Jowonews

Bukit Pangonan Dieng, Keindahan Hamparan Padang Sabana Yang Memanjakan Mata

Bukit Pangonan Dieng, Keindahan Hamparan Padang Sabana Yang Memanjakan Mata

Dieng selalu bisa memanjakan di setiap sudutnya, paling dikenal dengan wisata gunung. Seperti Gunung Prau, Gunung Sikunir, dan Gunung Pakuwajan. Saat ini juga ada Gunung Pangonan yang tidak kalah indah untuk didaki. Lebih dikenal dengan sebutan Bukit Pangonan karena tingginya 2300 mdpl, tidak terlalu tinggi dibanding gunung yang lainnya. Gunung Pangonan yang berlokasi di selatan Dieng ini cocok bagi wisatawan atau pendaki pemula. Apalagi bagi wisatawan yang ingin merasakan pengalaman jelajah Gunung Dieng namun tidak punya banyak waktu atau tidak ingin menguras begitu banyak tenaga. Bukit Pangonan Dieng ini tidak terlalu tinggi untuk pendakian, akses yang dilalui juga tidak cukup terjal. Bukit Pangonan ini dapat jadi solusi yang pas, tanpa menghilangkan keseruan sebagaimana pendakian di Dieng seperti Gunung Prau atau Sikunir. Untuk mencapai puncaknya bisa dicapai sekitar 20 menit-30 menit. Kontur tanahnya relatif datar, sedangkan di bagian kanan berbentuk bukit-bukit landai. Pos pendakian Bukit Pangonan berada di Desa Karangtengah, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. Tampak tulisan “Dieng Banjarnegara” yang berada di atas kawasan Candi Arjuna, hanya cukup melangkah 500 meter ke arah timur. Pos ini ditandai bangunan rumah kayu pemanen bertulisakan “Basecamp Gunung Pangonan”, disertai tempat parkir kendaraan yang berada di awal jalur pendakian dan sangat luas. Tarifnya cukup murah, hanya dengan Rp 10.000. Pos yang sangat cocok untuk persiapan pendakian serta jadi tempat istirahat sejenak. Jika cuaca terang, puncak gunung telah terlihat dari pos pertama. Jam operasionalnya mulai pukul 07.00-17.00 WIB Di awal perjalanan pendakian, akan pendakai akan menemui pipa raksasa gas uap panas milik GeoDipa Energi. Hingga sampai di gerbang pendakian, tanah dengan kontur padat siap untuk dijejaki. Tidak perlu takut kelelahan, karena pengelola telah menyediakan gubuk kayu di sepanjang jalur pendakian, yang bisa digunakan untuk istirahat atau berteduh saat hujan. Perjalanan dimulai dengan hamparan ladang milik warga lokal serta suguhan pemandangan Kawah Sikidang dari ketinggian yang terlihat sangat jelas. Sedang Gunung Prau memanjang berada tepat di depan mata. Jika cuaca cerah, pegunungan Dieng yang lainnya akan tampak, seperti Gunung Arjuno. Bagi wisatawan yang tidak tahan dengan cuaca dingin, bisa mempersiapkan jaket tebal saat melakukan pendakian. Karena suhu rendah bercampur angin yang menyusuri lembah membuat tubuh ditusuk-tusuk karena dingin. Bukit ini memiliki keunikan ketika sampai di puncaknya. Jika Gunung Prau bisa menikmati puncak yang luas dan panorama yang indah, sementara Sikunir bisa menikmati pemandangan sunrise yang cantik, Bukit Pangonan menawarkan pemandangan yang berbeda. Selain dapat menikmati sunrise dan sunset di atas puncak gunung, di Bukit Pangonan juga bisa menikmati pemandangan luas berupa padang sabana yang biasa juga disebut Lembah Semurup. Kata semurup sebetulnya diambil dari Bahasa Inggris yaitu Summer Up, yang berarti ketika musim panas fenomena ekstrem di padang sabana terjadi. Karena lidah orang jawa masih sangat kental maka penduduk lokal sekitar menyebutnya Lembah Semurup. Seperti padang sabana pada umumnya, bentuknya seperti cekungan bekas danau yang mengering yang kemudian ditumbuhi ilalang membentuk padang sabana yang hijau segar. Pemandangan yang paling direkomendasikan adalah saat kemarau, karena rumput akan terlihat makin indah karena makin menguning. Pemandangan ini yang biasanya menarik para wisatawan. Namun jika mengunjunginya saat musim hujan rumput akan berubah menjadi hijau segar serta ada danau alami yang terbentuk akibat genangan air hujan pada bagian cekungan bukit. Di sabana ini adalah tempat yang strategis dijadikan lokasi camping. Pemandangan sabana ini bisa menjadi pengganti, apabila kamu belum kesampaian mengunjungi sabana yang berada di Gunung Semeru yang terkenal itu. Di puncaknya juga ada temuan candi, karena Bukit Pangonan ini berada tepat di atas kompleks wisata Candi Arjuna. Jika beberapa langkah menaiki gunung, bisa terlihat dengan jelas candi legendaris warisan umat Hindu tersebut. Saat turun juga dimanjakan dengan panorama indah dari Kawah Sikidang. Namun, saat mendaki atau menuruni bukit ini, pendaki harus tetap waspada karena kadang tanah pijakan licin. Jangan lupa untuk membeli oleh-oleh khas Wonosoba di warung-warung sekitar tempat wisata, seperti opak, dan lain sebagainya.

Resep Nasi Goreng Babat Semarang, Aromanya Saja Sudah Bikin Ngiler

Resep Nasi Goreng Babat Semarang, Aromanya Saja Sudah Bikin Ngiler

Berikut ini adalah resep Nasi Goreng Babat Semarang. Nasi goreng babat merupakan sajian yang sangat terkenal di kota Semarang, Jawa Tengah. Rasanya kurang lengkap apabila saat ke Semarang belum mencicipi Nasi Goreng Babat yang sangat lezat ini. Karakter utama Nasi Goreng ini adalah lebih berminyak dan nasinya lebih lembut. Nah, jika kamu rindu menikmati nasi goreng babat Semarang, maka kamu bisa mencoba resepnya di bawah ini. Bahan-bahan : 250 gr babat sapi 2 siung bawang merah 2 siung bawnag putih sepiring nasi/secukupnya 1 batang daun bawang 3 sdm kecap manis 1/2 sdt garam/secukupnya 1/2 sdt kaldu jamur 2 sdm minyak sayur bawang goreng acar timun Bahan bumbu halus : 2 cabe merah besar 2 cabe rawit 2 siung bawang merah 1 siung bawang putih 1/2 sdt terasi goreng 1 sdt garam Cara membuat : Rebus babat terlebih dahulu hingga matang. Kemudian potong-potong sesuai selera. Haluskan semua bahan bumbu halus. Iris-iris bawang merah dan putih. Kemudian tumis menggunakan minyak sayur hingga layu. Iris-iris bawang merah dan putih. Kemudian tumis menggunakan minyak sayur hingga layu. Tambahkan bumbu halus, tumis hingga aroma harum. Masukkan irisan babat, aduk-aduk hingga semuanya tercamour merata. Setelah itu masukkan nasi, tambahkan kecap manis, garam, kaldu jamaur dan juga daun bawang. Aduk hingga semua bahan tercampur rata. Jangan terlalu lama memasaknya supaya teksturnya menjadi sedikit berminya. Setelah matang, matikan api. Sajikan dengan taburan daun bawang serta acara timun.Nasi goreng babat khas Semarang siap dinikmati.

Mbah Sastro Surip Manusia Tertua di Blora, Berusia Seratus Tahun Lebih

Sastro Surip

Sastro Surip, yang biasa dikenal dengan Mbah Sastro, diyakini sebagai manusia tertua di Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Menurut kartu identitasnya, lelaki tua itu lahir pada 1 Juli 1919. Jika mengacu pada KTP-nya, berarti Mbah Sastro berusia 103 tahun. Namun, dia mengaku lebih dari itu. Dia mengatakan dia berusia lebih dari 115 tahun. Menurut pengakuannya, dia sudah menginjak usia remaja ketika Waduk Tempuran dibangun. Diketahui Waduk Tempuran dibangun sekitar tahun 1914. ”Dulu waktu pembangun waduk tempuran saya sudah lahir dan udah remaja,” ujarnya, dikutip dari murianews.com, Minggu (11/9/2022). Meski telah berusia lebih dari satu abad, warga Desa Plantungan, Kecamatan Blora, Kabupaten Blora ini masih memiliki pendengaran yang cukup baik. Mbah Sastro juga masih aktif beraktivitas di rumah. Tak hanya itu, tutur bahasanya juga masih fasih saat diajak untuk berkomunikasi. Ia masih bisa melakukan aktivitas ringan di sekitar rumah bahkan mampir ke warung kopi di desanya. “Kesibukannya ya tanam singkong, cabe, disamping dan depan rumah. Terus kadang masak sendiri, kadang dikirim sama anak dan kerabat,” kata Mbah Sastro Surip, dikutip dari Tribun Jateng. Mbah Sastro Surip juga berbagi tips agar tetap sehat dan panjang umur. Dia menasihati, agar menjalani kehidupan tidak terlalu ambisius dan selalu mengingat Sang Pencipta. “Ya saya ini, yang dipikirkan cuma makan dan kegiatan sebisanya. Juga kadang kadang kita harus senantiasa mengingat siapa yang menciptakan Bulan dan Matahari,” ungkap Mbah Sastro Surip. Terus, lanjutnya, jika ingin selamet ketika keluar rumah, jangan lupa kaki kiri terlebih dahulu. Sementara itu, Kepala Desa Plantungan, Endang Susana mengatakan, Mbah Sastro merupakan warga Plantungan dan kini berusia di atas 100 tahun. Menurut analisanya usia Mbah Sastro ini berasal dari riwayat yang dimilikinya, kemungkinan Mbah Sastro Surip berusia sekitar 117 tahun. “Untuk usia sebenarnya harusnya lebih dari itu. Karena ketika Belanda membangun Waduk Tempuran pada tahun 1914, Mbah Sastro sudah membantu mencari rumput,” katanya. Mbah Sastro Surip sendiri sebelumnya memiliki 5 istri. Namun, saat ini hanya satu istri yang masih hidup dan memilih untuk tinggal bersama keponakannya. Untuk kebutuhan sehari-hari, Mbah Sastro melakukan kegiatan sendiri, seperti menggarap lahan pertanian dan memasak. Foto: doc. Tribun Jateng

Candi Klero Tengaran, Candi Hindu Peninggalan Kerajaan Singosari

Candi Klero Tengaran, Candi Hindu Peninggalan Kerajaan Singosari

TENGARAN – Jawa Tengah memang kaya akan peninggalan sejarah. Salah satunya adalah Candi Klero Tengaran, di Kabupaten Semarang, yang menarik untuk dikunjungi. Candi Klero atau Candi Tengaran adalah sebuah candi bergaya Hindu yang terletak di Desa Ngentak Lor, Desa Klero, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Candi Klero pertama kali ditemukan pada tahun 1995. Sejarah Candi Klero Nama Candi Klero atau Candi Tengaran diambil dari nama tempat candi tersebut ditemukan saat ini. Lokasi Candi Klero terletak tidak jauh dari Jalan Raya Solo-Semarang. Dari segi keamanan, di sekitar Candi Klero telah dipasang pagar tembok yang kokoh. Bentuk bangunan candi ini terbilang unik. Bentuk candi Klero terdiri dari kaki, badan dan atap. Kaki candi Klero berupa teras berbentuk bujur sangkar berukuran 14 m x 14 mx 1,4 m. Di bagian atas candi terdapat terdapat beberapa tonjolan yang mengelilingi tubuh candi. Tonjolan tersebut diyakini sebagai alas (umpak) yang digunakan untuk menopang tiang. Pengunjung dapat naik ke teras dengan tangga yang dihiasi dengan makara yang tampaknya belum selesai. Di salah satu sudut dinding teras terdapat prasasti pendek dalam aksara Kawi atau Jawa Kuno dalam kondisi yang sudah cukup aus. Tubuh candi Klero memiliki bilik (grbagrha) yang di dalamnya terdapat yoni. Di bawah bagian cerat dari yoni Candi Klero, terdapat ornamen ular yang menopang kura-kura. Menurut informasi, patung Dewa Siwa juga ditemukan di Candi Klero. Namun, patung Siwa dipindahkan oleh Departemen Purbakala karena alasan keamanan. Penjaga Candi Klero Tengaran, Sunardi mengatakan candi tersebut merupakan peninggalan Kerajaan Hindu Singosari. Bangunan ini merupakan peninggalan umat Hindu. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya alat-alat ritual berupa arca Yoni dan Siwa. “Lokasi ramai dikunjungi saat perayaan agama Hindu. Banyak orang yang melakukan sembayang,” kata Sunardi, dikutip dari GenPI.co, Sabtu (10/9/2022). Mereka sering membawa bunga, dupa, dan lilin sebagai alat ritual doa. Di sisi lain, warga sekitar juga kerap mengunjungi Pura Kliwon setiap Selasa atau Jumat. Mereka bahkan menghabiskan malam di candi untuk bermeditasi. Namun, pada siang hari, pengunjung dapat menikmati taman di dalam halaman candi, karena lokasinya yang indah dan udaranya yang segar. “Memasuki kawasan Candi Klero tidak dikenai biaya alias gratis, namun tetap harus menjaga kebersihan,” imbuh Sunardi.

Komunitas Boyolali Slingshot Lestarikan Permainan Tradisional Ketapel

Komunitas Boyolali Slingshot

BOYOLALI – Ketapel merupakan permainan lama yang mulai memudar karena modernisasi. Dulu, alat ini digunakan untuk berburu. Komunitas Boyolali Slingshot (BOS) berupaya melestarikan permainan ketapel tradisional tersebut. Pendiri komunitas Boyolali Slingshot, Agung Nugroho menjelaskan, bahwa keberadaan ketapel sebagai mainan tradisional kini mulai hilang seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, inovasi dan sosialisasi permainan tradisional ini harus ditingkatkan agar keberadaannya tidak hilang. “Katapel adalah alat permainan masa kecil dan alat berburu pada zaman dahulu. Namun, sekarang sudah banyak dilupakan oleh anak-anak, zaman sekarang lebih memilih game online,” ujar Agung, dikutip dari GenPI.co, Minggu (11/9/2022). Agung mengatakan anak muda saat ini cenderung menyukai game online. Padahal, menurut dia, permainan tersebut tidak melatih otot dan saraf motorik anak. Agung ingin memperkenalkan ketapel sebagai hobi dan prestasi melalui komunitas ini, “BOS berusaha menyosialisasikan katapel sebagai alternatif olahraga rekreasi yang bisa dilombakan dalam jenjang tingkat wilayah,” jelasnya. Agung menjelaskan, komunitasnya didirikan pada 10 Januari 2020. Saat ini, anggota BOS berjumlah 17 orang dari berbagai daerah di Boyolali. Salah satu cara mengenalkan ketapel adalah dengan mengikuti beberapa pameran, seperti Boyolali Expo yang diadakan di Alun-Alun Boyolali (24/7/2022) lalu. Menurutnya, ketapel atau slingshots kini sering diperlombakan di tingkat dunia. Bukan hanya sekedar hobi, kemampuan komunitas bermain ketapel telah membantu mereka memenangkan berbagai kompetisi. Diantaranya adalah juara kompetisi gathering Jateng-Daerah Istimewa Yogyakarta, runner-up Palagan Dua Pahingan Solo Raya, juara latber Sleman Yogyakarta, dan juara Piala bergilir Komite Permainan Rakyat dan Olahraga Tradisional Indonesia (KPOTI) Kabupaten Semarang. Selain itu, runner up Race to Ten di Ungaran, runner up Race to Ten di Purwokerto, runner up Endurand 21 di Boyolali, dan peringkat ketiga Race to Ten di Ungaran. Foto: doc. Agung Nugroho

Beginilah Keseruan Anak-anak Kudus Mewarnai Celengan

Pekan UMKM Kudus

KUDUS – Puluhan anak di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah mengikuti lomba mewarnai celengan pada Pekan UMKM Kudus, Minggu (11/9/2022). Mereka memamerkan hasil karyanya dalam kegiatan yang diadakan di Lapangan Simpang Tujuh Kudus. Pekan UMKM Kudus berlangsung selama dua hari, mulai Sabtu hingga Minggu (10-11/9/2022). Kegiatan ini bertujuan untuk memeriahkan HUT ke-75 PT Sukun Wartono Indonesia serta HUT ke-473 Kabupaten Kudus. Lomba mewarnai celengan ini mempertemukan puluhan siswa PAUD dan TK. Mereka mewarnai celengan masing-masing yang disediakan panitia dengan menggunakan crayon sendiri. Hendy Wijayanto, ayah dari salah seorang peserta mewarnai, mengatakan, anaknya berlatih hingga empat kali untuk mengikuti lomba mewarnai celengan ini. Putri Hendy bernama Shakila Adifa Wijaya. Ia adalah mahasiswi RA Masithoh Japan Wetan, Kudus. ”Di rumah sudah latihan empat kali. Sebenarnya sudah sering ikut lomba, tapi kalau lomba mewarnai celengan baru pertama kali ini ikut,” katanya, dikutip dari murianews.com, Minggu (11/9/2022). Sementara itu, Siswanto, PIC lomba di acara Pekan UMKM Kudus, mengatakan kegiatan tersebut ditujukan untuk anak-anak usia 3 hingga 6,5 ​​tahun. Pesertanya berasal dari TK dan PAUD. ”Kami coba ajak anak mewarnai di kaleng (celengan). Karena selama ini mewarnai kan di bidang datar. Kami coba di kaleng agar tingkat kesulitannya lebih tinggi, supaya anak bisa lebih kreatif,” imbuhnya. Akan ada tiga pemenang dalam kontes ini. Untuk juara pertama, mendapatkan uang pembinaan senilai Rp 1 juta. Sedangkan juara kedua mendapatkan uang pembinaan sebesar Rp 750.000 dan juara ketiga mendapatkan uang pembinaan sebesar Rp 500.000. Foto: doc. murianews.com

Festival Blangkon di Solo, Ajak Generasi Muda Mencintai Budaya Jawa

Festival Blangkon di Solo, Ajak Generasi Muda Mencintai Budaya Jawa

SURAKARTA – Festival Blangkon 2022 yang digelar di Loji Gandrung Solo, Jawa Tengah, pada 9-11 September 2022, selain untuk menjaring wisatawan, juga bertujuan untuk menjaring generasi muda yang mencintai budaya Jawa. Selain itu festival ini juga untuk mendorong generasi muda agar lebih suka memakai blangkon di berbagai kesempatan. Upaya ini juga untuk mengedukasi filosofi di balik blangkon yang jadi pelengkap pakaian adat Jawa itu. Secara filosofis, Blangkon digunakan untuk menghubungkan pikiran, perasaan, dan spiritualitas. Melalui blangkon, seorang hamba berusaha mengikatkan diri dengan penciptanya. Meski versi blangkon antara Solo dan Jogja berbeda, secara keseluruhan filosofinya sama. “Sebetulnya kami berharap ini bisa jadi event tahunan, kalau idealismenya kami, agar para anak muda mencintai blangkon,” kata Ketua Pokdarwis Kota Surakarta, Mintorogo, dikutip dari Antara Jateng. Oleh karena itu, dalam acara tersebut, pihaknya juga melibatkan puluhan anak muda untuk menampilkan tarian pembuka. Untuk membedah filosofi tersebut, dalam festival tersebut akan diadakan talkshow yang mempertemukan KGPH Puger, salah satu putra Ndalem Sinuhun Paku Buwono XII, di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Pada kesempatan yang sama, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo juga turut memeriahkan festival tersebut. Menurutnya, blangkon mampu menunjukkan usia, status dan posisi pemakainya. “Sebenarnya bisa melihat orang dengan menggunakan blangkon. Mondol ada yang tipis, ada yang gede, blangkon bisa menunjukkan umur, ada tua dan muda. Satu lagi bisa menunjukkan jabatan,” katanya. Ia berharap kegiatan tersebut dapat berkembang lagi di tahun-tahun mendatang, seperti mengadakan lomba blangkon. Sehingga Festival Blangkon dapat meningkatkan kreativitas masyarakat dan mendorong lebih banyak anak muda untuk memakai blangkon. Foto: doc. Antara Jateng

Ratusan Seniman dan Budayawan Semarakkan Festival Indonesia Bertutur di Borobudur

Ratusan Seniman dan Budayawan Semarakkan Festival Indonesia Bertutur di Borobudur

MAGELANG – Tak kurang 900 seniman dan pelaku budaya memeriahkan Festival Indonesia Bertutur di kawasan Borobudur, Kabupaten Magelang. Festival yang digelar pada 7-11 September ini bertujuan untuk mendukung implementasi G20 di bidang budaya. Direktur Film, Musik dan Media Baru, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Ahmad Mahendra mengatakan ada 116 karya dalam festival tersebut, antara lain pertunjukan, karya video mapping, karya dari festival cahaya, seni rupa, dan sebagainya. Dikatakannya, Indonesia Bertutur mengambil tema “Mengalami Masa Lalu Menumbuhkan Masa Depan”, jadi memang untuk Indonesia yang berkelanjutan, untuk budaya yang berkelanjutan. Indonesia Bertutur 2022 mengambil di 20 situs dari zaman prasejarah hingga era Majapahit. Direktur Festival Indonesia Bertutur 2022, Taba Sanchabakhtiar, mengatakan Indonesia Bertutur 2022 menggabungkan masa lalu dan masa depan, menunjukkan bahwa warisan budaya dapat disajikan secara menarik dengan menggabungkan budaya dan teknologi. Ia mengatakan kegiatan ini berlangsung dalam skala besar, pameran karya seni dengan pendekatan modern diharapkan mampu membuat cagar budaya Indonesia tidak hanya menjadi pengisi buku sejarah, tetapi bisa menjadi sumber edukasi, sumber inspirasi dan bahkan pengalaman baru bagi generasi muda. “Indonesia bertutur 2022 dapat menjadi salah satu media baru bagi perkembangan seni budaya di Indonesia,” katanya. Direktur Artistik Indonesia Bertutur 2022 Melati Suryodarmo menjelaskan Indonesia bertutur 2022 hadir setelah melalui tahapan yang panjang, melibatkan ratusan seniman dari berbagai penjuru tanah air dan juga mengundang seniman dari luar negeri. Hal ini dimaksudkan agar bisa menghadirkan festival seni yang mampu menggugah generasi muda untuk lebih peduli pada pengalaman masa lalu nusantara. Menurutnya proses kurasi dengan sangat ketat dan panjang. “Kami sudah bekerja sejak tahun lalu dengan melalui lokakarya cipta, kemudian dengan temu seni,” ujar Melati Suryodarmo. “Harapan kami festival ini semoga menjadi peristiwa kebudayaan dengan format yang kekinian, membuka pada inovasi-inovasi karya baru yang menggabungkan antara kerja kreatif seni, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan,” ujarnya.