Jowonews

Polda Jateng Libatkan Guru Besar Sejarah dalam Kasus Keraton Purworejo

SEMARANG, Jowonews.com – Polda Jawa Tengah melibatkan dua guru besar ahli sejarah dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang dalam penyidikan kasus Keraton Agung Sejagat di Purworejo. “Ada dua guru besar yang akan kami minta bantuannya menelusuri kebenaran jejak sejarah yang diklaim Raja Keraton Agung Sejagat,” kata Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol.Rycko Amelza Dahniel di Semarang, Rabu (15/1/2020). Menurut dia, dalam penanganan fenomena Keraton Agung Sejagat ini Polda Jawa Tengah melakukan penilaian dari sejumlah aspek. Selain aspek yuridis, kata dia, terdapat nilai kebangsaan yang berhubungan dengan dasar negara serta aspek historis. Kemudian, lanjutnya, aspek sosiologis yang berhubungan dengan masyarakat sekitar. Pada 13 Januari 2020, kata dia, muncul keresahan masyarakat atas berbagai kegiatan yang dilakukan oleh Keraton Agung Sejagat yang dirasa mengganggu dan dilaporkan ke kepolisian. “Selanjutnya kami juga akan mengecek psikologi pelaku,” katanya. Totok dan Permaisurinya Fanni Aminadia ditangkap Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah pada 14 Januari 2020. Kapolda mengatakan penyidik memiliki bukti permulaan yang cukup untuk keduanya sebagai tersangka. Ia menjelaskan tersangka memiliki motif untuk menarik sana dari masyarakat dengan menggunakan tipu daya. “Dengan simbol-simbol kerajaan, tawarkan harapan dengan ideologi, kehidupan akan berubah. Semua simbol itu palsu,” katanya. (JWN03/Ant)

Pengikut Raja Keraton Agung Sejagat Dipungut Iuran Puluhan Juta

SEMARANG, Jowonews.com – Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol.Rycko Amelza Dahniel mengatakan pengikut Raja Keraton Agung Sejagat, Totok Santosa diwajibkan membayar iuran yang besarnya mencapai puluhan juta rupiah. “Diwajibkan membayar iuran yang selanjutnya dijanjikan akan memperoleh kehidupan yang lebih baik,” kata Kapolda di Semarang, Rabu. Untuk meyakinkan pengikutnya, kata dia, Totok melengkapi dirinya dengan dokumen palsu, termasuk kartu dari PBB untuk meyakinkan bahwa dirinya memiliki kredibilitas sebagai seorang raja. Ia menyebut ada sekitar 150 orang terpengaruh dan akhirnya menjadi pengikut Totok. Menurut dia, tersangka Totok menjanjikan jika ikut Keraton Agung Sejagat akan terbebas dari malapetaka dan bencana dan kehidupan yang lebih baik. “Kalau tidak mengikuti akan mendapat bencana, malapetaka,” katanya. Totok dan Permaisurinya Fanni Aminadia ditangkap Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah pada 14 Januari 2020. Kapolda mengatakan penyidik memiliki bukti permulaan yang cukup untuk keduanya sebagai tersangka. Ia menjelaskan tersangka memiliki motif untuk menarik sana dari masyarakat dengan menggunakan tipu daya. “Dengan simbol-simbol kerajaan, tawarkan harapan dengan ideologi, kehidupan akan berubah. Semua simbol itu palsu,” katanya. (jwn5/ant)

Raja dan Permaisuri Keraton Agung Sejagat Ditangkap di Yogya

SEMARANG, Jowonews.com – Raja dan Permaisuri Keraton Agung Sejagat Totok Santosa dan Fanni Aminadia ditangkap Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah di luar keratonnya di Purworejo. “Ditangkap di sekitar Wates, Yogyakarta,” kata Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol.Rycko Amelza Dahniel di Semarang, Rabu. Menurut dia, Totok Santosa dan Fanni Aminadia bukanlah warga Purworejo. Ia menjelaskan keduanya memiliki KTP Jakarta dan indekos di Yogyakarta. “Sementara Fanni Aminadia yang diakui sebagai permaisuri ternyata bukan istrinya, tetapi hanya teman wanitanya,” katanya. Ia menegaskan penyidik memiliki bukti permulaan yang cukup untuk keduanya sebagai tersangka. Ia menjelaskan tersangka memiliki motif untuk menarik dana dari masyarakat dengan menggunakan tipu daya. “Dengan simbol-simbol kerajaan, tawarkan harapan dengan ideologi, kehidupan akan berubah. Semua simbol itu palsu,” katanya. Perbuatan tersangka tersebut, lanjut dia, telah menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat Desa Pogung Jurutengah, Bayan, Kabupaten Purworejo. “Kepolisian telah bertindak cepat dan tegas untuk mencegah terjadinya korban yang lebih banyak,” katanya. (jwn5/ant)

Garis Polisi Dipasang di Gapura Utama Keraton Agung Sejagat

PURWOREJO, Jowonews.com – Akses masuk Keraton Agung Sejagat (KAS) di Desa Pogung Jurutengah, Bayan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah dipasang garis polisi dan warga yang datang tidak boleh masuk lokasi KAS. Berdasarkan pantauan di Purworejo, Rabu, garis polisi dipasang di pintu masuk atau gapura utama KAS di sisi utara bagian timur, kemudian di bagian barat dan di depan pintu masuk ruang sidang. Garis polisi juga terlihat dipasang mengelilingi prasasti batu yang berada di sebelah timur calon pendopo utama. Keterangan dari warga sekitar KAS, garis polisi dipasang pada Selasa (14/1) malam sekitar pukul 21.00 WIB setelah berlangsung penangkapan beberapa orang anggota KAS. Sejumlah aparat kepolisian, TNI, dan Satpol PP melakukan penjagaan di kompleks KAS. Puluhan warga yang penasaran dengan KAS terlihat silih berganti menyaksikan dari luar garis polisi. Warga sekitar KAS, Ahmad Riyanto alias Wiji (50) mengatakan garis polisi dipasang setelah ada sekitar lima orang dibawa ke polisi. Ia mengatakan beberapa orang yang semalam ditangkap, pagi ini sudah ada di rumah, yakni Sarwono dan Namono. Wiji menuturkan dengan adanya prasasti dari batu yang seolah-olah dipuja oleh mereka, membuat warga resah. Ia menyampaikan lokasi tempat pembangunan KAS adalah lahan milik Chikmawan, mantan Sekdes Desa Pogung Jurutengah yang kini menjabat sebagai penasihat KAS. (jwn5/ant)

Polisi Akan Turunkan 2040 Personel Gabungan Kawal Aksi Ojol di Istana Merdeka

JAKARTA, Jowonews.com – Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Heru Novianto mengatakan sebanyak 2.040 personel keamanan diturunkan untuk mengawal aksi oleh para pengemudi ojek daring bertajuk Aksi Ojol Nusantara Bergerak. “Benar, sebanyak 2.040 personel gabungan TNI-Polri akan mengamankan aksi itu,” kata Heru saat dihubungi ANTARA, Rabu. Jumlah personel tersebut disesuaikan dengan pemberitahuan yang masuk mengenai massa aksi yang diperkirakan mencapai 5.000 orang dan akan memadati kawasan Kementerian Perhubungan RI hingga di titik puncak depan Istana Merdeka. Ketua Gabungan Aksi Roda Dua (GARDA) Indonesia Igun Wicaksono mengatakan aksi tersebut bertujuan untuk menuntut legalitas hukum para mitra ojek daring kepada pemerintah selaku regulator. “Mari Jabodetabek mengawal rekan-rekan kita yang sedang memperjuangkan payung hukum (legalitas) bagi driver ojek online,” kata Igun dalam keterangan tertulisnya. Aksi itu akan dimulai pada pukul 13.00 WIB, dengan titik kumpul Parkir IRTI Monas. Para pengemudi ojek daring akan melakukan perjalanan dengan jalan kaki (longmarch) mulai dari Balai Kota DKI Jakarta bergerak menuju ke Kementerian Perhubungan RI di Jalan Medan Merdeka Barat hingga pukul 15.00 WIB. Mulai pukul 15.00 WIB, mereka direncanakan melanjutkan jalan kaki sampai depan Istana Merdeka untuk berorasi hingga pukul 16.30 WIB. Aksi Ojol Nusantara Bergerak juga akan dilangsungkan pada keesokan harinya di DPR RI pada Kamis (16/1). (jwn5/ant)

Tak Ikuti UU Baru, Pengamat: OTT Wahyu Setiawan Tidak Sah

JAKARTA, Jowonews.com – Guru besar hukum pidana Universitas Borobudur, Prof Faisal Santiago, menilai bahwa operasi tangkap tangan KPK terhadap eks anggota KPU Wahyu Setiawan dan pihak lain, tidak sah secara administrasi karena KPK dalam menyadap, menangkap, dan menggeledah tanpa seizin dari Dewan Pengawas KPK. Melalui siaran pers, Rabu, dia mengatakan OTT itu masih merujuk pada undang-undang yang lama yakni UU Nomor 30/2002. Padahal UU Nomor 19/2019 Tentang Perbaikan Kedua UU Nomor 30/2002 sudah berjalan. Oleh karena itu, menurut dia, pihak yang merasa dirugikan akibat OTT ini bisa mengajukan gugatan praperadilan. “Kalau dari segi administrasi bermasalah. Kalau dia (pihak yang dirugikan) mau, ya ajukan praperadilan. Tapi masalahnya semangat pemberantasan tindak pidana korupsi lain cerita,” kata dia. Ia berpendapat, status alat bukti yang diperoleh tanpa melalui prosedur sesuai UU, menurut hukum acara, itu tidak sah. Sementara itu mantan Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Chairul Imam, menyatakan KPK tidak bisa menggunakan UU Nomor 30/2002 dalam melakukan OTT, karena UU Nomor 19/2019 sudah diundangkan dan harus menjadi dasar prosedur saat melakukan penyelidikan hingga penyidikan seperti penyadapan dan penangkapan serta penggeledahan. Lebih lanjut menurut Imam, OTT KPK terhadap WS dan sejumlah pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, sudah harus menggunakan UU KPK yang baru hasil revisi. “Ya tidak bisa, UU yang baru sudah ada, kenapa pakai UU yang lama. Kalau dia (pimpinan KPK) menandatangani itu (Sprindik), mestinya sudah memakai atau menggunakan UU yang baru hasil revisi,” kata Chairul. Sebelumnya, KPK menangkap tangan Setiawan dan pihak lain yang ikut tertangkap. Mereka ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus jual beli jabatan pergantian antar waktu anggota DPR periode 2019-2024 yang menjerat Harun Masiku dari PDI Perjuangan dan Saeful Bahri sebagai penyuap serta Agustiani Tio Fridelina yang menerima suap. KPK diketahui sudah sejak lama mengintai WS dalam penyelidikan sejak Agustus 2019 lalu. (jwn5/ant)