Jowonews

Sultan Trenggono, Raja Demak yang Berhasil Menghancurkan Portugis

Sultan Trenggono, Raja Demak yang Berhasil Menghancurkan Portugis

Sultan Trenggono ialah salah satu pemimpin Kerajaan Demak yang berhasil membawa Demak ke masa kejayaan. Sultan Trenggono mempunyai beberapa pencapaian, sampai berhasil melumpuhkan Portugis karena kecerdikan taktiknya. Kerajaan Demak ialah kerajaan Islam pertama di Jawa yang didirikan pada tahun 1478 M. Pada awal pemerintahannya, Kerajaan Demak telah dipimpin oleh Raden Patah lalu digantikan oleh Adipati Unus. Kemudian, pada tahun 1521 M Sultan Trenggono resmi diangkat menjadi pemimpin Demak. Dicatat dari buku berjudul ‘Sejarah SMA/MA Kls XI-IPS’ karya Ignas Kingkin Teja dan Tim, serta dari skripsi berjudul ‘Kepemimpinan Sultan Trenggana Di Kerajaan Demak 1521-1546 M Ditinjau dengan Konsep Kepemimpinan Jawa Hasta Brata’ yang disusun oleh Nurul Afifah dari Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Di bawah ini biografi Sultan Trenggono yang terperinci dengan pencapaian dan kisah keberhasilannya melumpuhkan Portugis. Biografi Sultan Trenggono Sultan Trenggono merupakan raja ketiga Kerajaan Demak. Ia adalah cucu dari Sunan Ampel atau Bong Swi Hoo atau Raden Rahmad dan juga anak dari Raden Patah dari istri pertamanya bernama Ratu Asyikah. Sultan Trenggono dilahirkan pada tahun 1483 M. Selain nama Trenggono, ia memiliki julukan lain, seperti Tung Ka Lo, Ki Mas Palembang, Pate Rodin Junior, dan Molana Trenggono. Ketika masih muda, Sultan Trenggono pernah menjabat sebagai jaksa dalam hukum Islam. Setelah menikah, ia memiliki enam anak, dua putra dan empat putri. Ia mendidik kedua putranya dalam strategi perang, sementara keempat putrinya ia menikahkan dengan para pewaris takhta raja. Sultan Trenggono naik tahta sebagai penguasa Kerajaan Demak pada usia 38 tahun menggantikan Adipati Unus. Ia memimpin selama 25 tahun dari tahun 1521-1546 M. Kepemimpinan Sultan Trenggono adalah masa keemasan Kerajaan Demak. Perjuangan Sultan Trenggono Prestasi yang telah dicapai Sultan Trenggono adalah berhasil mengislamkan hampir seluruh Pulau Jawa, memperluas wilayah kekuasaan, memperluas wilayah perdagangan dengan menaklukkan pelabuhan-pelabuhan perdagangan dan berhasil mengusir bangsa Portugis dari bumi Nusantara. Pada masa kepemimpinan Sultan Trenggono, Wali Songo juga berperan aktif untuk Kerajaan Demak. Wali Songo turut membantu dan memperlancar jalannya pemerintahan. Wali Songo menjabat sebagai penasihat para raja dan penyebar agama Islam. Selama menjadi penguasa di Kerajaan Demak, Sultan Trenggono telah menerapkan beberapa kebijakan. Dalam bidang politik, Sultan Trenggono menetapkan untuk melawan bangsa Portugis dan menjalankan hukum negara Islam. Dalam bidang militer, ia bekerja sama dengan wilayah-wilayah yang dikuasainya untuk melakukan ekspedisi bersama. Selain itu, ia juga mengadakan sayembara bagi rakyatnya yang ingin menjadi tentara Demak. Dalam bidang keagamaan, ia bersama Wali Songo melakukan penyebaran agama Islam ke seluruh Pulau Jawa. Sultan Trenggono memberikan kebebasan kepada Wali Songo untuk menyebarkan agama Islam.Dalam bidang perdagangan, ia memanfaatkan wilayah-wilayah yang strategis sebagai pelabuhan. Keberhasilan Menaklukkan Portugis Pada masa pemerintahan Sultan Trenggono, Portugis berniat mendirikan benteng dan kantor di Sunda Kelapa. Pada tahun 1522 Sultan Trenggono mengirimkan pasukan Demak yang dipimpin oleh Fatahillah untuk menaklukkan Sunda Kelapa dan mengusir Portugis. Serangan tersebut berhasil menghancurkan Portugis. Setelah Sunda Kelapa berhasil dikuasai, namanya diganti menjadi Jayakarta yang berarti kemenangan. Setelah jatuhnya Sunda Kelapa ke kekuasaan Demak, selanjutnya Sultan Trenggono berusaha memperluas wilayahnya ke timur. Maka beberapa wilayah pun ditundukkan. Ketika penyerbuan sampai di wilayah Pasuruan, Sultan Trenggono meninggal dalam pertempuran pada tahun 1546. Setelah Sultan Trenggono tiada, Kerajaan Demak menjadi kacau karena terjadi perang saudara. Pertentangan terjadi di antara keluarga raja antara Pangeran Prawoto dengan Arya Penangsang. Pertentangan berakhir setelah Arya Penangsang tewas dalam pertempuran melawan Pangeran Hadiwijaya. Akhirnya Kerajaan Demak dipindahkan ke pedalaman yang berpusat di Pajang, dekat Kartasura. Nah, itulah informasi mengenai biografi Sultan Trenggono, sosok Raja Demak yang berhasil menghancurkan Portugis. Semoga bermanfaat, Lur!

Biografi Sunan Ampel (1401-1481 M)

Biografi Sunan Ampel (1401-1481 M)

Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel) adalah putra Ibrahim Asmarakandi dengan Dewi Condrowulan. Selain Sunan Ampel, Ibrahim Asmarakandi juga memiliki putra bernama Ali Murtadho (Sunan Gresik). Sedangkan Abu Hurereh (Sunan Majagung) ialah kemenakan iparnya. Dalam perjalanan dakwah, awalnya Ibrahim Asmarakandi menyebarkan Islam sampai ke Champa. Nama Champa merupakan sebuah nama yang sering disebut dalam berbagai sumber sejarah tentang awal mula kedatangan Ibrahim Asmarakandi ke Jawa serta hubungannya dengan kerajaan Syiwo-Buddho Majapahit. Ibrahim Asmarakandi pernah bermukim di Champa, selama 13 tahun sejak 1379 M. Ibrahim Asmarakandi mengajak Raja Champa yang bernama Prabu Kiyan agar masuk Islam. Atas petunjuk Allah, Raja Champa pun bersedia masuk Islam. Raja Champa ini memiliki dua putri dan satu putra. Putri pertamanya kelak diambil sebagai permaisuri Prabu Brawijoyo V sebagaimana dalam mimpinya. Putra kedua yang bernama Dewi Condrowulan dinikahkan dengan Ibrahim Asmarakandi. Dari pernikahan dengan Dewi Condrowulan ini, Syekh Asmarakandi dikaruniai dua putra yaitu Raden Rahmat dan Raden Santri Ali. Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, tahun 1392 M Ibrahim Asmarakandi hijrah ke Pulau Jawa meninggalkankeluarganya. Raden Rahmat, putra Syekh Ibrahim Asmarakandi inilah yang kemudian dikenal sebagai Sunan Ampel. Baliau lahir di Campa diperkirakan tahun 1401 M dan wafat pada tahun 1478 M. Dengan demikian, masa kehidupan Sunan Ampel mencapai usia 77 tahun. Nama Ampel sendiri, diidentikan dengan nama tempat di mana beliau lama bermukim. Di daerah Ampel atau Ampel Dento, wilayah yang kini menjadi bagian dari Surabaya (Kota Wonokromo sekarang), Ibrahim Asmarakandi wafat tahun 1425 M. Beberapa versi menyatakan bahwa Sunan Ampel masuk ke pulau Jawa pada tahun 1443 M bersama Sayyid Ali Murtadho, adik beliau. Akan tetapi sebalum tahun 1440 M menuju Jawa. mereka singgah dulu di Palembang. Setelah 3 tahun di Palembang, kemudian melabuh ke Gresik. Dilanjutkan pergi ke Mojopahit menemui bibinya, seorang putri dari Champa, bernama Dworowati, yang dipersunting salah seorang raja Mojopahit beragama Hindu bergelar Prabu Sri Kerta Wijoyo. Sunan Ampel menikah dengan Dewi Condrowati alias Nyai Agung Manila binti Aryo Tejo, seorang Tumengguungan yang berkuasa di Tuban. Dari pernikahan ini memiliki lima anak, yaitu Siti Syariat, Siti Muthmainnah, Siti Hafsah, Raden Makhdum Ibrahim, (Sunan Mbonang), dan Raden Qasim (Sunan Drajat). Selain itu, Sunan Ampel juga menikah dengan Dewi Karimah, putri Ki Bung Kuning dan memiliki dua putri yaitu Dewi Murtasiah dan Dewi Murtasimah. Dewi Murtasimah kemudian dinikahkan dengan Sultan Fattah. Sunan Ampel dikenal sebagai salah seorang Wali yang berjuang menegakkan Islam. Jasanya sangat besar dalam menggelorakan dakwah dan jihad di tanah Jawa. Apabila Syekh Maulana Malik Ibrahim perintis jalan Islam di Jawa saat awal keruntuhan Mojopahit, maka Sunan Ampel adalah pelanjut cita-cita perjuangan Syekh Maulana Malik Ibrahim. Raden Rahmat (Sunan Ampel) menjadi Ketua Dewan Ulama dalam Wali Songo angkatan ke 2. Dari tangan beliaulah muncul kader-kader ulama dan para pemimpin Islam yang sangat tangguh. Di antaranya adalah Ainul Yaqin (Sunan Giri), Makhdum Ibrahim (Sunan Mbonang), Sultan Fattah (Raden Fattah), Ja’far Shodiq (Sunan Kudus) dan Maseh Munat (Sunan Drajat).Bahkan Maulana Ishaq yang merupakan ayah Sunan Giri pun sebagai anggota Wali Songo masih taat kepada beliau. Sunan Ampel datang dari negeri Champa. Beliau mendirikan pesantren di Ampel Dento (Suroboyo) untuk mempersiapkan para ulama, mubaligh, da’i, dan para pemimpin Islam. Beliau pula yang mencetuskan ide untuk mendirikan Kerajaan Islam Demak dengan memerintahkan Sultan Fattah hijrah ke Gelagahwangi. Sunan Ampel pula yang ikut berperan mendirikan Masjid Agung Demak. Ketika Kesultanan Demak hendak didirikan, Sunan Ampel turut membidani lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa itu. Ia pula yang menunjuk muridnya Raden Fattah, putra dari Prabu Brawijoyo V, Raja Mojopahit, untuk menjadi Adipati Anom Projo Demak Bintoro tahun1477 M.

Seri Walisongo: Biografi Syekh Maulana Ishaq, Guru Para Wali Di Tanah Jawa

Seri Walisongo: Biografi Syekh Maulana Ishaq, Guru Para Wali Di Tanah Jawa

Syekh Maulana Ishaq berasal dari Samaraqand, dekat Bukhara di Uzbekistan. Beliau sebagai ahli pengobatan. Maulana Ishaq datang di Jawa Timur pada 1404 M bersama dengan ayahnya, yaitu Maulana Malik Ibrahim. Maulana Ishaq pada awal datang di tanah Jawa menetap di Gresik. Setelah itu ditugaskan oleh Maulana Malik Ibrahim menuju kerajaan Syiwo-Buddho Blambangan untuk berdakwah di sana. Oleh karena pengaruhnya juga sampai daerah Pnarukan dan Pasuruan, selatan Ampel Dento, Suroboyo. Maulana Ishaq yang sering disebut-sebut sebagai ayah Sunan Giri menikah dengan Dewi Sekardadu, putri Adipati Blambangan. Prabu Menak Sembuyu. Belum lagi anak itu lahir, Maulana Ishaq sudah diusir karena Adipati Blambangan tidak suka gerakan dakwah Islam yang dilakukan menantunya itu. Oleh karena itu, Maulana Ishaq pindah ke Pasai. Ketidaksukaan penguasa Blambangan tehadap Islam ini kelak berlanjut dalam kancah perang terbuka masa Sultan Trenggono. Ketika berada di Pasai, beliau mengajarkan Islam sampai akhir hayatnya. Di antara murid-murid yang belajar kepada beliau adalah putranya sendiri, yaitu Ainul Yaqin (Sunan Giri), Makhdum Ibrahim (Sunan Mbonang) dan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Versi Lain Biografi Syekh Maulana Ishaq Meski Syekh Maulana Ishaq bukan anggota Wali Songo, namanya telah dikenal karena ia adalah ayah dari Sunan Giri alias Raden Paku. Dipercaya bahwa makam Syekh Maulana Ishaq terletak di Gresik, tidak jauh dari alun-alun, tepatnya di kompleks pemakaman Maulana Malik Ibrahim di desa Gapurosukolilo, Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik. Makam itu sering dikunjungi para peziarah. Namun ada juga yang meyakini bahwa makam Syech Maulana Ishaq berada di Desa Kemantren, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan. Menurut penelitian Fasih Ulum, mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, kedatangan Syekh Maulana Ishaq di Desa Kemantren terjadi dua kali. Pertama kali pada tahun 1443 M bertepatan dengan kelahiran putranya, Raden Paku. Kali kedua sekitar tahun 1473 M setelah ia kembali dari Pasai. Syekh Maulana Ishaq menetap di desa Kemantren dan menyebarkan agama Islam kepada masyarakat setempat dengan cara damai, sopan dan santun, tanpa menggunakan kekerasan dan juga sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat yang berlaku saat itu. . waktu. Dalam hal ini, metode dakwah yang digunakan oleh Syekh Maulana Ishaq adalah mengajak masyarakat untuk mengikuti Islam dengan bijak (dakwah bil-hikmah). Menggunakan metode dakwah bilhikmah berarti bijaksana, menggunakan akal yang mulia dan hati yang murni. Syekh Maulana Ishaq berdakwah dengan berbagai cara untuk menyebarkan agama Islam di desa Kemantren. Dalam bidang pendidikan, seperti yang dilakukan di kerajaan Blambangan dalam berdakwah, yaitu pendirian masjid. Syekh Maulana Ishaq dengan menyebarkan agama Islam di desa Kemantren juga membangun masjid. Pendirian masjid ini merupakan upaya dakwah pertama yang dilakukannya. Memang jalan ini sering dilakukan oleh para wali sebagai dasar penyebaran Islam. Masjid adalah tempat yang memiliki banyak fungsi. Masjid digunakan sebagai tempat shalat berjamaah, pengajian, acara keagamaan bahkan untuk tidur. Dalam hal ini masjid memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan umat Islam, khususnya dalam bidang pendidikan. Sebab, pada masa itu masjid juga digunakan sebagai pondok pesantren bagi santri atau pengikutnya. Di bidang pendidikan, Syekh Maulana Ishaq fokus pada masjid dan dalam pengajarannya, Syekh Maulana Ishaq mengajarkan hukum Islam, iman dan takwa, kehidupan sosial masyarakat dan ilmu tasawuf. Selain membangun masjid sebagai sarana pendidikan, Syekh Maulana Ishaq juga membangun Bayang Gambang. Bayang Gambang adalah sebuah bangunan yang digunakan sebagai tempat berdiskusi strategi sekaligus tempat untuk menanamkan ilmu agama kepada pemeluknya.

Seri Walisongo: Biografi Syekh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik (1404-1419 M)

Seri Walisongo: Biografi Syekh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik (1404-1419 M)

Maulana Malik Ibrahim rhm putra dari Syekh Jumadil Kubra (Maulana Akbar). Pada umumnya, silsilah Syekh Maulana Malik Ibrahim dianggap termasuk keturunan Rasulullah Saw. Meskipun masih terjadi perbedaan pendapat tentang urutan nama-nama garis silsilah keturunannya. Nama lain dari Maulana Malik Ibrahim adalah Kakek Bantal, Sunan Tandhes, Sunan Raja Wali, Wali Quthub, Mursyidul Auliya’ Wali Sanga, Sayyidul Auliya’ Wali Sanga, Sayyidul Auliya’Wali Sanga, Malana Maghribi, Syekh Maghribi, Sunan Maghribi, atau Sunan Gribig. Masa kedatangan Sunan Maulana Malik Ibrahim ke tanah Jawa tahun 1404 M bertepatan dengan masa kepemimpinan Khilafah Turki Utsmani, yaitu Sultan Muhammad I (1379-1421 M), putra Sultan Bayazid I. Dalam masa Sultan Bayazid I, di daerah Timur Tengah telah terjadi berbagai pertempuran. Selain Daulah Utsmani harus berhadapan dengan Salibis Eropa sebagai kelanjutan kelanjutan Perang Salib, juga serangan dari Timur Lenk yang menguasai Persia, termasuk Samarakand dan Uzbekistan. Oleh karena ditugaskan oleh Sultan Muhammad I, Syekh Maulana Malik Ibrahim datang ke Jawa berangkat langsung dari Turki. Beliau adalah seorang ahli irigasi dan tata negara. Beliau pernah ditugaskan ki Hindunistan untuk membangun irigasi di daerah itu pada pemerintahan kerajaan Moghul. Sedangkan bangsa Moghul dan Turki adalah satu rumpun yang pada waktu itu sama-sama menjadi penguasa Muslim yang terkenal. Tidak mengherankan jika Syekh Maulana Malik Ibrahim kemudian dikirim ke Jawa oleh Sultan Muhammad I, karena tidak diragukan kemampuan dan dedikasinya kepada negara dan pengembangan Islam. Di dalam Dokumen Kropak Ferrara disebut-sebut nama Syekh Ibrahim yang disegani ajaran dan fatwanya serta menjadi panutan para wali sesepuh, termasuk Raden Rahmat (Sunan Ampel). Kiranya Maulana Malik Ibrahim inilah yang dimaksud dengan Syekh Ibrahim tersebut. Menurut Walisana versi R. Tanoja bahwa Maulana Malik Ibrahim itulah mula-mula tetalering waliullah, yaitu nenek moyang pertama bagi wali-wali. Beliau datang ke Sembalo (Gresik) pertama kali pada tahun 1404 M dan wafat pada 10 April 1419 M. Dengan demikian, beliau hidup di Jawa selama 15 tahun. Maulana Malik Ibrahim lebih dikenal penduduk setempat sebagai Kakek Bantal. Maulana Malik Ibrahim memiliki tiga istri, yaitu : Siti Fathimah binti Ali Nurul Alam Maulana Israil (Raja Champa Dinasti Azmatkhan). Darinya memiliki dua putra yaitu Maulana Moqfaroh dan Syarifah Sarah. Selanjutnya Shafirah Sarah binti Maulana Malik Ibrahim dinikahkan dengan Sayyid Fadhal Ali Murtadha dan melahirkan dua putera, yaitu Haji Utsman (Sunan Manyuran) dan Utsman Haji (Sunan Ngudung). Selanjutnya Sayyid Utsman Haji (Sunan Ngudung) berputera Sayyid Ja’far Shadiq (Sunan Kudus). Siti Maryam binti Syekh Subakir. Darinya memiliki 4 putera, yaitu : Abdullah, Ibrahim, Abdul Ghafur, dan Ahmad. Wan Jamilah binti Ibrahim Zainuddin Al-Akbar Asmaraqandi. Darinya memiliki dua anak, yaitu Abbas dan Yusuf. Setelah menggelorakan dakwah Islam di Jawa bagian timur, pada tahun 1419 M, Syekh Maulana Malik Ibrahim disebut juga Sunan Gresik wafat. Makamnya pun terdapat di Desa Gapura Wetan, Gresik Jawa Timur. Pada batu nisan makam Syekh Maulana Malik Ibrahim di kampung Gapura, Gresik Jawa Timur terdapat tulisan beberapa ayat AlQuran, yaitu Surat Ali Imran : 165, Ar Rahman 26-27, AtTaubah 21-22, dan Ayat Kursi. Selain itu juga tertulis sebuah kalimat dengan huruf dan Bahasa Arab. “Inilah makam al-marhum al-maghfur, yang berharap rahmat Tuhan, kebanggaan para pangeran, sendi para sultan dan para menteri, dan penolong para fakir miskin, yang berbahagia lagi syahid, cemerlangnya simbol negara dan agama, Malik Ibrahim yang terkenal dengan Kakek Bantal. Allah meliputinya dengan rahmat-Nya. Telah wafat pada Hari Senin, 12 Rabi’ul Awwal tahun 822 H.” Berdasarkan model nisan yang ada pada makam Syekh Maulana Malik Ibrahim, menunjukkan model yang serupa pada makam Sultan Malikus Saleh di Samudra Pasai. Keduanya, menurut sejarawan Moqquette, adalah hasil ‘fabriekswerk’ mengacu pada model yang disediakan lebih dahulu oleh pengashunya yang berada di Campabay. Moqquette telah melakukan penelitian dengan membandingkan tulisan ayat-ayat AlQuran maupun kalimat-kalimat dalam bahasa Arab lainnya antara salah satu batu nisan di Cambay (Gujarat India) dengan batu nisan pada Sultan Malikus Saleh maupun batu nisan makam Syekh Maulana Malik Ibrahim. Hasilnya menunjukkn benar-benar serupa. Apa yang tertulis pada batu nisan Maulana Malik Ibrahim tersebut adalah bukti nyata sejarah yang dapat memberi banyak keterangan. Diantaranya adalah sebagai berikut : Sebagaimana yang telah diteliti Moquette, menunjukkan bahwa model nisan pada amakam Maulana Malik Ibrahim adalah serupa dengan nisan batu pada makam Sultan Malikus Saleh di Pasai. Ini menunjukkan eratnya hubungan antara Maulana Malik Ibrahim dengan kekuasaan politik Islam di Pasai dengan Campabay, Gujarat India dalam perdagangan dan pelayaran. Kehadiran Maulana Malik Ibrahim tidak menimbulkan konflik dnegan penguasa maupun masyarakat. Bahkan disebutkan bahwa Maulana Malik Ibrahim dinyatakan sebagai kebanggaan para pangeran, sendi para sultan dan para menteri, penolong para fakir dan miskin, serta membuat negara menjadi cemerlang. Meskipun mungkin pembuatan nisan dilakukan beberapa tahun setelahnya, namun nama yang tertulis di atas batu nisan adalah Maulana Malik Ibrahim. Tidak ada istilah Syekh maupun sunan yang tercantum dalam tulisan pada batu nisantersebut. Sebagai peristiwa awal bagi pesatnya perkembangan Islam di Jawa awal abad 15 M, Maulana Malik Ibrahim lebih layak disebut sebagai sunan atau bahkan sunannya para sunan. Akan tetapi tidak ada istilah sunan yang tertera pada batu nisan makam beliau. Ini mengautkan tesis Prof. Buya Hamka bahwa istilah sunan diciptakan setelah masa wafatnya para wali di Jawa yang tergabung dalam Wali Songo. Adapun istilah syekh yang dinisbatkan kepada Maulana Malik Ibrahim, telah terdapat dalam dokumen Kropak Ferrara dengan sebutan Syekh Ibrahim saw. isinya tentang wejangan baliau.

Seri Walisongo: Awal Mula Masuknya Islam ke Nusantara Abad 7

Seri Walisongo: Awal Mula Masuknya Islam ke Nusantara Abad 7

Alam Nusantara dikenal sangat indah dan kaya akan berbagai sumber daya alam. Ini sebagai salah satu bentuk nikmat Allah Yang Maha Kuasa yang wajib disyukuri dengan melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. Nusantara merupakan suatu gugusan pulau-pulau yang membentang dari barat ke timur di antara Benua Asia dan Australia. Secara astronomis, Nusantara terletak antara 95o BT – 141o BT dan 6o LU – 11o LS. Dengan letak astronomis tersebut, Indonesia termasuk ke dalam wilayah beriklim tropis. Wilayah tropis dibatasi oleh lintang 23,5o LU dan 23,5o LS. Di wilayah tropis seperti Nusantara, sinar matahari selalu ada sepanjang tahun dan suhu udara tidak ekstrim sehingga masih sangat nyaman untuk melakukan berbagai aktivitas. Lama siang dan malam juga hampir sama, yaitu sekitar 12 jam siang dan 12 jam malam. Sedangkan secara Geografis, Nusantara terletak diantara dua benua dan dua samudra. Benua yang mengapit Nusantara adalah Benua Asia yang terletak di sebelah utara dan Benua Australia yang terletak di sebelah selatan. Samudra yang mengapit Nusantara adalah Samudra Pasifik di sebelah timur dan Samudra Hindia di sebelah barat. Pola angin muson yang bergeak menuju wilayah Nusantara pada saat angin barat dimanfaatkan oleh orang-orang masa lalu untuk melakukan perpindahan atau migrasi dari Asia ke berbagai wilayah di Nusantara. Perahu yang digunakan untuk melakukan migrasi tersebut masih sangat sederhana dan pada saat itu masih mengandalkan kekuatan angin sehingga arah gerakannya mengikuti arah gerakan angin muson. Kepulauan Nusantara sejak dahulu telah menjadi pusat perdagangan internasional di Asia Tenggara. Oleh karenanya, interaksi antar peradaban pun menjadi suatu hal yang niscaya. Di antara peradaban yang saling mempengaruhi dengan diawali pelayaran dan perdagangan adalah bangsa Cina, Melayu, India, Timur Tengah, Persia, dan Eropa. Nusantara terkenal sebagai penghasil rempah-rempah. Selain rempah-rempah, Kepulauan Nusantara juga memiliki komoditas lain seperti emas, perak, batu permata, kain katun, teh, kopi, dan hasil alam lainnya yang bermutu tinggi. Hal ini menjadi daya tarik bangsa-bangsa lain untuk membeli hasil bumi itu. Interaksi peradaban yang terjadi antarbangsa dalam proses perdagangan tersebut tidak hanya mendorong terjadinya proses akulturasi dan asimilasi budaya, melainkan juga benturan antar peradaban. Pedagang-pedagang yang datang dari berbagai penjuru dunia membawa peradaban mereka masing-masing. Pedagang-pedagang yang datang dari India membawa peradaban Hindu-Buddha dan para pedagang Cina membawa peradaban Konghuchu (Confusiusme). Pedagang-pedagang yang datang dari daerah Timur Tengah seperti Jazirah Arab dan juga Persia serta Gujarat membawa peradaban Islam. Begitu pula pedagang-pedagang dari Eropa di masa berikutnya membawa ajaran Nashrani. Hindu dan Buddho masuk ke Indonesia sekitar abad ke-2 dan abad ke-4 M. Pedagang dari India yang datang ke Sumatra, Jawa, dan Sulawesi membawa’agama’ dan peradaban mereka. Perkembangan ‘agama’Hindu mulai di Pulau Jawa pada abad ke-5. Para pedagang juga mengembangkan ajaran Buddho. Hasilnya, kebudayaan Hindu dan Buddho mempengaruhi terbentuknya kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddho seperti Kerajaan Kutai, Sriwijoyo, Tarumanegara, Mataram Hindu, Padjajaran dan Mojopahit. Walaupun saat itu sudah cukup banyak orang-orang Islam yang hidup di Mojopahit. Baik dari kalangan bangsawan, para pedagang, maupun rakyat jelata. Sebelum membahas runtuhnya Kerajaan Hindu Syiwo-Buddho Mojopahit dan berdirinya kerajaan Islam Demak yang dirintis para wali, berikut ini disajikan sekilas beberapa teori tentang proses awal mula masuknya Islam ke Nusantara. Diantara teori-teori tersebut adalah Teori Mekah oleh Prof. DR. Buya Hamka, Teori Persia oleh Prod. DR. Abubajar Atjeh, Teori Cina oleh Prof. Slamet Muljana, Teori Maritim oleh NA.Baloch, dan Teori Gujarat oleh Orientalis Belanda Snouck Hurgronje. Terkait mana yang lebih mendekati kebenaran, kiranya pendapat Prof. Dr. Buya Hamka yang mendasarkan pada berita Cina dari Dinasti T’ang adalah fakta sejarah yang paling valid (rajih). Prof. DR. Buya Hamka menuliskan, ‘Ahli sejarah ada yang berkata bahwa di zaman pemerintahan Yazid bin Muawiyah, Khalifah Bani Umayyah yang kedua, telah didapat sekelompok keluarga orang Arab di Pesisir Barat pulau Sumatera. Artinya sebelum habis seratus tahun setelah Nabi kita Muhammad saw. Tetapi di kurun-kurun ketiga dan keempat Hijriyah, di zaman keemasan Daulah Bani Abbas di Baghdad sudah banyak pelajar dan pengembara bangsa Arab itu menyebut-nyebut pulau Sematera, ketika mereka membicarakan suatu Kerajaan Buddha yang dikenal dalam kitab-kitab mereka dengan nama ‘Syarazah’ atau Kerajaan Sriwijaya yang terletak di Palembang, Ibu Negeri Sumatera Selatan sekarang ini. Pendapat Prof. Dr. Buya Hamka ini juga dikuatkan oleh pendapat beberapa sejarawan. Di antaranya adalah Prof. Ahmad Mansur Suryanegara yang berkesimpulan bahwa Islam masuk ke Nusantara langsung dari Mekah sejak abad ke-7 M melalui Aceh. Islam pertama kali masuk ke Sumatera sejak abad 7 juga telah disebutkan oleh W.P. Groeneveldt yang menjelaskan bahwa berdasarkan berita Cina zaman T’ang, pada abad 6 masyarakat Muslim telah ada, baik di Kanfu (Kanton) maupun di daerah Sumatera sendiri. Oleh karena Islam sendiri masuk ke Cina Tiongkok pada abad ke-7, ketika Khalifah ke-3, Utsman bin Affan (577-656 M) mengirim utusannya yang pertama menghadap Kaisar Yong Hui dari Dinasti T’ang pada 2 Muharram 31 H/25 Agustus 651 M. Ini terjadi oleh karena saat kerajaan Sriwijoyo di Sumatera mengembangkan kekuasaannya pada sekitar abad 7 dan 8 M sebagaimana dalam Prasasti Ligor 775, berita Cina dan Arab, selat Malaka sudah mulai dilalui oleh pedagang-pedagang muslim dalam pelayarannya ke negeri-negeri Asia Timur dan Asia Tenggara. Perkembangan Islam melalui pelayaran dan perdagangan secara internasional antara negeri-negeri di Asia bagian barat dipengaruhi oleh kuatnya dominasi kekuasaan Islam Bani Umayyah. Sedangkan perkembangan Islam di Asia bagian Tenggara maupun Timur dipengaruhi oleh kuatnya dominasi Islam di kerajaan Cina mas Dinasti T’ang. Syed Naguib Al-Attas juga menjelaskan tentang masuknya Islam ke Nusantara sejak abad 7. Pada abad ke-7 ini, orang-orang Islam telah memiliki perkampungan di Kanton, menunjukkan kegembiraannya menyaksikan derajat keagamaan yang tinggi dan otonomi pemerintahan; dimana mereka akan memelihara kelangsungan perkampungan serta organisasi di Kedah dan di Palembang. Bukti lainnya adalah sebuah literatur kuno Arab yang berjudul ‘Aja’ib Al-Hind yang ditulis oleh Buzurg bin Shahriyar Al-Rumhurmuzi pada tahun 1000 M., memberikan gambaran bahwa ada perkampungan-perkampungan muslim yang terbangun di wilayah Kerajaan Sriwijoyo. Hubungan Sriwijoyo dengan kekhalifahan Islam di Timur Tengah terus berlanjut hingga di masa khalifah Umar bin Abdul Aziz. Ibnu Abdur Rabbih dalam karyanya Al-Iqud Al-Farid menyebutkan bahwa ada proses korespondensi yang berlangsung antara raja Sriwijoyo kala itu. Sri Indravarman, dnegan khalifah yang terkenal adil tersebut. Sedangkan telah diketahui bahwa Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjabat … Baca Selengkapnya