Jowonews

Pesona Hutan Walitis Temanggung, Terdapat Pohon Purba Berukuran Raksasa

Pesona Hutan Walitis Temanggung, Terdapat Pohon Purba Berukuran Raksasa

Hutan Walitis atau merupakan salah satu destinasi wisata yang berada di kawasan hutan Rasamala Kabupaten Temanggung. Di tengah ratusan pohon di kawasan hutan Rasamala, terdapat satu pohon yang memiliki ukuran batang yang sangat besar. Pohon yang dimaksud adalah pohon walitis yang diyakini telah berumur ratusan tahun. Pohon walitis ini memiliki tinggi 30 meter dengan diameter batang sekitar 7,5 meter. Karena ukurannya yang sangat besar, diperlukan enam hingga tujuh orang dewasa yang berpegangan tangan untuk mengukurnya kembali. Sebelumnya, terdapat beberapa pohon walitis di hutan Rasamala, namun karena ditebang oleh penduduk sekitar, hanya tersisa satu pohon saja. Selain memiliki tinggi dan ukuran batang yang besar, pohon walitis juga memiliki keunikan lain yang pasti akan membuat siapa saja takjub. Pada suatu kejadian, terjadi kebakaran di hutan ini. Namun, pohon walitis tersebut tidak terbakar sama sekali, sebuah hal yang sangat aneh. Mitos Pohon Walitis Walitis berasal dari gabungan kata ‘wali’ dan ‘titis’ yang artinya pohon ini ditanam oleh seorang wali, seorang tokoh yang menyebarkan agama Islam di Jawa. Dari cerita yang diceritakan oleh para sesepuh di desa setempat, wali yang dimaksud dalam penamaan pohon ini adalah Ki Ageng Makukuhan. Menurut cerita, Ki Ageng Makukuhan pernah mengungsi ke hutan Rasamala dan menancapkan tongkatnya ke tanah di kawasan hutan terbawah sebagai tanda keberadaannya di sana. Meskipun kebenarannya belum pasti, namun diyakini bahwa tempat di mana tongkat Ki Ageng Makukuhan ditanamkan menyebabkan tumbuhnya pohon raksasa Walitis. Ki Ageng Makukuhan adalah seorang ulama terkenal di Temanggung yang berjuang untuk menyebarkan agama Islam. Menurut mitos lain, pada tahun 1966 pohon Walitis tersambar petir dan terbelah menjadi dua, tetapi pohon itu dapat pulih dengan sendirinya dari waktu ke waktu. Bahkan, dipercaya bahwa ranting yang jatuh dari pohon tersebut dapat menambah karisma seorang pemimpin atau pejabat politik sehingga banyak pejabat politik yang ingin memiliki ranting pohon tersebut. Banyak pengunjung yang ingin membuktikan keberadaan pohon Walitis ini dan berharap dapat membawa pulang ranting sebagai kenang-kenangan. Selain melihat pohon raksasa, pengunjung juga dapat menikmati keindahan panorama alam yang menampilkan dua gunung, yaitu Gunung Sumbing dan Sindoro. Pohon Purba Tak Terbakar Api Di samping itu, Pohon Walitis dikenal sebagai pohon kuno yang tidak dapat hancur ketika terbakar. Fakta ini terbukti ketika kebakaran hutan menyebar di lereng Gunung Sumbing, di mana banyak pohon lain yang mati dan roboh karena terbakar, tetapi Pohon Walitis tetap berdiri tegak dan memiliki dedaunan yang lebat. Karena berada di daerah yang sejuk, lereng Gunung Sumbing menjadi tempat wisata yang populer, terutama di tempat di mana Pohon Walitis tumbuh. Perjalanan Menuju Hutan Walitis Temanggung Agar menyaksiskan keberadaan Pohon Walitis di hutan Rasamala, para pengunjung akan menghadapi rute perjalanan yang cukup menantang. Kendaraan yang digunakan harus bertenaga karena banyak melewati tanjakan. Jika menggunakan kendaraan beroda dua, pengunjung dapat langsung mencapai tempat pohon tersebut berada. Sebelum memasuki hutan, para pengunjung juga akan melintasi Embung Jetis, dari sini pemandangan hutan dengan latar Gunung Sumbing terlihat sangat indah. Terlebih lagi, jika dilihat dari gardu pandang yang diisi Embung, di arah sebaliknya akan terlihat panorama Kota Temanggung dari kejauhan. Pilihan Transportasi Opsi transportasi yang dapat dipilih untuk mencapai hutan walitis adalah mobil ataupun sepeda motor. Untuk mengetahui rute yang harus ditempuh, dapat mengandalkan panduan dari Google Maps yang dapat diakses melalui perangkat pintar Anda. Jika menggunakan moda transportasi umum seperti bus, Anda dapat turun di Kecamatan Selompampang. Kemudian, lanjutkan perjalanan dengan menggunakan ojek atau kendaraan umum lainnya untuk menuju Desa Tanggulanom. Dari sana, perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki hingga mencapai lokasi wisata hutan walitis di Tanggulanom Temanggung yang terletak di Kecamatan Selopampang, Kabupaten Temanggung.

Sejarah Situs Liyangan, Jejak Mataram Kuno Yang Tertimbun Abu Sindoro

Sejarah Situs Liyangan, Jejak Mataram Kuno Yang Tertimbun Abu Sindoro

Sejarah Situs Liyangan Temanggung begitu menarik digali untuk melihat potret peradaban masa lampau. Situs tersebut diyakini sebagai pemukiman purba penduduk pada masa Mataram Kuno pada abad ke-9 Masehi, yang tertimbun lahar akibat letusan Gunung Sindoro. Situs kuno ini merupakan penemuan arkeologi yang spektakuler dengan area yang luas. Di tempat ini, para arkeolog telah menemukan sisa-sisa rumah, talud, candi, barang rumah tangga kuno, hingga fosil padi. Menurut penelitian Menggali Nilai Kehidupan dalam Situs Liyangan Berbasis Media Audio Visual oleh Dita Apriliya dkk, situs bersejarah ini saat ditemukan berbentuk pelataran atau teran dengan arca-arca bergaya Polinesia. Penemuan ini membuktikan bahwa kawasan tersebut merupakan bekas pemukiman kuno. Setidaknya diyakini terjadi pada abad ke-2 Masehi atau lebih tepatnya sebelum mereka menganut kepercayaan Budha-Hindu. Hingga akhirnya tempat ini terkubur akibat letusan lahar dari Gunung Sindoro yang meletus pada abad ke-11. Beruntung tidak ada korban jiwa dari letusan gunung ini, karena diduga warga setempat menyelamatkan diri dengan membawa harta benda dan ternaknya ke tempat lain. “Mereka dievakuasi sebelum erupsi. Karena kalau mereka terkubur, seharusnya kita bisa menemukan tulang belulang korban erupsi,” kata Joko Dwiyanto, mantan Guru Besar Arkeologi UGM. Ditemukan kembali pada tahun 2008 Tahukah Anda, tempat ini pertama kali ditemukan secara tidak sengaja pada tahun 2008 oleh penduduk setempat. Saat itu, kawasan tersebut tertimbun puing-puing vulkanik akibat letusan dahsyat Gunung Sindoro yang terjadi. Sebelum abu vulkanik letusan menimbung Liyangan, diperkirakan warga sempat memperbaiki bangunan tersebut. Karena saat itu gunung tersebut tidak meletus sekali tetapi berkali-kali. Terlihat adanya perbaikan bentuk pagar batu andesit yang sebelumnya berbentuk persegi menjadi batu bulat. Ada juga tanggul tua untuk mencegah longsoran. “Kemudian ada juga bangunan tua yang rusak diperbaiki dengan material yang sedikit berbeda. Itu kemungkinan rusak akibat bencana alam sehingga perlu diperbaiki berulang-ulang,” jelas Joko. Alat-alat yang ditemukan di situs web Liyangan Sampai saat ini, kawasan bersejarah ini dianggap sebagai peninggalan paling lengkap dari kompleks pemukiman Mataram kuno. Karena tempat ini masih menyimpan jejak-jejak peninggalan masyarakat Mataram kuno mulai dari aktivitas sehari-hari masyarakat, tempat ibadah, hingga areal pertanian penduduk disini saat itu. Selain itu, ditemukan pula bangunan candi, antara lain relief dan beberapa peralatan rumah tangga yang terbuat dari tanah liat, keramik, logam, batu, dan serat kain. Ada kemungkinan keramik-keramik yang ditemukan ini berasal dari ilmuwan China dari Dinasti Tang. “Beberapa perkakas yang kita temukan itu merupakan alat memasak seperti periuk, pecahan tungku, selain itu ada pula mangkuk, kendi, dan lain sebagainya,” kata Kepala Balai Arkeologi Jateng – DIY, Sugeng Riyanto.