BANYUMAS – Kampung Buddha Kabupaten Banyumas terletak di tengah hutan di wilayah Desa Watuagung, Kecamatan Tambak, Kabupaten Banyumas. Kampung tersebut bernama Dusun Plandi. Letaknya persis di perbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Kebumen, dimana desa ini dikelilingi oleh hutan Perhutani. Berada di area seluas 7 hektar, warga desa Plandi sebagian besar dihuni umat beragama Buddha. Untuk menuju desa ini harus melalui jalan naik turun dan berkelok, di kanan kirinya terdapat hutan pinus yang dilalui sungai. Jarak antara desa Plandi dan pusat kecamatan Tambak sekitar 12 sampai 15 km atau dapat ditempuh dalam waktu sekitar 30 menit. Keheningan terasa saat melewati jalan menuju Desa Plandi. Meski jalannya datar, pada malam hari jalan menuju desa Plandi sangat gelap karena tidak adanya lampu penerangan. Dulunya, Desa Plandi sering dijadikan tempat pengungsian tentara pada masa penjajahan karena wilayahnya masih rimbun dan berhutan. Menurut Tukiran, selaku kepala Vihara Desa Plandi, konon menurut sejarah, masyarakat yang menempati desa pertama Plandi hanya dihuni oleh satu keluarga, yaitu kakek dari Mbah Sawitanom. Mbah Sawitanom tinggal bersama istri dan 5 anaknya. Menurut cerita, Mbah Sawitanom adalah orang yang disegani masyarakat karena dikatakan memiliki kelebihan. Meskipun hampir semua penduduk Dusun Plandi beragama Buddha, agama Buddha diperkenalkan oleh menantu Mbah Sawitanom, Darmo Suwito dari Kebumen. Sebelumnya, Mbah Sawitanom sendiri adalah pengikut kepercayaan naluri. Karena agama Buddha memiliki kesamaan budaya, ia memutuskan untuk beragama Buddha. Seiring berjalannya waktu, penduduk Desa Plandi terus bertambah. Karena mayoritas beragama Buddha, Desa Plandi sering disebut sebagai Dusun Buddha atau Kampung Buddha. Saat ini, ada sekitar 42 keluarga yang tinggal di Desa Plandi. “Mereka semua beragama Buddha karena masyarakat yang tinggal di sini masih memiliki hubungan keluarga. Hanya dua keluarga yang beragama Islam,” kata Tukiran. Meski berada di tengah hutan, pasokan listrik ke desa ini sudah ada sejak 6 tahun lalu. Sebelum listrik dan kendaraan datang ke desa ini, penduduk desa Plandi biasa pergi ke pasar untuk membawa produk mereka untuk dijual di pagi-pagi buta. “Kalau dulu tahun 1990 ke bawah untuk ke pasar saja musti bawa barang dipikul jam 4 pagi, jalan pakai senter,” imbuhnya, dikutip dari Tribun Pantura, Kamis (22/9/2022). Karena jaraknya terlalu jaug dari pusat kota Kecamatan Tambak, listrik di Desa Plandi diperoleh dari Kabupaten Banjarnegara karena jarak yang lebih dekat. Begitu pula akses pendidikan, warga Dusun Plandi menyekolahkan anaknya di Kabupaten Banjarnegara. Sekolah dasar terdekat dengan desa ini terletak di desa Gumelem Kulon, kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara, sekitar 2 km. Begitu juga dengan SMA terdekat yang bisa ditempuh dalam waktu 25 menit dan masih berada di dalam Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara. Akses ke layanan kesehatan seperti Puskesmas terletak di pusat Kecamatan Tambak. Sedangkan Balai Desa Watuagung berjarak sekitar 12 km. Meski masyarakat Dusun Plandi tinggal jauh dari pusat keramaian bahkan di tengah hutan, namun Desa Plandi tetap mempertahankan predikatnya sebagai desa mandiri. Sebagian besar masyarakat di Dusun Plandi mayoritas berkebun. Hasil bumi yang dihasilkan adalah kopi, kapulaga, kemukus, kelapa dan kayu-kayuan. Penduduk desa Plandi sering menjual dagangannya di pasar Purwareja Klampok di Banjarnegara. Apalagi Dusun Plandi juga merupakan dusun dengan tingkat pendidikan yang tinggi di wilayah desa Watuagung. “Jumlah penduduk berpendidikan S2 dan S3 lebih dari 43 orang. Kebanyakan dari mereka belajar di luar kota,” kata Tukiran. Karena mayoritas penduduknya beragama Buddha, Dusun Plandi memiliki dua vihara, yaitu Vihara Metta Bhumi dan Vihara Graha Bhavana. Hanya sedikit orang yang tahu bahwa salah satu vihara di dusun ini terbilang cukup besar dan megah. Terlebih Vihara Graha Bhavana yang merupakan pengembangan dari Vihara Metta Bhumi. Saat pertama kali menginjakkan kaki di desa Plandi, pandangan pertama yang terlihat adalah sebuah bangunan megah dengan dekorasi khas budaya Buddha. Itulah Vihara Graha Bhavana biasanya digunakan untuk acara-acara keagamaan atau non-keagamaan. Seperti doa, Paritta membaca setiap Jumat malam, dan juga sekolah minggu. Di depan Vihara Graha Bhavana adalah makam Mbah Sawitanom dan istrinya, menantu Darmo Suwito dan seorang cucu. Terletak tidak begitu jauh dari Vihara Graha Bhavana, sekitar 3 menit berjalan kaki terdapat Vihara Metta Bhumi yang telah ada sebelumnya. “Dua-duanya masih dipakai, tergantung kondisi, kalau besar-besaran di Vihara Graha Bhavana yang lebih luas,” ujarnya. Tak heran, lokasi Dusun Plandi yang begitu asri dan tenang kerap menjadi tujuan orang luar untuk bermeditasi. Selain itu, Dusun Plandi juga sering dijadikan referensi penelitian oleh mahasiswa dari luar daerah. Hal lain yang patut dipelajari di dusun ini adalah masyarakatnya yang selalu rukun, menjunjung tinggi nilai kebersamaan dan gotong royong. “Gotong Royong di sini sangat kuat. Seperti saat membangun rumah dan jalan. Misalnya jalan di dusun ini, masyarakat di sini membangunnya sendiri tanpa bantuan pemerintah”, pungkasnya. Foto: doc. Youtube Tedhong Telu