Jowonews

KOMPETENSI PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN PERANNYA AGAR MENUMBUHKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DALAM KURIKULUM MERDEKA

Oleh : Imanullah Hesti Nur Amala, S.Pd Sekarang ini menjadi guru sangatlah menjanjikan sebab guru merupakan profesi yang banyak diinginkan orang. Guru mempunyai peran penting dalam menentukan keberhasilan siswa yang berhubungan dengan proses belajar-mengajar di kelas. Kompetensi keprofesionalan harus guru miliki meliputi penguasaan materi, metode, dan sistem penilaian. Tugas guru akan terlaksana apabila dalam penguasaan kepribadian dan ketrampilan lainnya mumpuni. Selain perannya dalam menumbuhkan rasa senang pada siswa guru juga harus mampu memotivasi dalam belajar siswa. Kinerja guru pendidikan kewarganegaraan haruslah baik agar meningkatkan tantangan dunia pendidikan dalam menghasilkan sumber daya manusia yang mampu bersaing secara global. Karya ilmiyah ini yang akan dikaji meliputi kompetensi keprofesionalisme guru, kompetensi guru, kepribadian, sosial, profesionalan guru dan pengaruhnya terhadap pendidikan kewarganegaraan, serta peran guru dalam menumbuhkan motivasi belajar siswa. Hal ini pada pendidikan kewarganegaraan hakikatnya merupakan pendidikan moral yang berlandaskan Pancasila dan merupakan salah satu bidang studi yang penting dan mutlak yang harus diberikan pada semua tingkat pendidikan formal. Cakupan kajian pendidikan kewarganegaraan diharapkan mampu membentuk siswa menjadi warga Negara yang baik, bertanggung jawab, dan berpartisipasi aktif dalam berbagai bidang. Selain itu menjelaskan tentang pemerintahan seluruhnya karena pendidikan kewargaan meliputi lembaga, budaya, hukum, karakter, pendidikan humanis yang menguntungkan bagi seseorang yang mempelajarinya. Perkembangan teknologi sekarang ini sangat cepat, hal ini membuktikan bahwa guru yang professional harus menguasai kemajuan teknologi informasi. Apabila kita telaah lagi guru tidak hanya sekedar  memberi informasi atau hanya menjadi peyaji materi saja melainkan dapat juga sebagai motivator, fasilitator, dan pembimbing dalam proses belajar-mengajar dikelas. Oleh sebab itu guru harus bisa menumbuhkan motivasi belajar dalam diri siswa. Proses merdeka belajar guru tidak hanya transfer ilmu tetapi juga dapat membentuk siswa yang berbudi pekerti sesuai nilai-nilai yang tercantum dalam Pancasila dan UUD 1945. Karena tantangan guru professional yang sangat berat dituntut agar menjadi guru yang mampu membentuk perilaku siswa menjadi karakter yang baik sehingga motivasi belajar siswa selalu ada seiring berkembangnya jaman.

BUDI PEKERTI PENENTU JATI DIRI

Oleh: Erna Listyaningsih Masa sekarang banyak dijumpai budi pekerti bangsa Indonesia yang mulai memudar bahkan pada peserta didik. Dapat dilihat pada kasus yang sering bermunculan seperti tidak hormat pada orangtua maupun guru, berkata kasar dengan orang yang lebih tua, sopan santun mulai hilang dan bahkan melakukan penyiksaan seperti bullying, tawuran ataupun kekerasan kepada orang yang lebih tua. Sebagai seorang guru tentunya perlu menanamkan sikap budi pekerti kepada peserta didik terutama untuk guru SD. Meskipun tidak terdapat pembelajara khusus tentang budi pekerti, namun terdapat beberapa mata pembelajaran yang mennyisipkan tentang budi pekerti. Namun hal tersebut kurang berdampak pada siswa karena instansi sekolah lebih berfokus pada akademik dibandingkan dengan budi ppekerti peserta didiknya. Hal ini yang menjadikan budi pekerti peserta didik rendah. Data-Dari hasil observasi yang diperoleh peserta didik sering berkata kasar bahkan hingga melakukan bullying pada temannya sendiri. Peserta didik melakukan hal tersebut karena dampak dari lingkungan rumah tanpa ada pengawasan dari orangtuanya. Namun mayoritas peserta didik mempunyai budi pekerti yang baik seperti menolong teman, hormat kepada orangtua dan guru dan sebagainya. Berdasarkan pemikiran Ki Hajar Dewantara, budi pekerti atau watak atau karakter merupakan perpaduan antara gerak pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Budi pekerti diartikan sebagai perpaduan antara kognitif dan afektif sehingga menciptakan psikomotor. Keluarga menjadi tempat utama pendidikan sosial dan karakter bagi anak. Namun sekolah juga bertanggungjawab dalam menanamkan budi pekerti yang baik kepada anak. Untuk itu dalam kurikulum merdeka ditetapkan profil pelajar pancasila berdasarkan pemikiran ki hajar dewantara sebagai pembentukan karakter.    Menanamkan budi pekerti dapat dijadikan pembiasaan dalam kegiatan di sekolah, seperti melakukan kerja bakti sebagai pembentukan gotong royong, melakukan 5S baik kepada guru maupun teman sebagai pembentukan akhlak mulia, berdoa sebelum dan sesudah pembelajaran serta memberikan pembiasaan sholat dhuha sebagai pembentukan beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menghargai sesama teman dan budaya seperti melakukan gelar karya sebagai pembentukan berkhebinekaan global, mengerjakan tugas dengan jujur tanpa menyontek teman namun dapat pendampingan dari guru apabila mengalami kesulian sebagai pembentukan sikap mandiri, guru membebaskan peserta didik dalam pembuatan berbagai macam karya dengan kelompok maupun individu sebagai pembentukan kreatif serta berpendapat dalam kelompok dan menghargai pendapat sebagai pembentukan berpikir kritis. Kurikulum merdeka berdasarkan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang memperhatikan budi pekerti sebagai bagian dari pendidikan, perlunya seorang guru untuk mengembangkan budi pekerti peserta didik sebagai kekuatan diri dalam mengelola diri agar mampu memiliki kesadaran sosial. Sebagai seorang pendidik, menciptakan output peserta didik dengan budi pekerti yang baik akan dibawanya hingga masa depan kelak. Sehingga pendidik berperan penting untuk meminimalisir kasus-kasus yang terjadi seperti pembulian dan kekerasan. Budi pekerti sangat penting untuk diajarkan kepada peserta didik agar peserta didik tidak terjerumus ke dalam hal yang merugikan dirinya sendiri. Budi pekerti ditegaskan oleh Ki Hajar Dewantara untuk diajarkan dalam membentuk generasi bangsa yang hormat, jujur dan bertanggungjawab pada masa depan bangsa untuk kedepannya.

GURU PROFESI FAVORIT GENERASI MILENIAL

Oleh: Eka Nur Widya Marwanti, S.Pd. Mengapa kamu ingin menjadi guru? Mengapa tidak  ingin menjadi pengusaha yang punya banyak memiliki cabang warung? Mengapa tidak ingin menjadi pegawai kantor yang selalu tampil elegant dan bergaji tinggi? Mengapa tidak ingin menjadi pramugari yang bisa keliling dunia? Kenapa hanya ingin menjadi guru yang bahkan untuk beli bensin saja upahnya kurang?. Pertanyaan yang sering menyerbu saya semenjak masuk kuliah keguruan tahun 2018.   Bahkan ada komentar yang sangat sinis terkait mengapa saya ingin menjadi seorang guru yang upahnya lebih sedikit dari seorang kuli batu. Setelah saya jawab alasan kenapa ingin menjadi guru, mereka menganggap bahwa alasan saya sangat klise sekali. Ingin mencerdaskan anak bangsa atau karena guru adalah pekerjaan yang mulia dan guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang dapat menghantarkan anak didiknya untuk menjadi apa yang mereka inginkan. Setelah saya betul-betul terjun ke sekolahan dan melihat para guru mengajar pada saat mengikuti PPG Prajabatan ini, saya melihat alasan-alasan yang saya kemukakan tadi memang tidak apa-apanya dibandingkan pengorbanan guru yang ternyata jauh sangat besar untuk peserta didiknya. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melaporkan, mayoritas guru sekolah merupakan generasi milenial. Berdasarkan usia, kebanyakan guru berada di rentang usia 30 hingga 39 tahun. Jumlah guru pada rentang usia tersebut sebanyak 851.316 orang. Angka ini setara dengan 29,29% dari 2.906.239 guru di Indonesia. Namun persebaran terbanyak selanjutnya berasal dari guru yang hampir mendekati masa pensiun. Sebanyak 793.780 guru berusia 50-59 tahun atau 27,31% dari total guru Indonesia. Kemudian, sebanyak 691.531 guru berusia 40 hingga 49 tahun atau 23,79%. Kemendikbud mencatat terdapat 514.233 guru berusia 20 hingga 29 tahun. Indonesia juga memiliki sebanyak 3.988 guru muda berusia di bawah tahun. Di sisi lain, masih terdapat guru berusia pensiun yang masih mengabdi. Sebanyak 47.201 guru berusia 60 hingga 65 tahun dan 4.190 guru berusia di atas 65 tahun. Ditengah-tengah suasana yang selama ini masih monoton dan terkesan kuno, kurikulum merdeka hadir membawa angin segar dengan menawarkan keleluasan dan fleksibilitas. Guru sekolah dasar merupakan juru kunci yang menanamkan jiwa raga seorang anak. Jika saja seorang guru salah dalam mendidik maka habislah masa depan anak tersebut. Sejak pertama kali diumumkan tentang kurikulum merdeka dan diuji cobakan hampir 1 tahun terakhir ini ternyata banyak sekali tantangan yang dirasakan oleh para guru. Tantangan kurikulum merdeka sebenarnya bukan hanya terletak pada sekolah tetapi juga kesiapan guru. Jika guru berani untuk bereksploarsi, berinovasi, dan bekreasi sesuai kebutuhan sekolah maka akan membawa implementasi kurikulum merdeka yang terlaksana dengan baik. Maka dizaman yang semuanya serba canggih, baik canggih dari segi sistem digitaliasi maupun canggih dari segi kemampuan mengajar dibutuhkan guru yang terus mau mengupgrade kemampuan diri. Karena tugasnya bukan hanya memberikan ceramah materi pelajaran kemudian sudah gugur kewajiban. Kurikulum merdeka diharapkan menjadi jalan untuk memerdekakan peserta didik. Memerdekakan peserta didik artinya peserta didik belajar di sekolahan itu dengan antusias, senang, ceria, dan sesuai minat bakatnya. Lalu mengapa jurusan kependidikan masih menjadi jurusan favorite anak muda padahal tugas dan gajinya tidak menjanjikan?. Karena sangat banyak keuntungan yang didapatkan dari seorang yang lulusan keguruan dan pendidikan. Jurusan kependidikan banyak banget peluang yang nanti lulusannya dapat menjadi guru maupun masuk ke sektor lain. Namun perlu digaris bawahi bahwa semua bidang pekerjaan menawarkan jenjang karier yang cukup beragam. Tentu dengan memperhatikan aspek kemampuan dan keterampilan yang dimiliki.Menjadi guru harus memiliki tekad yang sangat kuat karena profesi ini tidak dinilai dari gaji yang didapatkan, namun kualitas pembelajaran yang diberikan.

BUKAN HUKUMAN, TAPI KEPERCAYAAN!

Oleh: Rizqy Aries Nurhanifah Siswa tidak ingin mendengarkan kata-kata anda sebagai gurunya? Ketika dipanggil dan dinasehati mereka justru bertambah marah? Atau mereka suka berteriak-teriak ketika ada masalah? Memasuki kelas 4 SD, siswa layaknya menguji kesabaran kita sebagai guru. Tenggorokan kita akan terasa lebih sakit jika sering berbicara atau selalu mengingatkan peserta didik untuk menjaga sikap, perilaku atau melakukan tugas tertentu. Diingatkan berulang kali, bukannya sadar tetapi justru bergeming atau justru akan marah dengan kita. Akhirnya rasa lelah datang dan dengan tidak sadar kita memberikan reaksi membentak, mengomel, marah atau bahkan menghukum anak tersebut. Menurut Maatakupan 1994, siswa kelas 4 SD adalah siswa dengan rentang usia 10-11 tahun. Usia ini merupakan usia pada masa peralihan dari dunia khayal menuju dunia nyata yang sering kita sebut masa operasional konkret. Masa ini juga merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang penuh kebebasan dan masih perlu bimbingan dalam mengatasi masalah. Oleh karena itu, pada masa kelas 4 SD mereka memiliki rasa ingin selalu mencoba, bereksperimen, dan mengekspresikan dirinya yang terkadang mereka masih kebingungan dalam melakukannya. Sebagai pendidik kita harus mengetahui bahwa  anak-anak belajar sesuatu hal berdasarkan perkembangan usia mereka. Guru harus mampu menciptakan hubungan dan komunikasi yang baik antar guru dan siswa agar siswa mendapatkan lingkungan yang baik serta nyaman dalam belajar. Jika melihat pendapat Gary Gore dalam tulisan Muhammas Fauzi 2016, anak-anak tidak boleh dididik dengan ketakutan. Mereka tidak boleh dibina dengan paksaan-paksaan yang tidak mereka pahami. Seorang pendidik yang memaksa anak-anak melakukan sesuatu, secara tidak sadar sedang menagajarkan bahwa kebenaran itu (harus dilakukan) dengan paksaan. Efek negatifnya adalah anak-anak tidak melakukan pelanggaran karena paksaan bukan karena kesadaran mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat Ki Hadjar Dewantara bahwa pendidikan memberi “tuntunan bukan tuntutan” terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki. Meningkatkan kesadaran anak-anak terhadap apa yang mereka kerjakan merupakan salah satu cara agar anak-anak terhindar dari ketakutan ketika mereka melakukan sesuatu. Cara meningkatkan kesadaran tersebut melalui mengajak anak berdiskusi dalam menghadapi suatu masalah atau menentukan sebuah kesepakatan. Melibatkan anak dalam berbagai kegiatan di kelas juga akan menumbuhkan rasa percaya diri bahwa mereka memliki peran dan posisi yang penting didalam kelas. Lalu bagaimana memberikan kepercayaan kepada anak-anak? Bagaimana memberikan kebebasan kepada anak-anak agar mereka mampu berkembang dengan baik sesuai kodratnya? Jawabannya adalah dengan memberikan kepercayaan kepada mereka terhadap sebuah tanggung jawab. Pernyataan ini senada dengan pendapat Zubaedi dalam Yasmin dkk (2016), ketika kita memberikan kepercayaan penuh kepada mereka tentang tanggung jawab tertentu, maka rasa memiliki, disiplin dan empati juga akan muncul. Seorang anak memiliki power untuk mempengaruhi temannya, tentunya akan memiliki dampak besar apabila kita lepaskan begitu saja tanpa pengawasan yang lebih. Sebagai pendidik kita harus mampu melihat potensi tersebut untuk membantu mereka mengembangkan karakter baik yang terdapat pada dirinya, sehingga ia dapat mengurangi dampak dari karakter yang kurang baik tersebut. Mengingatkan mereka dengan cara marah-marah atau nada tinggi, justru membuat si anak merasa dipojokkan sehingga ia akan bertambah marah karena tidak mdapat mengekspresikan dirinya dengan tepat. Sebagai pendidik kita harus mampu mengajak anak berkomunikasi dan berdiskusi anak tersebut dengan dekat. Setelah berdiskusi kita perlu memberikan kepercayaan akan sebuah tanggung jawab, misalnya menyebutnya sebagai “polisi kelas” yang memiliki tugas mengingatkan temannya untuk melaksanakan piket kelas atau mengingatkan temannya tentang tugas hari ini. Di dalam kelas yang pernah saya pegang, trik ini cukup membantu anak tersebut untuk mampu mengendalikan emosinya. Tidak dapat langsung berubah dalam sekejap namun berproses, untuk membantu anak-anak menemukan karakter baik dalam dirinya. Dengan memberikannya kepercayaan, membuat mereka merasa dirinya penting dan berharga dalam sebuah kelas. Sampai akhirnya, saya jarang melihat anak tersebut bergeming atau marah-marah ketika diingatkan atau dinasehati, justru saya melihat sekarang ia tumbuh menjadi polisi kelas yang ngemong teman-temannya. Pentingnya menemukan potensi dalam setiap tindakan siswa meski dalam bentuk pengekspresian yang kurang baik mampu memberikan dampak yang besar terhadap karakter siswa. Memberikan kepercayaan kita dengan cara berdiskusi terkait sikap mereka adalah cara paling ampuh melibatkan mereka sendiri membangun karakter baik dalam dirinya. Ketika seorang pendidik tidak memiliki kepercayaan tersebut dan bersikap sebaliknya yaitu memberikan hukuman, justru akan memberikan kesan negatif dan paksaan kedalam pikiran peserta didik sehingga mereka sulit menumbuhkan kesadaran terhadap lingkungan baik disekitarnya.

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI BERBASIS PROJECT BASED LEARNING BERBANTUAN KARTU ENERGI DI SEKOLAH DASAR

Oleh: M. Sukron Pendidikan adalah hal mendasar yang sangat dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupannya. Kegiatan pembelajaran IPAS pada kurikulum merdeka di sekolah dasar seorang guru harus menerapkan keterampilan proses untuk mendukung dan memudahkan peserta didik dalam belajar. Dalam suatu kelas terdapat peserta didik dengan beragam karakteristik dan keunikannya sehingga perlu diterapkan pembelajaran berdiferensiasi sehingga semua potensi dan kemampuan peserta didik dapat dikembangkan secara optimal. Hasil asesmen diagnosis terhadap 28 peserta didik di Kelas IV A SDN Kalibanteng Kidul 01 Kota Semarang, peserta didik memiliki berbagai macam gaya belajar yang didominasi gaya belajar kinestetik sebesar 71%, gaya belajar visual 18%, dan gaya belajar auditori sebesar 11%. Peserta didik lebih mudah memahami materi pelajaran dengan learning by doing. Melalui kegiatan PPL 1 PPG Prajabatan Gelombang 1 Prodi PGSD (23/11/2023) dilaksanakan pembelajaran berdiferensiasi berbasis Project Based Learning di kelas IV A. Selain itu untuk meningkatkan kemandirian dan berpikir kritis peserta didik maka dalam kegiatan pembelajaran ini menggunakan bantuan media Kartu Energi (kartu bergambar) yang berisikan contoh benda, dan macam-macam energi yang disertai dengan penjelasan di dalamnya. Pembelajaran berdiferensiasi berbasis Project Based Learning berbantuan Kartu Energi menjadi salah satu solusi untuk mengakomodasi perbedaan-perbedaan yang ada di dalam kelas sehingga menciptakan pembelajaran yang berpihak pada peserta didik. Pembelajaran berdiferensiasi adalah pendekatan pembelajaran yang memberikan keleluasan kepada peserta didik untuk meningkatkan potensi sesuai dengan kesiapan belajar (readiness), minat dan profil belajar. Pada awal proses pembelajaran guru menanyakan kesiapan belajar peserta didik melalui kegiatan tanya jawab. Kemudian pada aspek gaya belajar peserta didik penerapan Project Based Learning berbantuan Kartu Energi memperhatikan gaya belajar auditori, visual dan kinestetik. Selain itu, untuk mengakomodasi minat dari peserta didik, guru memberikan ilustrasi pada Kartu Energi sesuai dengan hobi dari peserta didik. Peserta didik yang memiliki gaya belajar visual dapat lebih fokus belajar dengan mengamati gambar dan penjelasan di Kartu Energi yang dibagikan kepada semua peserta didik dan menuliskannya dalam laporan yang disertai gambar, kemudian peserta didik dengan gaya belajar auditori diberikan kesempatan untuk saling menjelaskan materi yang ada di Kartu Energi. Peserta didik yang mempunyai gaya belajar kinestetik melakukan kegiatan praktikum perubahan energi yang ada di sekitar kita seperti percobaan kertas spiral yang bergerak, kotak yang bersuara, dan permainan menggunakan Kartu Energi secara berkelompok. Peserta didik bersemangat saat melaksanakan kegiatan pembelajaran dan juga sering bertanya dan merespon pertanyaan guru dengan cepat ketika guru memberikan beberapa kuis. Peserta didik antusias dalam melaksanakan praktek kertas spiral yang bergerak dan melakukan permainan dengan Kartu Energi karena sesuai dengan gaya belajar mereka dan permainan yang pernah dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Pada akhir pembelajaran hasil belajar peserta didik mengalami peningkatan dari rata-rata hasil belajar 65.53 sebelum melaksanakan pembelajaran menjadi 82.64 setelah pembelajaran berdiferensiasi dilakukan berbasis Project Based Learning berbantuan Kartu Energi. Hal ini dikarenakan kegiatan pembelajaran berdiferensiasi berbasis Project Based Learning berbantuan Kartu Energi dapat mengakomodasi semua gaya belajar peserta didik yang ada di kelas IV A. 

KEGIATAN PRAMUKA CARA AMPUH MEWUJUDKAN PROFIL PELAJAR PANCASILA

Oleh: Imam Azhari Salah satu cara dalam membentuk siswa profil pelajar pancasila melalui kegiatan ekstrakurikuler pramuka. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang memiliki peran penting dalam mencerdasakan kehidupan bangsa dan menanamkan pendidikan karakter yang kali ini disebut profil pelajaran pancasila. Ketika karakter. Pendidikan karakter penting untuk dilakukan sejak dini, baik oleh keluarga sekolah maupun di masyarakat sehingga anak bisa berkembang optimal dan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter. Pada kurikulum sebelumnya yaitu kurikulus 2013 yang gencar-gencarnya menekankan delapan belas nilai karakter, yang dituangkan dalam Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter pada satuan pendidikan formal. Pada pasal 2 dalam Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018, yang dinyatakan dalam PPK (Penguatan Pendidikan Karakter) meliputi nilai-nilai religius, jujur, toleransi, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai, prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggungjawab. Pada kurikulum merdeka kali ini berubah menjadi profil pelajar pancasila. SDN Ngaliyan 05 Semarang sudah menerapkan ekstrakurikuler pramuka sebagai upaya dalam membentuk karakter pancasila kepada siswa. Kegiatan ini bertujuan untuk mewujudkan pelajar pancasila dengan interpretasi dari Dasa Dharma pramuka. Esensi kepramukaan nilai yang bisa di dapat siswa adalah siswa bisa lebih disiplin, berani, dan setia. Hal itu tertuang dalam dasa darma ke-8. Dampak dalam mengikuti kegiatan pramuka, anak-anak semakin bersemangat belajar maupun kedisiplinan terciptakan. Cinta tanah air serta lingkungan juga sering sekali diterapkan di kehidupan sehari-hari. Kegiatan Pramuka juga bisa dijadika bakat minat ketika melanjutkan ke jengjang yang lebih tinggi. Karena kalau ditekuni siswa akan selalu tertanam jiwa pancasila dan cinta tanah airnya.

MENCEGAH MATINYA POTENSI DIRI MELALUI PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI

Oleh: Yenni Astitik, S.Pd Potensi diri merupakan salah satu hal penting yang harus dikembangkan pada setiap peserta didik untuk meraih keberhasilan. Salah satu cara untuk mengembangkan potensi diri peserta didik yaitu melalui pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi merupakan pembelajaran yang memberikan kesempatan secara luas untuk memfasilitasi kebutuhan belajar peserta didik yang berbeda-beda. Hal ini sejalan dengan pemikiran Tomlinson (2001) yang menyatakan bahwa pembelajaran berdiferensiasi merupakan usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas agar memenuhi kebutuhan belajar peserta didik. Pembelajaran berdiferensiasi berfokus pada keberagaman yang ada pada peserta didik antara lain keberagama kesiapan belajar, minat, dan profil pelajar peserta didik yang berbeda-beda. Keberagaman yang ada pada peserta didik akan menjadi acuan dalam menciptakan pembelajaran yang bermakna, sesuai dengan ciri kurikulum merdeka belajar yang menjadikan peserta didik sebagai pusat pembelajaran atau lebih dikenal sebagai “student center”. Guru memiliki peran utama dalam mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi melalui perangkat pembelajaran yang akan digunakan dala proses pembelajaran. Hal ini digunakan untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran secara maksimal baik dari kemampuan peserta didik dalam bidang akademik maupun non-akademik. Oleh karena itu terdapat tiga pendekatan berdiferensiasi yang harus diperhatikan oleh seorang guru dalam merencanakan dan melaksanakan perangkat pembelajaran yaitu pendekatan diferensiasi konten/isi, proses, dan produk (Desy dan Sasmita, 2022: 97). Diferensiasi Konten- Setelah melakukan pemetaan kebutuhan peserta didik maka seorang guru akan memikirkan isi/konten materi yang akan digunakan dalam suatu pembelajaran dengan mempertimbangkan tiga aspek yaitu kesiapan belajar, minat dan profil pelajar peserta didik. Kesiapan belajar berkaitan dengan tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki peserta didik saat ini dan disesuaikan dengan pengetahuan dan keterampilan yang akan diajarkan. Sedangkan aspek minat berhubungan dengan motivasi yang ada pada peserta didik untuk terlibat aktif dalam menyelesaiakan pembelajaran. Selanjutnya yang terakhir profil pelajar peserta didik, berkaitan dengan pemberian kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk belajar sesuai dengan karakternya masing-masing. Diferensiasi Proses– Berkaitan dengan strategi yang akan digunakan dalam proses pembelajaran sehingga peserta didik mendapatkan informasi tentang pembelajaran yang baru dan mendapatkan cara belajar sesuai dengan kemampuan peserta didik. Selain itu di dalam diferensiasi proses ini juga akan memikirkan cara agar peserta didik terlibat aktif dalam pembelajaran melalui berbagai kegiatan baik individu maupun kelompok, sehingga peserta didik akan mampu meningkatkan kemampuan akademik dan kemampuan non-akademik seperti public speaking, belajar mengenai adanya perbedaan pendapat, mampu menyelesaikan permasalahan, serta meningkatkan kemampuan berinteraksi dengan orang lain. Diferensiasi Produk- Berkaitan dengan keberagaman hasil dari tugas pembelajaran yang telah diberikan. Tugas dan penilaian dibuat beragam akan tetapi tetap mengacu pada tujuan pembelajaran yang sama. Pada aspek ini guru akan memberikan kebebasan penyajian bentuk tugas sesuai dengan ide kreatif dari masing-masing peserta didik, sehingga potensi yang ada pada peserta didik akan tetap diasah dan ditingkatkan melalui proses pembelajaran tersebut. Keberagaman penyajian tugas tersebut dapat berupa tulisan, hasil tes, karya, pertunjukan, presentasi, pidato, video, peta konsep, dan sebagainya. Tentunya dalam memberikan keberagaman tugas ini seorang guru harus memperhatikan prinsip-prinsip diferensai produk, meliputi kualitas pekerjaan apa yang diinginkan, konten apa yang harus ada pada produk, bagaimana cara menegerjakannya, dan yang terakhir sifat dari produk akhir apa yang diharapkan. Keberagaman tugas akan dinilai oleh guru, sehingga guru mengetahui tingkat keberhasilan pembelajaran yang ia lakukan dan hasil penilaian ini dijadikan sebagai dasar untuk merencanakan perangkat pembelajaran selanjutnya. Ketiga aspek tersebut yang digunakan sebagai acuan dalam pengimplementasian pembelajaran berdiferensiasi guna menumbuhkan potensi yang ada peserta didik, guru juga harus memperhatikan diferensiasi lingkungan belajar melalui sistem “learning community” atau komunitas belajar yang beranggotakan pembelajar. Guru akan menciptakan kondisi untuk mengembangkan potensi yang ada pada peserta didik dengan menciptakan komunitas belajar yang efektif dengan memperhatikan prinsip-prinsip yaitu setiap warga kelas akan disambit dan menyambut dengan baik, setiap warga kelas saling menghargai, peserta didik akan merasa aman, tumbuhkah harapan baru bagi peserta didik, guru mengajar untuk mencapai kesuksesan, dan terdapat keadilan yang nyata, serta guru berkolaborasi untuk kesuksesan bersama. Komunitas belajar yang efektif akan membuat lingkungan belajar menjadi nyaman, sehingga dapat mendorong tercapainya tujuan pembelajaran yang maksimal. Penjelasan diatas dapat disimpulkan untuk meningkatkan potensi diri yang ada pada peserta didik dapat dilakukan dengan mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi.  Kita sebagai seorang guru harus bahu membahu mengembangkan potensi peserta didik sejak dini agar potensi yang ada pada peserta tidak mati oleh ganasnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknolgi seperti sekarang ini.

STRATEGI PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI SEBAGAI SOLUSI KEBERAGAMAN SISWA

Oleh: Dewi Wahyu Kartika Setiap manusia terlahir unik dan berbeda antara individu yang satu dengan individu lainnya. Perbedaan tersebut menjadi identitas dan ciri khas yang membedakannya dengan manusia lain. Faktor keturunan dan faktor lingkungan memiliki pengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan peserta didik, meskipun setiap individu tidak dapat ditentukan faktor apa yang lebih dominan dalam menentukan kepribadiannya. Peserta didik juga memiliki perbedaan baik dari latar belakang, kecerdasan intelektual, kesiapan belajar, maupun gaya belajarnya. Perbedaan-perbedaan tersebut mempengaruhi keterampilan siswa dalam memproses informasi atau materi yang disampaikan guru. Anak kembar sekalipun yang hidup dalam lingkungan yang sama, mendapat perhatian yang sama, belum tentu memiliki cara berpikir yang sama terhadap masalah yang dialaminya. Hal tersebut membantah anggapan bahwa pengajaran yang dilaksanakan dengan menggunakan metode, bahan, dan penilaian yang sama akan memberikan hasil belajar yang sama. Pembelajaran yang mengakomodasi kebutuhan peserta didik yang berbeda-beda akan memberikan pengajaran yang lebih bermakna dan sesuai potensi yang dimilikinya. Seorang pendidik diharapkan dapat memahami perbedaan yang dimiliki siswa sehingga pembelajaran yang dilaksanakan dapat bervariasi dan mengakomodasi kebutuhan siswa yang beragam. Setiap peserta didik memiliki potensi yang berbeda. Peserta didik bukanlah kertas kosong yang dapat digambar orang dewasa. Ia memiliki pola samar yang membutuhkan bantuan orang dewasa dalam menebalkannya. Seorang pendidik bertugas membantu menebalkan pola-pola samar tersebut dengan menuntun peserta didik sesuai kodratnya, serta membantu peserta didik menggali dan mengembangkan potensinya. Sama halnya dengan petani padi, ia hanya bisa mengusahakan padi tumbuh subur dan berbiji banyak. Bagaimanapun usaha yang dilakukan petani padi tidak akan dapat merubah padi menjadi jagung (Ki Hadjar Dewantara). Peserta didik yang tidak dapat mengerjakan soal matematika bukanlah siswa yang bodoh, hanya saja ia memiliki keterampilan di bidang lain sesuai bakat dan minatnya. Pendidiklah yang bertugas membantu peserta didik menemukan potensi yang sesuai bakat dan minatnya. Seorang pendidik adalah kunci keberhasilan pendidikan. Jika seseorang yang sakit membutuhkan dokter untuk menyembuhkan, peserta didik juga membutuhkan pendidik dalam menuntaskan kekurangan. Jika dokter tidak boleh memberikan resep obat yang salah, pendidik juga tidak boleh memberikan pembelajaran yang salah jikalau tidak ingin peserta didiknya menjadi kacau balau. Namun kenyataannya hal tersebut masih jauh dari ekspektasi. Berdasarkan realita yang ada, pendidik masih menerapkan pembelajaran konvensional yang menganggap semua anak sama tanpa melihat keberagaman kemampuan peserta didik. Pendidik masih menganggap melaksanakan proses pembelajaran satu orang peserta didik, padahal dalam satu rombongan belajar terdapat sekitar 20an peserta didik yang memiliki keberagaman yang berbeda-beda. Hal ini membuat peserta didik menjadi bosan dan menurunkan motivasi belajarnya. Pendidik yang selalu menggunakan metode pembelajaran yang sama, dan tidak memvariasikan kegiatan pembelajaran akan merugikan peserta didik sehingga mengakibatkan pembelajaran kurang maksimal dan mempengaruhi hasil belajarnya. Pendidik harus memberikan solusi yang tepat terhadap kebutuhan peserta didik yang beragam. Strategi pengajaran yang akurat dapat menciptakan pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan sehingga membuat hasil belajar lebih efektif. Pendidik dapat menerapkan pembelajaran berdiferensiasi yang berorientasi pada peserta didik. Pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran sehingga mengakomodasi kebutuhan belajar setiap peserta didik. Dengan pembelajaran berdiferensiasi, pendidik dapat menciptakan lingkungan belajar yang membuat siswa terlibat secara aktif, menyusun rencana pembelajaran yang sesuai kebutuhan siswa, dan memanajemen kelas dengan baik. Pembelajaran berdiferensiasi merupakan solusi yang tepat karena dapat memfasilitasi kebutuhan peserta didik yang beragam. Pembelajaran berdiferensiasi juga sesuai dengan kurikulum merdeka yang tengah digencar-gencarkan menteri pendidikan nasional. Pembelajaran berdiferensiasi memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran, seperti pemikiran Ki Hadjar Dewantara terkait sistem among yang menekankan pendidik menuntun peserta didik sesuai kodratnya. Implementasi pembelajaran berdiferensiasi ada beberapa aspek yang dapat pendidik terapkan antara lain diferensiasi konten, diferensiasi proses, dan diferensiasi produk. Pendidik dapat menerapkan salah satu aspek tersebut, atau bahkan mengkombinasikan ketiga aspek tersebut dalam pembelajaran . Pendidik dapat memvariasikan kegiatan, metode, dan media pembelajaran sehingga dapat mengakomodasi kebutuhan peserta didik yang beragam. Keberagaman peserta didik dapat diatasi ketika pendidik dapat membedakan intruksi pengajaran dan mendiferensiasikan pengajaran. Diferensiasi pengajaran maksudnya adalah dalam kegiatan pembelajaran, peserta didik diberikan kebebasan untuk mempelajari materi berdasar kemampuan, sesuatu yang mereka minati, dan kebutuhan supaya mereka dapat merasa senang, nyaman, dan tidak tertekan sehingga pembelajaran yang dilaksanakan dapat berhasil. Dengan melaksanakan variasi pengajaran, pendidik dapat mengakomodasi kebutuhan peserta didik yang berbeda-beda, membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna karena berpusat kepada peserta didik, dan sesuai dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara terkait pendidikan bahwa pendidik harus menuntun peserta didik sesuai kodratnya, dengan tidak memaksakan terhadap sesuatu yang bukan bakat dan minatnya.