internis di University of Illinois School of Public Health, Jay Bhatt dan dokter di Massachusetts, Shazia Ahmed. Mereka sepakat protokol kesehatan (3M) menjadi alat utama untuk mencegah infeksi dan penularan virus. Mengenakan masker wajah misalnya, dapat mengurangi risiko infeksi hingga 70 persen. Mereka, seperti dikutip dari ABC News, Sabtu (26/12) mengungkapkan, mendapatkan vaksin mengajarkan tubuh cara berhasil melawan virus tanpa benar-benar sakit. Hal ini berbeda dengan langkah-langkah kesehatan masyarakat, yang mengandalkan pengurangan paparan virus. Jadi, untuk mengatasi pandemi secara efektif, semua orang harus mengurangi paparan virus dan mendukung kampanye vaksinasi, lansir Antara. Di sisi lain, ada alasan Anda perlu terus memakai masker (dan mempraktikkan pedoman keselamatan lain yang disarankan) selama dan setelah vaksinasi. Salah satunya vaksinasi tidak memberikan kekebalan instan. Vaksin Pfizer, BioNTech dan Moderna membutuhkan dua dosis yang diberikan dengan jarak dua minggu. Bergantung pada vaksinnya, perlu waktu empat hingga enam minggu sejak pemberian dosis awal untuk mencapai tingkat kekebalan dan perlindungan yang sebanding seperti dalam uji klinis. Selama waktu ini, Anda masih mungkin tertular infeksi dan jatuh sakit. Lebih lanjut, uji coba vaksin tidak melacak apakah peserta memakai masker. Mengingat kurangnya data, tidak jelas apakah kemanjuran vaksinasi ada hubungannya dengan peserta uji coba vaksin yang mengikuti langkah-langkah keamanan kesehatan masyarakat, seperti memakai masker. Alasan lainnya, ada kemungkinan penyedia layanan kesehatan tidak meniru uji klinis terkontrol. Faktor-faktor seperti bagaimana vaksin disimpan, diangkut, diberikan dapat menentukan keefektifan vaksin. Kekebalan Kelompok Selain itu, ambang batas kekebalan kelompok untuk Covid-19 tidak diketahui. Kekebalan kelompok terjadi ketika cukup banyak populasi yang terpapar virus, biasanya melalui vaksinasi, dan membatasi kemampuan virus untuk menyebar. Persentase penduduk yang membutuhkan imunisasi untuk mencapai kekebalan kelompok bervariasi menurut penyakit. Pada kasus campak misalnya, sebanyak 95 persen populasi perlu divaksinasi untuk membatasi penyebaran. Sementara untuk COVID-19, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) bahkan belum menetapkan ambang kekebalan kawanan. Hal lainnya yang menjadi pertimbangan, durasi kekebalan vaksin yang tidak diketahui. Badan Pengawasan Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) memerlukan median dua bulan data setelah penyelesaian rejimen vaksinasi. Kabar baiknya, sel memori sistem kekebalan tubuh yang mengidentifikasi infeksi dan meningkatkan respons kekebalan, bertahan lebih dari enam bulan pada pasien COVID-19 tertentu. Dari sisi penularan, saat ini belum ada kejelasan apakah vaksin mencegah penularan COVID-19. Dalam uji klinis mereka, baik Pfizer, BioNTech maupun Moderna, tidak melacak kasus infeksi tanpa gejala dengan COVID-19. Hal ini berarti kemampuan vaksin untuk menurunkan penularan tidak pernah dievaluasi. Penelitian selanjutnya perlu mengevaluasi apakah vaksinasi menurunkan penularan virus sebelum pihak medis dapat mengevaluasi kembali peran langkah-langkah kesehatan masyarakat. Vaksin yang dibuat, diuji dalam 10 bulan terakhir ini menawarkan tingkat kemanjuran lebih dari 94 persen. Sejauh ini, tidak ada kejadian buruk yang serius. Setiap individu yang memenuhi syarat perlu mendapatkan vaksin. Vaksinasi secara signifikan mengurangi risiko sakit, tetapi ini tidak menandakan berakhirnya tindakan kesehatan masyarakat seperti 3M. “Kita harus terus mengikuti langkah kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk mengurangi paparan virus corona seperti memakai masker, cuci tangan dan menjaga jaga jarak,” demikian kesimpulan Bhatt dan Ahmed.

Perlukah Vaksin Bagi Mantan Pasien Covid-19?

JAKARTA, Jowonews- Anda yang pernah terkena Covid-19, apakah masih perlu mendapatkan vaksin Covid-19? Walau Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) belum memberikan rekomendasi, namun, pakar kesehatan menyarankan Anda tetap memerlukannya. Asisten profesor kedokteran di Northwest University Feinberg School of Medicine, Chicago, Michelle Prickett mengatakan, salah satu alasannya, Anda masih bisa terkena Covid-19 lagi. “Pasien yang telah terinfeksi Covid-19 harus tetap mendapatkan vaksin. Kami tidak yakin infeksi sebelumnya akan menyebabkan kekebalan seumur hidup. Data saat ini menunjukkan infeksi sebelumnya dapat memberikan kekebalan selama sekitar enam bulan,” kata dia seperti dilansir Antara dari Livestrong, Sabtu (26/12). Meskipun tidak umum, tetapi para penyintas bisa terinfeksi kembali Covid-19. Satu laporan dalam jurnal The Lancet Infectious Diseases mengungkapkan, infeksi kedua pada seorang pemuda asal Nevada lebih buruk daripada yang pertama, membuatnya dirawat rumah sakit untuk mendapatkan oksigen. Profesor di departemen ilmu kesehatan, Virginia Tech, Lisa Lee mengatakan, Anda perlu tetap divaksin karena belum adanya kepastian tentang berapa lama kekebalan benar-benar bertahan. “Dalam hal keamanan, tidak menjadi masalah untuk divaksinasi (setelah sembuh dari Covid-19, dan itu pasti akan membantu mencegah seseorang terinfeksi lagi,” kata dia. Alasan lainnya Anda tetap harus divaksin, Anda dapat membantu menjaga orang lain tetap aman dari Covid-19. “Salah satu tujuan utama vaksinasi adalah untuk melindungi orang yang tidak bisa mendapatkan vaksin,” kata Lee. Jika cukup banyak orang yang divaksinasi, maka akan tercipta kekebalan kawanan yang merupakan perlindungan komunitas. “Jika kawanan tidak bisa tertular infeksi, mereka tidak bisa menularkannya kepada orang yang rentan. Pada dasarnya, kekebalan kawanan menciptakan semacam pelindung di sekitar mereka yang rentan, infeksi tidak dapat menembus dan mencapai mereka,” demikian tutur Lee.

Presiden Berharap Semua Mau Divaksin Covid-19

JAKARTA, Jowonews- Presiden Joko Widodo berharap agar seluruh masyarakat Indonesia mau untuk disuntik vaksin Covid-19. “Saya tanya sekali lagi siapa yang di sini mau divaksin? tadi kok gak mau? Saya harapkan semua mau, tidak ada yang menolak,” kata Presiden Joko Widodo di teras samping Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (18/12). Presiden Jokowi menyampaikan hal tersebut dalam acara “Pemberian Bantuan Modal Kerja (BMK)” kepada sekitar 30 orang pelaku usaha mikro dan kecil, masing-masing mendapat bantuan Rp2,4 juta. Awalnya saat Presiden Jokowi mengajukan pertanyaan apakah di antara yang hadir mau untuk divaksin tapi tidak ada yang mengangkat tangannya. “Yang hadir di sini ada yang ingin divaksin? Ada yang ingin disuntik vaksin? Mau gak ada yang mau? Bagaimana sih? Takut apa? Yang tidak mau divaksin ada? Ada di sini yang tidak mau divaksin?” tanya Presiden. Jawaban pertanyaan itu disambut diam dan wajah ragu para penerima bantuan modal kerja. “Saya sudah menyampaikan, saya yang nanti yang akan disuntik vaksin pertama kali. Di Indonesia ini saya yang akan divaksin pertama kali untuk menunjukkan divaksin itu tidak apa-apa sehingga kalau semua sudah divaksin artinya kita sudah kembali normal lagi,” ungkap Presiden sebagaimana dilansir Antara. Menurut Presiden, minimal 70 persen penduduk Indonesia dari total sekitar 260 juta penduduk harus divaksin Covid-19. “Bapak ibu bisa bayangin, yang akan divaksin itu minimal 70 persen dari penduduk Indonesia varus divaksin. Sudah kita hitung kemarin, 182 juta orang harus divaksin satu-satu, vaksin semua kaya anak kecil pas vaksinasi, kaya digigit semut lah tik, begitu saja sudah,” tambah Presiden. Dengan 182 juta orang yang harus divaksin, maka menurut Presiden Jokowi, memerlukan waktu yang lama. “Sehingga sekali lagi begitu besok divaksin, keadaan belum bisa langsung normal karena baru berapa yang baru divaksin butuh waktu untuk vaksin satu-satu,” ungkap Presiden. Angka 182 juta penduduk yang divaksin tersebut adalah untuk menciptakan kekebalan komunal. “Kenapa minimal harus 70 persen? Supaya terdapat yang namanya kekebalan komunal, ‘herd immunity’ kalau di sini bapak ibu ada di satu RT dan 70 persen sudah divaksin maka sudah aman karena yang 30 persen karena sudah dipagari oleh yang divaksin, itu namanya ‘herd immunity’,” tambah Presiden. Presiden pun mengulang kembali pertanyaan awalnya, apakah para pelaku usaha mikro dan kecil mau untuk divaksin, maka para peserta pun mengangkat tangannya meski hanya di depan dada. “Vaksin juga sudah diikuti oleh MUI, sudah diikuti Kementerian Agama sampai di pabriknya diikuti. Nanti dari MUI juga akan mengeluarkan mengenai kehalalan vaksin. Sekali lagi siapa di sini yang ingin divaksin tunjuk jari? Ada yang tidak tunjuk gak mau? mau semua,” kata Presiden. Presiden Jokowi pada 16 Desember 2020 lalu menyatakan pemerintah menggratiskan vaksin untuk seluruh masyarakat Indonesia sehingga tidak ada alasan bagi masyarakat untuk tidak mendapat vaksin. Sebanyak 1,2 juta dosis buatan perusahaan farmasi asal Tiongkok, Sinovac, juga telah tiba di bandara Soekarno-Hatta, Tangerang pada Minggu (6/12) sekitar pukul 21.25 WIB selanjutnya 1,8 juta dosis vaksin yang akan tiba di awal Januari 2021. Ada 6 jenis vaksin yang akan digunakan untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19 berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI No HK.01.07/Menkes/9860/2020 pada 3 Desember 2020. Keenam jenis vaksin tersebut adalah vaksin COVID-19 yang diproduksi oleh PT Bio Farma (Persero), AstraZeneca, China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm), Moderna, Pfizer Inc and BioNTech dan Sinovac Biotech Ltd. Pelaksanaan vaksinasi dengan enam jenis vaksin tersebut hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan izin edar atau persetujuan penggunaan pada masa darurat (emergency use authorization) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Menurut Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang juga Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan sasaran penerima vaksin Covid-19 adalah sebanyak 160 juta orang dengan vaksin yang harus disediakan adalah 320 juta dosis vaksin.