Jowonews

Logo Jowonews Brown

15 PD BKK Milik Pemprov Sakit

SEMARANG, Jowonews.com – Sebanyak 15 Perusahaan Daerah (PD) Badan Kredit Kecamatan (BKK) dari 29 BKK di Jawa Tengah, dalam kondisi kurang sehat. Meski berstatus kurang sehat, namun Pemprov Jateng tetap memberikan tambahan modal dengan alasan agar semakin mampu beroperasi dan melayani masyarakat.

Ketua Komisi C DPRD Jateng, Asfirla Harisanto mengatakan, kondisi BKK yang kurang sehat selama ini disebabkan jumlah banyaknya kredit bermasalah atau macet, sehingga menyebabkan non performing loan (NPL) tinggi. Tercatat, nilai NPL BKK se-Jawa Tengah mencapai 16,97% pada 2014, dan bertambah pada trimester I 2015 menjadi 16,28 %.

Angka tersebut jauh dari Rencana Kegiatan dan Anggaran Tahunan (RKAT) 2015 yang ditargetkan 14,35%.
“BKK ini sudah rugi, tapi masih ditambahi modal. Ketika Biro Keuangan Pemprov Jateng ditanya alasannya apa, jawabannya tidak jelas,” katanya, kemarin.

Saat ini BKK yang berstatus kurang sehat adalah BKK Batang, Kabupaten Pekalongan, Kendal, Kota Tegal, Kabupaten Tegal, Surakarta, Klaten, Sukoharjo, Kabupaten Magelang, Banjarnegara, Brebes, Kebumen, Wonosobo, dan Rembang. Sedang yang berstatus tidak sehat adalah BKK Tayu, Pati. Jumlah modal seluruh BKK yang kurang sehat sebanyak Rp 36,9 miliar atau 55,45%, dari total modal 29 BKK yaitu Rp 66,55 miliar.

Selain kredit macet, banyaknya BKK yang merugi disebabkan fungsi komisaris atau dewan pengawas yang tidak jelas. Keberadaan komisaris BKK terkesan hanya formalitas. Padahal gaji yang diterima sebanyak 50% dari gaji direktur utama.

“Selama ini fungsi pengawasan di komisaris BKK tidak berjalan seperti dalam Perda No 20 tahun 2002 tentang Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Badan Kredit Kecamatan di Jawa Tengah. Laporan tugas hasil pengawasan komisaris tidak pernah sampai ke DPRD,” tuturnya.

BACA JUGA  PDI P Plot Bogi - Alwin Ketua Komisi C dan D

Anggota Komisi C DPRD Jateng, Bambang Eko Purnomo mengatakan, selama ini pihaknya selalu menganalisa kondisi tiap BKK. Terlebih ada rencana seluruh BKK yang ada di 29 kabupaten/kota menyepakati untuk dimerger menjadi satu dengan nama PT BPR BKK. “Dikahawatirkan, saat dimerger nanti BKK yang kurang sehat akan mempengaruhi yang sehat,” ujarnya.
Dia mencontohkan, BKK Kretek Wonosobo yang pada 2014 sudah merugi, di 2015 justru diberi suntikan modal oleh pemprov sebesar Rp 2,42 miliar dari Rp 2,46 miliar. Begitu juga dengan BKK Slawi yang mendapat tambahan modal Rp 1,5 miliar dari modal semula Rp 3,28 miliar, BKK Kebumen mendapat suntikan modal Rp 1,25 miliar, BKK Sukoharjo ditambah Rp 750 juta, BKK Tempuran Kabupaten Magelang ditambah Rp 200 juta.

“Kami mempertanyakan, apakah suntikan tambahan modal bisa menurunkan NPL? Ternyata ditambah modal kondisinya masih sakit bahkan lebih buruk. Lantas penambahan modal itu parameternya apa?” tandas Bambang.

Menurut dia, pemprov harus segera mencari solusi bagaimana memperbaiki BKK, sebelum semua dimerger, agar NPL tidak tinggi. Salah satunya bisa dengan mengembalikan lagi fungsi komisaris atau dewan pengawas BKK sesuai dengan perda. “Selama ini komisaris atau dewan pengawas dipilih tidak melalui tes Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” paparnya.(Jn01/Jn16)

Simak Informasi lainnya dengan mengikuti Channel Jowonews di Google News

Bagikan berita ini jika menurutmu bermanfaat!

Baca juga berita lainnya...