Jowonews

Pesona River Moon Klaten, Serunya Petualangan dan Kuliner di Satu Tempat

Pesona River Moon Klaten, Serunya Petualangan dan Kuliner di Satu Tempat

KLATEN – Jawa Tengah kini memiliki destinasi wisata menarik yang mengundang pengunjung untuk merasakan keunikan alam dan petualangan seru. River Moon Klaten, terletak di Kabupaten Klaten, mempersembahkan pengalaman wisata yang tak terlupakan dengan sungai tenang, hamparan hijau pepohonan, dan udara segar yang mempesona. Tempat ini menjadi pilihan ideal bagi mereka yang mencari ketenangan sambil menikmati keindahan alam. River Moon Klaten bukan hanya menawarkan panorama alam yang menakjubkan, tetapi juga menyediakan berbagai kegiatan menarik seperti outbond dan tubing di Kali Pusur yang jernih dan mengalir. Pengunjung dapat tidak hanya memanjakan mata dengan kecantikan alam, tetapi juga lidah dengan beragam menu lezat yang disajikan di restoran tepi sungai yang unik. Berbagai Pesona River Moon Klaten yang Menarik New River Moon: Destinasi ini berlokasi di Pusur, Karanglo, Polanharjo, Klaten Regency, Jawa Tengah, hanya 30 menit perjalanan dari pusat kota Klaten. Keberadaannya di pedesaan dan dekat sungai menghadirkan pemandangan asri dan nyaman. Restoran Outdoor yang Menawan: Selain sebagai tempat wisata, New River Moon juga memiliki restoran outdoor yang menghadap Kali Pusur. Pengunjung dapat mencicipi berbagai menu menarik, mulai dari hidangan Jawa, Oriental, hingga masakan Western, sembari menikmati keindahan alam di tepi sungai yang sejuk. Jam Buka River Moon Klaten membuka pintunya setiap hari pada pukul 08.00-16.00 untuk wahana tubing, sementara restorannya dapat dinikmati mulai pukul 10.00-18.00 WIB. Daya Tarik Wisata di River Moon River Moon memiliki berbagai wahana menarik yang akan memanjakan pengunjung: Tubing Menyediakan dua paket tubing, 500 m dan 2 km, di sungai samping River Moon, yaitu Kali Pusur. Outbond Selain tubing, tersedia dua paket outbond yang menarik untuk dipilih pengunjung. Restoran River Moon juga memiliki restoran di tepi Kali Pusur dengan beragam menu lezat. Harga Tiket Terjangkau untuk Semua Pengunjung Harga tiket bervariasi tergantung pada paket yang dipilih pengunjung. Mulai dari Rp 25.000 per orang untuk tubing 500 meter, hingga Rp 85.000 per orang untuk paket outbond paling lengkap. Paket outbond mencakup berbagai kegiatan seru, snack, dan air mineral. Fasilitas Lengkap untuk Kenyamanan Pengunjung: River Moon tak hanya menawarkan pengalaman wisata dan petualangan yang seru, tetapi juga fasilitas lengkap untuk kenyamanan pengunjung, termasuk area outbond, kamar mandi, gazebo, restoran, Joglo djojobisono, dan area parkir.

Sendang Sinongko Klaten, Namanya Berasal Dari Biji Nangka Yang Dibuang Pakubuwono IV

Sendang Sinongko Klaten, Namanya Berasal Dari Biji Nangka Yang Dibuang Pakubuwono IV

Sendang Sinongko di Kabupaten Klaten adalah sebuah destinasi wisata tradisional yang memiliki kisah menarik yang terkait dengan Raja Solo Pakubuwono IV. Kisah ini mengungkapkan asal usul nama “Sinongko” yang tersemat pada sendang tersebut. Legenda Sendang Sinongko bermula dari rombongan kereta Raja Solo Pakubuwono IV yang sedang dalam perjalanan menuju Jogja. Mereka memutuskan untuk berhenti sejenak di lokasi ini untuk beristirahat. Saat Raja Pakubuwono IV melepas lelah, ia makan buah nangka, dan buah nangka tersebut ia buang ke tanah sambil memberi pesan agar sendang di tempat ini dinamakan Sinongko (atau Sinangka dalam bahasa Jawa). Sendang Sinongko di Desa Pokak sebenarnya sudah ada sejak lama dan telah berfungsi sebagai sumber air yang digunakan oleh warga secara turun-temurun untuk mengairi sawah mereka. Salah satu cerita menarik terkait Sendang Sinongko adalah pertemuan para petani di sekitar sendang dengan Kiai Singodrono, yang sebenarnya adalah seorang Adipati, bersama pengawalnya Kiai Wirogupo. Saat pertemuan tersebut, Kiai Singodrono memberikan pesan kepada para petani agar selalu bersyukur atas hasil panen mereka dan agar mereka tidak bekerja melebihi waktu yang seharusnya. Kiai Singodrono juga meminta agar para petani memanfaatkan waktu istirahat dengan sebaik-baiknya. Ia juga menyarankan agar pada saat panen ketiga hari Jumat Wage, para petani melakukan syukuran atau bersedekah dengan menyembelih kambing. Pesan dari Kiai Singodrono ini masih dipegang teguh oleh masyarakat hingga hari ini. Setiap tahun, pada hari Jumat Wage saat panen ketiga, para petani dan penduduk sekitar mengadakan syukuran dengan menyembelih kambing dan ayam. Tradisi ini telah menjadi bagian integral dari budaya mereka. Sendang Sinongko memiliki dua sumber utama air, yaitu sumber air di sisi barat yang dinamakan sendang lanang (pria) dan yang di sisi timur dinamakan sendang wadon (wanita). Kedua sumber air ini membentuk Sendang Sinongko. Tradisi bersih Sendang Sinongko dengan syukuran makan bersama daging kambing dan ayam telah ada sejak zaman dahulu. Warga secara sukarela menyumbangkan kambing, ayam, dan makanan untuk acara ini. Setiap kali tradisi ini diadakan, ribuan orang biasanya datang ke sendang ini, termasuk warga dari luar kota dan orang desa yang merantau. Sendang Sinongko terletak sekitar 500 meter di timur Jalan Jogja-Solo. Tempat ini memiliki suasana yang teduh karena dikelilingi oleh pepohonan besar. Di bawah pepohonan tersebut, gazebo, tempat duduk, ayunan, dan taman telah dibangun untuk kenyamanan pengunjung. Pengunjung dapat masuk ke lokasi ini tanpa membayar tiket masuk.

Jembatan Rel Lori Belanda di Desa Wisata Mranggen Klaten, Unik dan Masih Kokoh Hingga Kini

Jembatan Rel Lori Belanda di Desa Wisata Mranggen Klaten, Unik dan Masih Kokoh Hingga Kini

KLATEN – Desa Murangen, yang terletak di Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten, memiliki banyak warisan bersejarah yang berasal dari zaman Mataram Kuno (abad ke-8-9 Masehi). Selain itu desa ini juga dikukuhkan sebagai desa wisata dikarenakan keindahan alamnya yang eksotis. Desa yang terletak sekitar 15 kilometer dari pusat kota Kraten ini memiliki beberapa daya tarik wisata yang menonjol. Salah satu contohnya ialah sebuah jembatan yang digunakan sebagai jalur kereta api untuk mengangkut barang pada masa penjajahan Belanda. Jembatan yang memiliki panjang 50 meter ini berada di bagian selatan Dusun Kropakan. Di sekitarnya terdapat sumur dan benda-benda bersejarah dari masa Mataram. Jembatan ini berfungsi sebagai penghubung ke Kecamatan Karangnongko, dengan lebar sekitar 1,5 meter. Bagian utama jembatan cor ditopang oleh dua pilar berbentuk kerucut, masing-masing setinggi sekitar 10 meter. Pilar-pilar yang terbuat dari batu kali yang tidak disemen ini menopang serangkaian batang jembatan yang terbuat dari rangka besi yang tebal dan berkarat. Jembatan ini menghadap ke sebuah lembah yang panjang dan sempit. Di ujung barat lembah terdapat mata air berwarna hijau toska, Umbre Kroman. Air mengalir di bawah jembatan dan sebagian masuk ke waduk Murangen. Untuk mencapai ngarai, wisatawan harus menuruni tangga sekitar 20 meter. Dilokasi ini belum tersedia petugas atau tiket masuk. Selain itu pengunjung juga bebas untuk mandi di Umbur Kroman. Terdapat sebuah gazebo di sebelah selatan dan utara Umbur Kroman terdapat gazebo yang terbuat dari kayu dan bambu. Dari gazebo tersebut dapat terlihat perbukitan, pohon kelapa, pepohonan lain dan warga yang melintasi jembatan. “Dulunya jembatan ini merupakan jalur kereta api yang mengangkut tebu ke PG Karanganom di Kecamatan Karanganom. Jembatan ini juga digunakan untuk mengangkut hasil pertanian pada zaman Belanda.” kata Pupun Prasetyo, tokoh pemuda Dusun Murangen RW 14 Desa Kropakan, dikutip dari Detik Jateng Sabtu (9/9/2023). Pupun Prasetyo menjelaskan bahwa meskipun jalan tersebut sudah tua, namun uniknya jalan tersebut masih bisa digunakan oleh warga desa. “Usia jembatan yang sudah tua bukan hanya karena rangka bajanya saja, tapi juga tiangnya. Tiang-tiang jembatan terbuat dari bambu, bukan baja. Tapi kondisinya masih bagus sampai sekarang,” lanjut Pupung. Pupung menambahkan bahwa jalur kereta api Belanda pernah melewati desanya. Jejak-jejak pondasi rel kereta api masih ada di sebelah timur sebuah sumur kuno yang berasal dari abad ke-8 hingga ke-9 Masehi. “Pondasi rel kereta api ada di sebelah timur sumur. Di masa lalu, berbagai tanaman yang dibutuhkan oleh Belanda dibudidayakan di sini, seperti kelapa, kapas, dan cokelat,” tambah Mr Phupun. Bapak Mithran, Kepala Desa Mulangen, Kecamatan Jatinom, mengatakan bahwa jembatan tersebut merupakan peninggalan Belanda. Dulunya, jembatan ini merupakan jalur lori untuk mengangkut tebu. “Dulunya jembatan ini merupakan jalur lori untuk mengangkut tebu dari wilayah selatan, yaitu Karangnonko dan Jatinom. Tebu diangkut ke pabrik gula di Kecamatan Karanganom,” kata Miseran. “Setelah Belanda pergi, rel kereta api digunakan sebagai jembatan oleh penduduk setempat; pada tahun 1970-an, jembatan ini masih berlantai bambu dan alat pengaman dari bambu. Mithran berkata, “Seingat saya, bambu masih digunakan pada tahun 1970. Pada tahun 2014, dengan bantuan pemerintah, jembatan ini dicor dan pengamannya diganti dengan baja seperti yang kita miliki saat ini,” kata Mithran. Miselan menjelaskan bahwa daerah tersebut sedang digarap oleh desa untuk menjadi desa wisata yang disebut Water Hills. Surat keputusan kabupaten dan pokdarwi sudah selesai dibuat. “Namanya Desa Wisata Bukit Air. SK bupati dan pokdarwis sudah ada dan kami berharap kedepannya akan menjadi pusat wisata yang maju,” tambah Miselan yang akan segera memasuki masa pensiun.

Umbul Nilo Janti Klaten, Umbul Tua Yang Kini Bergeliat Kembali

Umbul Nilo Janti Klaten, Umbul Tua Yang Kini Bergeliat Kembali

Umbul Nilo Janti Klaten merupakan objek wisata pemandian yang kini tengan digandrungi wisatawan lokal daerah maupun luar daerah. Tempat wisata Umbul Nilo terletak di Dusun Margusuko, Desa Daleman, Kecamatan Tulung. Untuk mencapai objek wisata mata air alami ini, pengunjung dari arah Solo dapat melalui jalan Jogja-Solo. Setelah mencapai simpang tiga Tegalgondo, Kecamatan Wonosari, ambil arah ke kawasan wisata Janti, Kecamatan Polanharjo. Sedangkan dari arah Boyolali, pengunjung dapat melalui jalan Klaten-Boyolali. Setelah mencapai simpang tiga Tulung, ambil arah ke timur menuju jalan Tulung-Daleman dan kemudian ke arah kawasan wisata air Janti, Kecamatan Polanharjo. Untuk pengunjung yang datang dari Kota Klaten, dapat melalui jalan Pemuda, jalan Veteran, dan kemudian mencapai simpang tiga GOR Gelarsena. Ambil jalan Sersan Sadikin dan terus ke utara menuju jalan Klaten-Karanganom, dilanjutkan ke jalan Karanganom-Janti. Setelah mencapai simpang Janti, pengunjung dapat mengambil arah ke barat melewati Umbul Pelem dan deretan kolam renang serta restoran. Kemudian sampai di simpang tiga, Desa Wunut, belok ke kiri melewati Janti Park. Dari Janti Park, pengunjung dapat melanjutkan ke arah barat sekitar 300 meter menyusuri tepi dusun. Dari kejauhan, rimbun pohon randu alas, beringin, dan trembesi tua akan terlihat menaungi empat kolam objek wisata Umbul Nilo. Area parkir di sisi utara umbul cukup luas untuk menampung mobil, sedangkan untuk motor bisa dibawa masuk ke area umbul. Daya Tarik Wisata Umbul Nilo Di sudut selatan daerah tersebut, terdapat lahan pertanian yang ditanami padi. Dari ketinggian, para wisatawan dapat menikmati pemandangan lahan pertanian di desa dan batu-batu besar yang mengelilingi kolam, serta membeli berbagai camilan dari kios-kios Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Perlu diketahui, Umbul Nilo ialah umbul yang telah berusia tua. Namun sejak tahun 2017, pengelolaannya diambil alih oleh BUMDes. Usia Umbul tersebut mungkin telah berlangsung selama ratusan tahun karena sesepuh desa juga menemukan keberadaan Umbul itu. Dahulu hanya terdapat satu kolam utama di sisi timur dan tidak ada biaya yang dibebankan. Saat ini, terdapat empat kolam, yakni dua kolam untuk orang dewasa dan dua kolam untuk anak-anak. Penambahan kolam dilakukan dalam beberapa tahun terakhir. Sejarah Umbul Nilo Konon asal usul nama umbul tidak berasal dari jenis ikan nila. Pada zaman dahulu, di kawasan Tulung dan Polanharjo, umbul dikenal sebagai nama pohon yang tumbuh di sekitar area tersebut. Contohnya, di Desa Wunut, Kabupaten Tulung, terdapat Umbul Pelem yang dinamakan demikian karena ada pohon pelem atau mangga yang tumbuh di dekat spanduk. Ada juga Umbul Nilo yang diberi nama berdasarkan sebuah pohon nila besar yang dianggap keramat dan tumbuh di sekitar area umbul. Pada masa penjajahan Belanda, air dari Umbul Nilo digunakan untuk pabrik gula yang dulunya berdiri di pasar Cokrokembang, kabupaten Tulung. Saat itu, area penjagaan dipagari dengan tembok tinggi yang kini telah rusak. Setelah Indonesia merdeka, Dinas Pengairan Klaten membangun kembali area umbul yang telah rusak. Meskipun telah ada sejak lama, air dari umbul masih dimanfaatkan untuk pertanian, perikanan, dan kebutuhan air bersih. Sekarang, kawasan umbul telah dikembangkan menjadi objek wisata oleh BUM desa. Selain mempercantik area sekitar umbul, rencananya akan dibangun kolam renang baru untuk meningkatkan Pendapatan Asli Desa (PAD). Harga tiket masuk dan jam buka Umbul Nilo Klaten Untuk diketahui, biaya masuk Umbul Nilo berbeda pada hari kerja dan akhir pekan. Pada hari kerja, biaya masuk Umbul Nilo sebesar Rp 6.000, sedangkan pada Sabtu, Minggu, dan hari libur biayanya sebesar Rp 8.000. Untuk tarif parkir, sepeda motor dikenakan biaya Rp 3.000 per unit dan mobil dikenakan biaya Rp 5.000. Umbul Nilo buka setiap hari dari pagi hingga sore, yaitu mulai pukul 08.00 WIB hingga 18.00 WIB.