Jowonews

Persijap Jepara Terkena Denda Karena Ulah Pendukung Lempar Botol Ke Lapangan

Persijap Jepara Terkena Denda Karena Ulah Pendukung Lempar Botol Ke Lapangan

JEPARA – Persijap Jepara kembali memperoleh hukuman denda sebesar Rp 25 juta imbas suporter melempar botol ke lapangan. Kejadian itu berlangsung ketika Persijap Jepara menjamu Nusantara United di Stadion Gelora Bumi Kartini, pada Sabtu (10/9/2022). PSSI menilai Persijap sudah melanggar Kode Disiplin PSSI Tahun 2018. Pihak federasi sepakbola itu mencatat dua buah kemasan botol air mineral dari suporter Persijap. Manajer Persijap Jepara sudah menggunggah pemberitahuan hukuman denda di media sosial resmi klub berjuluk Laskar Kalinyamat itu. “Kami mohon dengan sangat, semoga perihal ini kedepannya tidak terulang kembali,” tulis manajemen Persijap di akun media sosial klub, Rabu (21/9/2022). Manajemen juga memberikan penjelasan terkait larangan pedagang asongan dan minuman masuk stadion. Hal itu untuk meminimalisir atau mencegah lemparan botol ke lapangan yang tentunya berdampak pada klub karena harus menanggung denda. Larangan itu diharapkan dapat dimengerti oleh semua pihak. Setidaknya Persijap telah dua kali menanggung denda Rp 25 juta dari kejadian serupa. Kejadian pertama, ketika Persijap Jepara menjamu Persekat Kabupaten Tegal di Stadion Gelora Bumi Kartini, Minggu (4/9/2022). Laga itu tercoreng oleh ulah suporter yang melempar botol ke lapangan.

Gibran Gandeng UMKM Untuk Produksi Sepatu Batik Dengan Harga Terjangkau

Sepatu Batik

SURAKARTA – Walikota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka bermitra dengan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Aerostreet untuk memproduksi sepatu dengan desain batik. Ia mengungkapkan peluncuran sepatu tersebut akan dilakukan minggu depan, pada momen Hari Batik Nasional. Gibran mengatakan proses pembuatan sepatu batik membutuhkan waktu, bahkan berbulan-bulan. Menurutnya, upaya tersebut dilakukan agar sepatu tidak dibuat sembarangan. “Memang ngepaske (menyesuaikan) hari batik. Desainnya ya batik,” katanya, dikutip dari Antara, Kamis (22/9/2022). Ia meminta produsen tidak membatasi produksi agar lebih banyak orang yang membeli dan berpartisipasi dalam perayaan Hari Bati Nasional pada 2 Oktober 2022, mendatang. “Yang ingin beli ya biar beli. Kalau habis diproduksi lagi, kemarin komitmennya seperti itu biar semua bisa mengikuti,” katanya. Sedangkan untuk harga lokal, sepatu bermotif batik ini akan dijual dengan harga yang sama dengan sepatu Aerostreet lainnya. Di situs resmi dan beberapa situs e-commerce, sebagian besar produk sepatu Aerostreet dibanderol di bawah Rp 200.000/pasang. “Harga-harga Aero lah, saya nggak ambil komisi kok,” katanya

Dusun Plandi Banyumas, Kampung Buddha Di Tengah Hutan Terpencil

Dusun Plandi Banyumas

BANYUMAS – Kampung Buddha Kabupaten Banyumas terletak di tengah hutan di wilayah Desa Watuagung, Kecamatan Tambak, Kabupaten Banyumas. Kampung tersebut bernama Dusun Plandi. Letaknya persis di perbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Kebumen, dimana desa ini dikelilingi oleh hutan Perhutani. Berada di area seluas 7 hektar, warga desa Plandi sebagian besar dihuni umat beragama Buddha. Untuk menuju desa ini harus melalui jalan naik turun dan berkelok, di kanan kirinya terdapat hutan pinus yang dilalui sungai. Jarak antara desa Plandi dan pusat kecamatan Tambak sekitar 12 sampai 15 km atau dapat ditempuh dalam waktu sekitar 30 menit. Keheningan terasa saat melewati jalan menuju Desa Plandi. Meski jalannya datar, pada malam hari jalan menuju desa Plandi sangat gelap karena tidak adanya lampu penerangan. Dulunya, Desa Plandi sering dijadikan tempat pengungsian tentara pada masa penjajahan karena wilayahnya masih rimbun dan berhutan. Menurut Tukiran, selaku kepala Vihara Desa Plandi, konon menurut sejarah, masyarakat yang menempati desa pertama Plandi hanya dihuni oleh satu keluarga, yaitu kakek dari Mbah Sawitanom. Mbah Sawitanom tinggal bersama istri dan 5 anaknya. Menurut cerita, Mbah Sawitanom adalah orang yang disegani masyarakat karena dikatakan memiliki kelebihan. Meskipun hampir semua penduduk Dusun Plandi beragama Buddha, agama Buddha diperkenalkan oleh menantu Mbah Sawitanom, Darmo Suwito dari Kebumen. Sebelumnya, Mbah Sawitanom sendiri adalah pengikut kepercayaan naluri. Karena agama Buddha memiliki kesamaan budaya, ia memutuskan untuk beragama Buddha. Seiring berjalannya waktu, penduduk Desa Plandi terus bertambah. Karena mayoritas beragama Buddha, Desa Plandi sering disebut sebagai Dusun Buddha atau Kampung Buddha. Saat ini, ada sekitar 42 keluarga yang tinggal di Desa Plandi. “Mereka semua beragama Buddha karena masyarakat yang tinggal di sini masih memiliki hubungan keluarga. Hanya dua keluarga yang beragama Islam,” kata Tukiran. Meski berada di tengah hutan, pasokan listrik ke desa ini sudah ada sejak 6 tahun lalu. Sebelum listrik dan kendaraan datang ke desa ini, penduduk desa Plandi biasa pergi ke pasar untuk membawa produk mereka untuk dijual di pagi-pagi buta. “Kalau dulu tahun 1990 ke bawah untuk ke pasar saja musti bawa barang dipikul jam 4 pagi, jalan pakai senter,” imbuhnya, dikutip dari Tribun Pantura, Kamis (22/9/2022). Karena jaraknya terlalu jaug dari pusat kota Kecamatan Tambak, listrik di Desa Plandi diperoleh dari Kabupaten Banjarnegara karena jarak yang lebih dekat. Begitu pula akses pendidikan, warga Dusun Plandi menyekolahkan anaknya di Kabupaten Banjarnegara. Sekolah dasar terdekat dengan desa ini terletak di desa Gumelem Kulon, kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara, sekitar 2 km. Begitu juga dengan SMA terdekat yang bisa ditempuh dalam waktu 25 menit dan masih berada di dalam Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara. Akses ke layanan kesehatan seperti Puskesmas terletak di pusat Kecamatan Tambak. Sedangkan Balai Desa Watuagung berjarak sekitar 12 km. Meski masyarakat Dusun Plandi tinggal jauh dari pusat keramaian bahkan di tengah hutan, namun Desa Plandi tetap mempertahankan predikatnya sebagai desa mandiri. Sebagian besar masyarakat di Dusun Plandi mayoritas berkebun. Hasil bumi yang dihasilkan adalah kopi, kapulaga, kemukus, kelapa dan kayu-kayuan. Penduduk desa Plandi sering menjual dagangannya di pasar Purwareja Klampok di Banjarnegara. Apalagi Dusun Plandi juga merupakan dusun dengan tingkat pendidikan yang tinggi di wilayah desa Watuagung. “Jumlah penduduk berpendidikan S2 dan S3 lebih dari 43 orang. Kebanyakan dari mereka belajar di luar kota,” kata Tukiran. Karena mayoritas penduduknya beragama Buddha, Dusun Plandi memiliki dua vihara, yaitu Vihara Metta Bhumi dan Vihara Graha Bhavana. Hanya sedikit orang yang tahu bahwa salah satu vihara di dusun ini terbilang cukup besar dan megah. Terlebih Vihara Graha Bhavana yang merupakan pengembangan dari Vihara Metta Bhumi. Saat pertama kali menginjakkan kaki di desa Plandi, pandangan pertama yang terlihat adalah sebuah bangunan megah dengan dekorasi khas budaya Buddha. Itulah Vihara Graha Bhavana biasanya digunakan untuk acara-acara keagamaan atau non-keagamaan. Seperti doa, Paritta membaca setiap Jumat malam, dan juga sekolah minggu. Di depan Vihara Graha Bhavana adalah makam Mbah Sawitanom dan istrinya, menantu Darmo Suwito dan seorang cucu. Terletak tidak begitu jauh dari Vihara Graha Bhavana, sekitar 3 menit berjalan kaki terdapat Vihara Metta Bhumi yang telah ada sebelumnya. “Dua-duanya masih dipakai, tergantung kondisi, kalau besar-besaran di Vihara Graha Bhavana yang lebih luas,” ujarnya. Tak heran, lokasi Dusun Plandi yang begitu asri dan tenang kerap menjadi tujuan orang luar untuk bermeditasi. Selain itu, Dusun Plandi juga sering dijadikan referensi penelitian oleh mahasiswa dari luar daerah. Hal lain yang patut dipelajari di dusun ini adalah masyarakatnya yang selalu rukun, menjunjung tinggi nilai kebersamaan dan gotong royong. “Gotong Royong di sini sangat kuat. Seperti saat membangun rumah dan jalan. Misalnya jalan di dusun ini, masyarakat di sini membangunnya sendiri tanpa bantuan pemerintah”, pungkasnya. Foto: doc. Youtube Tedhong Telu

Resep Ayam Goreng Gurih dan Empuk, Bumbunya Meresap dan Matang Sempurna

Resep Ayam Goreng Gurih dan Empuk

Berikut resep ayam goreng gurih dan empuk, serta matang dengan sempurna. Ayam goreng menjadi menu favorit hampir semua orang. Masakan ini enak dan mudah dibuat. Namun jika cara penanganannya salah, ayam akan menjadi kering atau kurang matang. Nah, berikut ini resep ayam goreng gurih dan empuk yang bisa kamu buat sendiri di rumah. Bahan-bahan : 500 gr ayam 1 jeruk nipis 7 serai 8 daun jeruk 10 siung bawang putih 2 sdt kunyit bubu/ 2 ruas kunyit halus 1 sdt kaldu bubuk 1/2 sdt lada bubuk 1 sdm gula 1 sdm garam Cara Membuat : Cuci bersih ayam lalu beri perasan jeruk nipis. Biarkan selama 15 menit dan bilas. Haluskan daun jeruk, serai dan bawang putih. Lalu tumis hingga harum dan matang. Tambahkan merica, kaldu bubuk, gula dan garam. Kemudian masukkan ayam dan aduk hingga rata. Diamkan selama 10 menit sampai ayam mengeluarkan air. Setelah 10 menit, tambahkan air secukupnya hingga menutupi ayam. Masak hingga air mendidih, lalu tambahkan bubuk kunyit. Masak sampai ayam matang dan air meresap. Kemudian, matikan api, tiriskan ayam, lalu goreng dalam minyak panas dan sebentar saja. Angkat dan tiriskan.

Pemkot Hingga Relawan Tanam Sebanyak 16.100 Bibit Mangrove di Pesisir Pekalongan

Mangrove Pemkot Pekalongan

PEKALONGAN – Pemerintah Kota Pekalongan bekerjasama dengan Partnership Fund dan relawan penggiat lingkungan melakukan penanaman 16.100 bibit mangrove di kawasan pesisir Pantai Utara Pekalongan pada Rabu (21/9/2022). Upaya ini dilakukan untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Salah satunya adalah merehabilitasi dan melindungi ekosistem mangrove. Walikota Pekalongan, Achmad Afzan Arslan Djunaid sangat mengapresiasi gerakan peduli pesisir kota Pekalongan yang digagas kelompok kemitraan dengan menanam 16.100 bibit mangrove di dua tempat, yakni Desa Kandang Panjang dan Desa Bandengan di Kecamatan Pekalongan Utara. “Alhamdulillah hari ini bersama Kemitraan, peralatan dan masyarakat Kandang Panjang dan Bandengan, kita bersama-sama menanam 16.100 bibit mangrove dengan tujuan menyelamatkan lingkungan,” kata Wali Kota Pekalongan Achmad Afzan Arslan Djunaid. Walikota Pekalongan berharap puluhan ribu bibit mangrove yang ditanam di kawasan pesisir utara kota Pekalongan dapat tumbuh subur dan berpotensi mencegah abrasi dan dampak perubahan iklim lainnya. “Saya juga menekankan perlunya upaya bersama untuk menjaga dan melindungi garis pantai Kota Pekalongan yang menurut peneliti ITB akan tenggelam pada tahun 2035,” ujarnya. Menurutnya, saat ini bukan saatnya menyalahkan beberapa pihak, namun semua sektor masyarakat harus berperan aktif dan berkolaborasi dalam upaya menjaga pantai utara kota Pekalongan. “Kalau tidak bergerak merawat bersama ini akan percuma. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, tetapi semua pihak harus ikut peduli menyelamatkan lingkungan ini.” katanya dikutip dari Tribun Pantura, Kamis (21/9/2022). Upaya penanaman mangrove kemitraan ini merupakan berkah bersama karena merupakan proyek pertama Mitra di kota Pekalongan yang diharapkan berhasil mengatasi perubahan iklim. Sementara itu, Andi Kiki, Team Leader Project Management Unit Adaptation Fund Kemitraan menjelaskan, penanaman puluhan ribu mangrove merupakan bagian dari upaya mitigasi dampak perubahan iklim di kota Pekalongan. Selain itu, di Kota Pekalongan diperkirakan ada potensi tenggelam akibat perubahan iklim, sehingga hal ini dalam rangka kerjasama dengan Pemkot Pekalongan dan didukung oleh aparat desa, kecamatan dan aktivis lingkungan untuk mengadaptasi permasalahan yang dihadapi perubahan iklim dengan melakukan penanaman belasan ribu bibit mangrove. “Setidaknya, kegiatan penanaman mangrove ini tidak hanya berhenti disini, kami juga melakukan kegiatan serupa di lokasi-lokasi lain khususnya lokasi yang rawan bencana banjir rob,” ujarnya. Melalui kegiatan ini, lanjutnya, setidaknya merupakan upaya terpenting bagi kota Pekalongan agar siap menghadapi perubahan iklim dan beradaptasi, setidaknya masyarakat dapat melakukannya dalam kehidupan sehari-hari khususnya tindakan untuk melindungi pantai dan lingkungan sekitarnya. Andi mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi aktif dalam kepedulian kota Pekalongan dalam memerangi perubahan iklim. “Kami apresiasi sekali kepada Pemkot dan semua pihak yang memberikan support penuh dan bertindak bersama-sama dalam meminimalisir isu-isu perubahan iklim ini,” imbuhnya. Foto: doc. Tribun Pantura

Batik Desa Kliwonan Sragen, Bermula Dari Kampung Buruh Batik

Batik Kliwonan Sragen

Desa Kliwonan, di Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen dikenal sebagai salah satu sentra industri batik. Selama lebih dari satu abad, penduduk desa telah terbiasa bergelut dengan canting dan malam hari untuk membuat Batik Kliwonan Sragen atau juga dikenal dengan Batik Sukowati. Dikutip dari artikel Keberadaan Batik Kliwonan di Kabupaten Sragen yang dimuat di Majalah Dewa Ruci (Volume 6, Edisi 1, 2009), batik desa Kliwonan berkembang sebelum tahun 1880. Dalam jurnal ini, Tiwi Bina Affanti menulis bahwa pertumbuhan Batik di Kliwonan tidak terlepas dari keberadaan Bengawan Solo yang melewati desa tersebut. Pada masa pemerintahan Keraton Surakarta Hadiningrat, wilayah Laweyan menjadi salah satu sentra industri batik yang besar. Mereka harus mendatangkan pekerja batik dari berbagai daerah untuk dapat memenuhi permintaan tersebut. Desa Kliwonan merupakan daerah yang menyediakan banyak pekerja batik. Selain kegiatan pertanian, mereka datang ke Laweyan untuk menjadi pekerja batik. Keberadaan Bengawan Solo sangat mendukung kegiatan tersebut. Saat itu, sungai terpanjang di Jawa menjadi pusat transportasi. Para pekerja melakukan perjalanan ke pedagang batik di Laweyan melalui sungai. Namun, keterbatasan lahan untuk pabrik batik di Laweyan sendiri menjadi kendala. Sebagian besar pabrik tidak lagi mampu menampung pekerja batik dalam jumlah besar. Sebagai solusi, pekerja batik Kliwonan memilih bekerja dari rumah sendiri. Kondisi ini menjadikan Bandar Juragan di desa Kliwonan menjadi salah satu bandar tersibuk. Bandar itu menjadi tempat para pedagang mengirimkan bahan-bahan untuk membuat kain batik. Di sisi lain, bandar juga menjadi tempat para pembatik di Kliwonan mengirimkan barang dagangannya ke Kota Praja. Kepiawaian para pekerja Kliwonan dalam membuat batik halus khas Surakarta telah meningkat pesat. Lebih lanjut, keberadaan Bengawan Solo membuat proses pembatikan yang membutuhkan banyak suplai air tidak memiliki kendala. Setelah era kemerdekaan, banyak pekerja yang mulai mengembangkan usaha sendiri. Mereka memilih menjadi saudagar di desanya sendiri. Pola-pola batik yang dikembangkan juga selalu menyerupai pola-pola gaya Surakarta klasik, seperti parang, truntum, Wahyu tumurun, sidamukti dan lain-lain. Pemerintah daerah juga terus mempromosikan batik Kliwonan dengan brand Batik Sukowati, julukan Kabupaten Sragen.

Legenda Rawa Pening, Cerita Rakyat Dari Kubupaten Semarang

Legenda Rawa Pening, Cerita Rakyat Dari Kubupaten Semarang

Legenda Rawa Pening merupakan cerita rakyat kuno yang menceritakan tentang awal mula terbentuknya sebuah danau atau Rawa Pening yang kini menjadi objek wisata di Kabupaten Semarang. Berikut ini adalah legenda Rawa Pening yang jarang diketahui masyarakat umum. Legenda Rawa Pening bercerita tentang sepasang kekasih bernama Ki Hajar dan Nyai Selakanta yang tinggal di desa Ngasem, di lembah antara Gunung Merbabu dan Telomoyo. Ceritanya dahulu kala ada sebuah desa bernama Ngasem yang terletak di lembah antara Gunung Merbabu dan Telomoyo. Di desa itu tinggal sepasang suami istri bernama Ki Hajar dan Nyai Selakanta. Karena dikenal dermawan dan suka menolong, pasangan ini meski belum dikaruniai anak, sangat disegani oleh masyarakat sekitar. Suatu hari, Nyai Selakanta mengungkapkan keinginannya untuk segera memiliki keturunan. Untuk memenuhi keinginan istrinya, Ki Hajar bersemedi di lereng Gunung Telomoyo selama berbulan-bulan. Nyai Selakanta juga mencemaskan kondisi suaminya yang bersemedi hingga tak kunjung pulang. Ajaibnya, Nyai Selakanta hamil sendirian di rumah. Namun, ketika dia melahirkan, dia terkejut bahwa yang lahir di dalam rahim adalah seekor naga. Anak itu diberi nama Baru Klinthing diambil dari nama tombak suaminya. Kata ‘Baru’ berasal dari kata bra yang artinya keturunan Brahmana, yaitu seorang resi yang kedudukannya lebih tinggi dari pendeta. Sementara kata ‘Klinthing’ berarti lonceng. Meski berwujud naga, Baru Klinthing dapat berbicara seperti manusia. Merasa malu telah melahirkan seekor naga, Nyai Selakanta diam-diam merawat Baru Klinthing. Ia juga berencana membawa Baru Klinthing ke Bukit Tugur untuk menjauh dari penduduk setempat. Tumbuh dewasa, Baru Klinthing juga bertanya tentang ayahnya. Nyai Selakanta pun mengutus Baru Klinthing untuk menemui ayahnya ke lereng Gunung Telomoyo. Baru Klinthing juga mebawa tombak Baru Klinthing ayahnya. Sesampai di lereng Gunung Telomoyo, Baru Klinthing segera bersujud kepada ayahnya yang bersemedi. Awalnya, Ki Hajar tidak percaya naga itu adalah anaknya. Baru pada saat itulah Klinthing menunjukkan warisan Ki Hajar. “Baiklah, aku percaya jika pusaka Baru Klinthing itu adalah milikku. Tapi, bukti itu belum cukup bagiku. Jika kamu memang benar-benar anakku, coba kamu lingkari Gunung Telomoyo ini!” ujar Ki Hajar. Berkat kesaktiannya, Baru Klinting mampu mengelilingi Gunung Telomoyo. Ki Hajar akhirnya mengakui bahwa naga itu adalah anaknya. Dia kemudian memerintahkan Baru Klinthing untuk bersemedi di Bukit Tugur, membiarkan tubuhnya berubah menjadi manusia. Sementara itu, ada sebuah desa bernama Pathok yang sangat makmur. Namun, penduduk desa dikenal sangat arogan. Dahulu kala, penduduk desa Pathok berencana untuk mengadakan pesta sedekah setelah panen. Mereka juga berburu binatang di Bukit Tugur. Singkat cerita, mereka beramai-ramai menangkap Baru Klinthing dan memotong-motong dagingnya untuk dijadikan lauk pesta. Saat semua orang merayakannya dengan penuh semangat, seorang anak laki-laki dipenuhi luka dan memiliki bau amis yang kuat datang meminta makanan. Anak itu adalah perwujudan baru dari Klinthing. Namun, kemudian kedatangan Baru Klinthing tersebut mengutuknya dan mengusirnya. Anak laki-laki itu meninggalkan desa. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan seorang janda tua bernama Nyi Latung. Nyi Latung membawa Baru Klinthing pulang dan memberinya makan. Dalam perbincangan, Baru Klinthing menyarankan agar warga diberi pelajaran. Dia meminta Nyi Lantung jika mendengar suara gemuruh, untuk segera menyiapkan alat menumbuk padi dari kayu alias lesung. Segera setelah itu, Baru Klinthing kembali ke lokasi pesta di desa itu sambil membawa sebatang lidi. Di tengah kerumunan, dia menancapkan lidinya ke tanah. Dia meminta warga untuk mencabut lidi yang tertancap tersebut. Namun, setiap warga desa tak ada yang mampu mengambilnya. Dengan kesaktiannya, Baru Klinthing dapat mencabut lidinya dengan mudah. Segera setelah lidi itu dicabut, suara gemuruh mengguncang seluruh desa. Air mengalir dari bekas tancapan lidi itu. Semakin lama semburan air semakin besar semakin besar, sehingga menyebabkan banjir besar di desa. Semua penduduk desa tenggelam. Desa tersebut kemudian berubah menjadi rawa atau danau yang sekarang dikenal dengan Rawa Pening. Baru Klinthing kemudian menemukan Nyi Latung sedang menunggu di atas lesung yang telah difungsikan sebagai perahu. Dia selamat bersama nenek itu. Namun, Baru Klinthing kembali berubah menjadi naga untuk menjaga Rawa Pusing.

SMAN 1 Sigaluh Lestarikan Seni Thek-Thek Yang Dikhawatirkan Akan Punah

Seni Thek-thek SMAN 1 Sigaluh

BANJARNEGARA – Kesenian thek-thek merupakan kreasi seni lokal yang dikhawatirkan akan punah. Kesenian thek-thek atau kadang juga disebut kenthongan ini dalam pertunjukannya terdapat pemain musik dan juga penarinya. Salah satu pelaku kesenian tradisional di Kecamatan Sigaluh, Kabupaten Banjarnegara, Sarmidi (56) mengaku khawatir terhadap keberlangsungan seni tradisional ini. Ia menilai generasi muda mulai banyak yang meninggalkan kesenian Banyumasan ini. Hal senada juga diungkapkan Joko Pitoyo dan Khadirin. Mereka menilai generasi muda saat ini merasa malu memainkan peralatan musik tradisional. “Kalau embeg atau kuda lumping masih mending karena masih banyak tanggapan (pertunjukan). Kalau thek-thek sangat jarang,” kata Joko yang diamini Khadirin, dikutip dari serayunews.com, Rabu (21/9/2022). Jika jarang ada pementasan, artinya ada kemungkinan kesenian ini akan hilang dan punah. Padahal seni tradisional ini menjadi salah satu warisan budaya yang perlu terus dilestarikan. Kini, di tengah kekhawatiran akan punahnya thek-thek, SMAN 1 Sigaluh berusaha memanfaatkan kurikulum merdeka untuk melestarikan seni dan budaya lokal, khususnya kesenian thek-thek. Camat Sigaluh, Izak Danial Aloys mengatakan, dirinya kerap melihat beberapa siswa SMAN 1 Sigaluh mengikuti berbagai kegiatan kesenian tradisional. Menurutnya hal ini merupakan langkah positif, dimana saat ini para pelaku kesenian tradisional mengalami kesulitan dalam hal regenerasi. “Kurikulum merdeka dan P5 sekolah yang menerapkan kurikulum merdeka ini dapat menjadi solusi untuk meregenarasi kembali kesenian tradisional,” ujarnya. Menurutnya, jika hal ini dilakukan oleh lembaga pendidikan formal, maka pelestarian seni tradisional berpeluang meningkat dan berkelanjutan. “Tentunya kami sangat berharap ini akan menjadi upaya regenerasi dalam pelestarian budaya. Kami sendiri di kecamatan berusaha memfasilitasi seni yang ada dengan sekretariat bersama. Mudah-mudahan bisa dijadikan sebagai pusat budaya,” tandasnya.