Jowonews

Nasi Pecel Gambringan Purwodadi, Kuliner Legendaris di Stasiun Kereta

Nasi Pecel Gambringan Purwodadi, Kuliner Legendaris di Stasiun Kereta

Nasi Pecel Gambringan merupakan salah satu kuliner legendaris yang telah ada di Purwodadi sejak tahun 1940-an. Pada awalnya, beberapa penduduk Desa Tambirejo menjual nasi pecel di Stasiun Gambringan, sehingga saat ini terkenal dengan nama nasi pecel Gambringan. Hidangan nasi pecel Gambringan serupa dengan pecel lainnya. Sebagai makanan berbasis sayuran, pecel dianggap sebagai “makanan universal” yang dapat ditemukan di hampir seluruh wilayah Jawa. Bahkan, beberapa wilayah di Jawa terkenal memiliki pecel khas mereka masing-masing. Nama pecel diambil dari bahan yang digunakan atau daerah asalnya. Contohnya, pecel pakis khas Kudus dan pecel semanggi khas Surabaya. Pecel pakis disebut demikian karena salah satu sayurnya adalah daun pakis yang banyak ditemukan di pegunungan Muria. Begitu juga dengan pecel semanggi, dinamai demikian karena menggunakan daun semanggi sebagai sayur di dalam pecelnya. Pecel Gambringan dinamai demikian karena pada awalnya, pecel ini dijual di Stasiun Gambringan – sebuah stasiun kereta api yang terletak di Dusun Pucang Kidul, Kecamatan Tambirejo, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan. Pecel Gambringan terdiri dari sayuran khas seperti bunga turi, daun pepaya, dan kecipir, serta bayam dan kecambah. Rasa khasnya berasal dari sambal kacang yang gurih, pedas, dan sedikit asin. Pecel ini disajikan dengan rempeyek udang atau keripik tempe. Dulu, para pedagang menjajakan pecel ke penumpang di gerbong kereta api jurusan Stasiun Semarang Poncol – Stasiun Bojonegoro yang melintasi Stasiun Ngrombo dan Stasiun Gambringan di Grobogan. Pecel disajikan dengan pincuk daun pisang. Dalam foto jadul koleksi Stasiun Gambringan pada tahun 1980-an, terlihat para perempuan dari desa Tambirejo menjajakan nasi pecelnya dengan menggunakan dunak atau tampah sebagai tempat nasi dan pelengkap pecelnya, di dalam komplek Stasiun Gambringan. Foto lain menunjukkan para penjual nasi pecel gambringan sedang melayani para pembelinya yang kebanyakan laki-laki di antara gerbong dan rel kereta api di Stasiun Gambringan. Tahun 2012, PT KAI mengeluarkan regulasi yang melarang penjual makanan dan minuman serta dagangan lainnya masuk di dalam kompleks stasiun. Regulasi itu membuat para penjual sega pecel gambringan tak lagi bisa berjualan di dalam stasiun. Padahal Stasiun Gambringan telah menjadi tempat berjualan mereka selama puluhan tahun. Mulai saat itu, penjual nasi pecel Gambringan mencari tempat baru untuk berjualan di luar stasiun. Beberapa tetap berjualan di sekitar stasiun, namun ada juga yang mencari keberuntungan dengan membuka kedai dan lapak di lokasi yang sama sekali baru dan jauh dari stasiun, termasuk di kota Purwodadi – ibu kota Kabupaten Grobogan. Saat ini, hanya satu penjual nasi pecel Gambringan yang masih bertahan di sekitar Stasiun Gambringan, yaitu Sri Rahayu yang biasa dipanggil Mbak Yayuk. Pedagang yang tepat berjualan di selatan stasiun ini telah menggeluti usahanya selama 15 tahun dan telah merasakan pahit getirnya berjualan nasi pecel. Pada masa kejayaannya, ia bahkan beberapa kali diundang oleh PT KAI untuk menyajikan nasi pecel Gambringan di Semarang. Bahkan Menteri Perhubungan sempat mampir ke warungnya untuk mencoba kuliner yang cukup legendaris ini.

Nasi Opor Sunggingan Kudus, Kelezatan Rasa Dari Resep Turun Temurun

Nasi Opor Sunggingan Kudus, Kelezatan Rasa Dari Resep Turun Temurun

Nasi Opor Sunggingan Kudus ialah salah satu lambang hidangan khas Kudus yang cukup ternama. Opor ini memiliki keunikan khas, yang jarang dijumpai di daerah lain. Dikenal sebagai opor bakar Sunggingan karena hidangan ini berasal dari Desa Sunggingan, Kabupaten Kudus. Untuk membuat hidangan spesial ini, bahan utama yang digunakan adalah ayam kampung dan bumbu-bumbunya terdiri dari bawang merah, bawang putih, kemiri, garam, jintan, dan santan kelapa. Perbedaan opor Sunggingan dengan opor ayam biasa adalah ayamnya yang dibakar secara utuh. Selain itu, opor Sunggingan tidak memakai kunyit, sehingga warna kuahnya tidak kuning seperti opor ayam pada umumnya. Hidangan Favorit Sunan Kudus Selain berbeda dari opor ayam biasa, Nasi Opor Sunggingan Kudus juga memiliki sejarah yang menarik. Hidangan ini diyakini sebagai hidangan favorit salah satu anggota Walisongo, yaitu Sunan Kudus. Walaupun sampai saat ini tidak ada sumber yang valid dapat dirujuk, namun cerita turun-temurun menyatakan bahwa opor sunggingan adalah makanan kesukaan Sunan Kudus yang aslinya bernama Raden Ja’far Shadiq. Hal ini diungkapkan oleh Nadjib Hassan, Ketua Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK). Ia mengatakan bahwa opor sunggingan adalah hidangan favorit Sunan Kudus. Apabila cerita ini benar, maka opor sunggingan seharusnya sudah ada sejak abad ke-16 ketika Sunan Kudus masih hidup. Ini juga berarti bahwa opor sunggingan bukanlah jenis masakan baru seperti yang disebutkan dalam buku 100 Mak Nyus Jalur Mudik, Jalur Pantura dan Jalur Selatan Jawa (2018) oleh Bondan Winarno. Opor sunggingan sebenarnya adalah warisan kuliner yang sudah ada selama berabad-abad. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika opor sunggingan sering dihidangkan sebagai hidangan utama setiap kali ada acara di kompleks Menara Kudus. Contohnya adalah acara tradisi jamasan keris milik Sunan Kudus. Tradisi ini adalah ritual pembersihan keris peninggalan Sunan Kudus yang diadakan setiap tahun sekali. Setelah acara selesai, hidangan nasi opor sunggingan selalu disajikan kepada para tamu. Keaslian Resep Terjaga Turun Temurun Resep tradisional Nasi Opor Sunggingan Kudus masih dijaga dengan baik hingga saat ini, termasuk cara memasaknya yang masih menggunakan kayu bakar. Sehingga rasa autentiknya tetap terjaga dari dulu hingga sekarang. Untuk membuat opor sunggingan, ayam yang dipilih adalah ayam kampung besar dan tua jenis babon (betina). Lemak dari jenis babon tua ini berwarna kuning dan memberikan rasa yang sangat lezat. Ayam yang sudah dibersihkan utuh dan direbus dengan bumbu seperti bawang merah dan putih, merica, kemiri, ketumbar, dan jintan. Pemasakannya memakan waktu sekitar lima jam agar daging ayam empuk dan bumbunya meresap. Setelah direbus, ayam ditiriskan selama sekitar enam jam hingga dingin. Kemudian ayam dibakar atau dipanggang dengan arang dari kayu karet dengan jarak tertentu agar ayam tidak mudah terbakar. Pada saat dipanggang, ayam tidak perlu diputar. Metode ini menghasilkan kematangan yang merata, aroma panggang yang harum, dan rasa daging yang lebih lezat. Selanjutnya, kuah areh dibuat sebagai pelengkap opor sunggingan. Membuat santan ini membutuhkan waktu sekitar tiga jam. Proses lama ini bertujuan agar santan tidak cepat basi. Santan yang telah dimasak kemudian diangkat dan menjadi santan areh yang kental. Santan atau areh ini yang memberikan rasa asin dan lezat pada opor sunggingan. Dalam penyajiannya, nasi diletakkan di atas daun pisang, diberi suwiran ayam panggang yang dipotong-potong, ditambah sambal tahu goreng yang manis dan pedas, baru kemudian disiram dengan kuah opor dan kuah areh. Makanan ini tidak menggunakan sendok logam, tetapi menggunakan suru, yaitu sendok dari daun pisang. Jika disimpulkan, hidangan nasi opor sunggingan menawarkan sensasi kenikmatan yang lengkap. Terdapat rasa asin dan gurih, serta manis dan pedas. Untuk pecinta rasa pedas yang tinggi, tersedia cabai utuh yang direbus dalam wadah terpisah sebagai tambahan. Populer Sejak Tahun 1960-an Sejak tahun 1960-an, opor sunggingan mulai populer di kalangan pecinta kuliner. Satu-satunya restoran yang menyajikan hidangan ini adalah Rumah Makan Opor Sunggingan, yang terletak di Jalan Niti Semito 9, Ploso, Kudus. Pendirinya adalah Warsito Sudadi dan Ngadilah, suami-istri. Sekarang, restoran ini telah diwarisi oleh generasi kedua, yaitu Suroso dan Siti Sundari. Nama “sunggingan” dalam “opor sunggingan” berasal dari sebuah kampung di Kelurahan Sunggingan, Kecamatan Kota Kudus, Kudus, tempat hidangan ini pertama kali dibuat. Kampung ini dinamai menurut seorang Tionghoa bernama Sun Ging, yang tinggal di sana pada abad ke-16, pada masa hidup Sunan Kudus. Meskipun restoran telah pindah ke lokasi baru di Jalan Niti Semito 9, Desa Ploso, Kecamatan Jati, Kudus pada tahun 2004, nama “opor sunggingan” masih tetap populer. Sebagai hidangan yang khas dan terkenal, opor sunggingan memiliki banyak penggemar, termasuk masyarakat umum, pejabat, dan artis. Beberapa artis yang pernah mencicipi hidangan ini antara lain Duta Sheila On 7, Jamal Mirdad, Sandra Dewi, Farhan, ST 12, Tantri Kotak, dan banyak lagi. Bahkan beberapa atlet bulu tangkis nasional seperti Liem Swie King, Susi Susanti, dan Alan Budi Kusuma juga pernah menikmati hidangan ini.

RAPAT PARIPURNA: Pelantikan Ketua DPRD Jateng

RAPAT PARIPURNA: Pelantikan Ketua DPRD Jateng

SEMARANG – Peresmian pengangkatan Ketua DPRD Provinsi Jateng menjadi agenda utama dalam rapat paripurna, Senin (5/6/2023). Dalam agenda itu, Sumanto diangkat sebagai Ketua DPRD sesuai Keputusan Mendagri. Pembacaan salinan keputusan itu dibacakan Sekretaris DPRD Urip Sihabudin. Sementara, pengambilan sumpah/ janji dipandu oleh Ketua Pengadilan Tinggi Jateng Charis Mardiyanto. Usai pengambilan sumpah dan penandatangan pakta integritas, dilakukan penyerahan palu sidang dari Wakil Ketua DPRD Sukirman ke Sumanto. Dilanjut sambutan Ketua DPRD yang telah dilantik. Dalam sambutannya, Sumanto berharap dirinya mampu mengemban tugas sebaik-baiknya. “Saya akan melaksanakan tugas ini dengan sepenuh hati. Posisi Ketua DPRD sebagai amanah untuk Jateng yang lebih maju. Kita wujudkan DPRD sebagai Parlemen Modern, yang sejatinya adalah perubahan mental yakni meningkatkan kedisiplinan,” kata Sumanto.

DIALOG PROAKTIF: Ngainirricadl, Dekat Kalangan Milenial dan Peduli Kalangan Disabilitas

DIALOG PROAKTIF: Ngainirricadl, Dekat Kalangan Milenial dan Peduli Kalangan Disabilitas

WONOSOBO – Muda dan enerjik. Itulah yang pertama kali terkesan dari seorang Muhammad Ngainirricadl. Sebagai anggota DPRD Jateng, mobilitasnya turun ke daerah pemilihannya sangat tinggi. Saat bersua dengan warga pun, Mas Ricardl-sapaan akrabnya, tak tebang pilih. Tua dan muda disambanginya. Pada program Proaktif DPRD Jawa Tengah, dia memperlihatkan aktivitasnya sebagai wakil rakyat. Pada Sabtu (3/6/2023), Ricardl didaulat menjadi narasumber pada acara almamaternya-UIN Walisongo. Dalam kesempatan itu dia mengisi Sekolah Legislasi yang diinisiasi oleh Fakultas Syariah. Kepada para mahasiswa, Sekretaris Komisi B itu mengatakan bahwa pendidikan politik sangat penting. Politik yang dimaksudkannya itu bukan berarti harus masuk dalam sebuah partai. Dalam organisasi mana pun, politik selalu ditanamkan dalam gerak dan langkah sebuah organisasi. “Politik itu sifatnya fleksibel. Dia (politik) bisa mengisi ruang-ruang kebuntuan. Termasuk saat masuk sebuah partai pun juga demikian. Bukan tidak mungkin kita semua menjadi anggota legislatif di kemuadian hari, kaum milenial harus mampu mewarnai dunia politik, jangan hanya melulu pada lingkup kampus saja,” ucapnya. Setelah selesai kegiatan, perjalanan dilanjutkan menuju Dapil IX. Singgah di Temanggung, Richadl menyapa kelompok tani di daerah Parakan. Tak berselang lama, ia pun meluncur ke Wonosobo. Di daerah tinggi itu, mendatangi tempat oleh-oleh yang dikelola oleh para disabilitas. Tempat oleh-oleh itu dinamakan “Diang”. Maryam dan juga Ipung, selaku pengelola dan juga Ketua Himpunan Wanita Disabilitas dan juga Ketua Ikatan Disabilitas Wonosobo mengaku sangat terbantu dengan peran Richadl. Dengan demikian munculah semangat untuk mengoptimalkan kalangan disabilitas untuk memiliki karya. “Perhatian dari Mas Ricardl sangat berarti bagi kami. Kami pun punya semangat untuk menunjukkan kaum disabilitas itu mampu menjadi seperti orang pada umumnya,” ucap Maryam. Ngainirrichadl berjanji untuk tetap memperhatikan para kaum disabilitas seperti halnya mengadakan pelatihan seperti yang pernah dia berikan beberapa waktu yang lalu untuk pelaku UMKM yang pesertanya juga ada sebagian dari kaum disabilitas. Ke depannya dia akan mengadakan lagi pelatihan khusus untuk kaum disabiliatas. “ini sebagian bentuk kepedulian kami selaku anggota DPRD Jawa Tengah, selain memberikan pelatihan UMKM , saya juga akan promosikan produk-produk yang dihasilkan para disabilitas,” katanya mengakhiri perbincangan. Dalam kesibukannya , Mas Richadl tak lupa menyempatkan diri menikmati kopi yang ada di Wonosobo. Tomo Kopi yang merupakan kedai Kopi dengan suasana rumah jadul namun banyak dikunjungi kaum milenial, Tomo kopi ini dikelola oleh Adam, anak muda dengan banyak kreativitas. “Tomo Kopi ini, meskipun suasana rumah dibuat jadul namun pengunjung banyak sekali kaum muda yang dating pada malam hari ini untuk sekedar ngopi dan asyik untuk tongkrongan, kedai ini sudah berdiri sejak tahun 70an, nah saya ini merupakan generasi ketiga,” kata Adam. (Adv)

Tempat Wisata Sejarah di Solo, Mulai Dari Istana Hingga Bunker Kuno

Tempat Wisata Sejarah di Solo, Mulai Dari Istana Hingga Bunker Kuno

Tempat Wisata Sejarah di Solo berikut bisa menjadi destinasi alternatif saat Anda berkunjung ke kota kelahiran Presiden Joko Widodo ini. Solo merupakan sebuah kota yang menawarkan berbagai macam destinasi wisata bagi para pengunjung. Kamu bisa menikmati wisata kuliner, budaya, alam, dan sejarah yang lengkap di kota ini. Dengan sejarahnya sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Mataram, Solo memiliki banyak peninggalan sejarah yang kini menjadi tempat wisata yang menarik. Jadi, apa saja wisata sejarah yang bisa kamu kunjungi di Solo? Berikut adalah sepuluh tempat wisata sejarah di Solo yang bisa kamu jelajahi. Tempat Wisata Sejarah di Solo Loji Gandrung Loji Gandrung merupakan gedung yang kini difungsikan sebagai rumah dinas Walikota Solo. Gedung yang memiliki ukuran 3.500 meter persegi itu terletak di dekat Stadion Sriwedari di Jalan Slamet Riyadi, Penumping, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta. Pada awalnya, gedung ini dimiliki oleh seorang warga Belanda dan dibangun pada tahun 1830. Loji Gandrung telah menjadi saksi dari beberapa peristiwa bersejarah, mulai dari digunakan sebagai markas oleh penjajah Jepang, digunakan oleh Jenderal Gatot Subroto untuk mengatur strategi perang, hingga menjadi tempat istirahat Presiden Soekarno saat berkunjung ke Solo. Benteng Vastenburg Benteng Vastenburg merupakan salah satu bangunan yang digunakan sebagai benteng pada masa pemerintahan kolonial Belanda yang dibangun oleh Gubernur Jenderal Baron Van Imhoff pada tahun 1755-1779. Setelah Indonesia merdeka, Benteng Vastenburg diubah fungsinya menjadi lokasi pelatihan TNI dan kini dijadikan sebagai tempat penyelenggaraan konser, festival, dan acara lainnya. Langgar Merdeka Langgar Merdeka merupakan sebuah bangunan yang kini menjadi simbol Laweyan dan diyakini dibangun oleh komunitas keturunan Tionghoa pada tahun 1877. Saat pertama kali dibangun, bangunan tersebut digunakan sebagai pasar ganja. Namun, karena pendapatannya merosot, toko itu akhirnya bangkrut dan dibeli oleh H. Imam Mashadi, yang kemudian mengubahnya menjadi langgar untuk kegiatan keagamaan. Langgar Merdeka telah melewati berbagai periode sejarah yang panjang, sehingga diakui sebagai cagar budaya pada tahun 2012. Dengan pengakuan ini, setiap orang dilarang mengubah atau merusak bangunan fisiknya. Bunker Kuno Bunker ini terletak di bawah bangunan Dinas Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta yang terletak di kompleks Balai Kota Surakarta. Bunker dengan ukuran 16 x 24 meter ini ditemukan pertama kali pada tahun 2012 dan dipercayai telah dibangun pada abad ke-19. Menurut para pakar, bunker ini dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai tempat penyimpanan uang dan perlindungan bagi orang Belanda. Pengunjung yang ingin mengunjungi Balai Kota Surakarta atau mengurus administrasi dapat mengunjungi bunker ini secara gratis. Gedung Djoeang Bangunan Djoeang terletak di Kedung Lumbu, Pasar Kliwon, Surakarta, berdekatan dengan Beteng Trade Center. Pada tahun 1876, Pemerintah Hindia Belanda membangun gedung ini dan menyelesaikannya pada tahun 1880. Saat awal dibangun, gedung ini berfungsi sebagai tempat pelayanan bagi tentara Belanda dan klinik karena dekat dengan Benteng Vastenburg. Namun, seiring berjalannya waktu, fungsi gedung ini beberapa kali berubah. Jepang kemudian menggunakan gedung ini sebagai markas, dan saat ini telah diubah menjadi tempat wisata. Keraton Surakarta Hadiningrat Keraton Surakarta Hadiningrat merupakan sebuah pusat pemerintahan kerajaan Jawa yang telah memerintah selama beberapa abad di wilayah Solo. Keraton ini dibangun oleh Susuhunan Pakubuwono II sebagai pengganti Keraton Kartasura yang rusak akibat Geger Pecinan pada tahun 1743. Kompleks Keraton Surakarta Hadiningrat memuat berbagai peninggalan bersejarah seperti patung, senjata, warisan kerajaan, dan sejumlah bangunan keraton yang masih berdiri kokoh hingga saat ini. Bagi para pengunjung yang berencana mengunjungi Keraton Surakarta, disarankan untuk datang di hari selain Jumat. Puro Mangkunegaran Kota Solo memiliki istana cantik dan besar tambahan dari Keraton Surakarta yang dikenal sebagai Puro Mangkunegaran. Puro Mangkunegaran adalah pilihan yang tepat bagi para wisatawan yang ingin mempelajari sejarah sambil berlibur di Solo. Ketika mengunjungi Puro Mangkunegaran, kita akan disuguhkan dengan taman yang luas dan dikelilingi oleh bangunan kuno bergaya Eropa yang dipadukan dengan arsitektur tradisional Jawa. Museum Bank Indonesia Museum yang terletak dekat Balai Kota Solo telah berdiri sejak tahun 1867 dan dulunya digunakan sebagai kantor untuk De Javasche Bank Agentschap Soerakarta. Setelah memasuki museum tersebut, pengunjung dapat melihat mesin cetak uang antik dan arsitektur bangunan yang sudah berusia ratusan tahun dengan gaya bangunan Eropa yang khas. Di museum ini, tersedia berbagai macam sumber daya untuk pendidikan dan pengunjung dapat melihat koleksi uang kuno yang masih terjaga dengan baik, termasuk seri wayang dari Hindia Belanda. Kampung Batik Kauman Tempat wisata Kampung Batik Kauman terletak dekat dengan jalan utama Slamet Riyadi dan Jalan Rajiman, tepatnya di Jalan Trisula III No.1, Kauman, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Solo. Kampung Batik Kauman merupakan pusat batik tertua di Kota Solo. Dari sejarahnya, Kampung Kauman dulunya adalah tempat tinggal abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta dan hingga sekarang tetap mempertahankan budaya atau tradisi membatik. Jika dibandingkan dengan Laweyan, batik-batik di Kauman lebih menampilkan motif atau model standar keraton. Di Kampung Batik Kauman, terdapat 30 industri batik yang masih berproduksi hingga saat ini. Ketika mengunjungi tempat tersebut, para wisatawan dapat membeli batik dengan berbagai motif dan juga melihat proses pembuatan hingga belajar membatik secara langsung. Kampung Batik Laweyan Di samping Kampung Batik Kauman, Kota Solo juga memiliki Kampung Batik Laweyan. Kampung ini memiliki luas 24.83 hektare dan dihuni oleh sekitar 2.500 penduduk, sebagian besar di antaranya bekerja sebagai pedagang atau pembuat batik. Keberadaan kampung ini sebagai simbol batik Kota Solo tidak terlepas dari peran Sarekat Dagang Islam yang didirikan oleh Haji Samanhudi. Kini, Kampung Batik Laweyan telah memiliki 250 motif batik yang resmi dipatenkan. Selain menjadi simbol batik di Kota Solo, Kampung Batik Laweyan juga menawarkan arsitektur yang menarik dengan penggabungan gaya Eropa, Jawa, China, dan Islam.

Soto Mamo Banjarnegara, Sensasi Menikmati Soto Sapi di Tepi Sungai Serayu

Soto Mamo Banjarnegara

Soto Mamo di Prigi kini tengah digandrungi pecinta kuliner Banjarnegara dan sekitarnya. Selain karena rasa sotonya yang lezat, pembeli juga dapat merasakan suasana pinggir sungai yang sejuk. Soto santan daging sapi ini dikenal dengan sebutan Soto Mamo. Untuk menikmati soto ini, Anda dapat mengunjungi Desa Prigi Kecamatan Sigaluh. Warung soto ini berlokasi di sebuah gang kecil sekitar 200 meter dari jalur utama Semarang-Banjarnegara. Selain cita rasa yang lezat, soto santan daging sapi ini juga menawarkan pengalaman makan yang berbeda karena dapat dinikmati di tepi Sungai Serayu. Tidak mengherankan jika restoran ini selalu ramai terutama pada jam makan siang. Mamo, pemilik restoran ini, sengaja menggunakan alam sungai sebagai tempat makan untuk para pengunjungnya. Ia tidak menambahkan bangunan apapun dan hanya menempatkan tikar dan meja. Setelah restoran tutup, tikar dan meja langsung dikemas. Banyak pengunjung yang menyukai soto santan daging sapi ini karena rasanya yang gurih dan segar. Lia Wardani, seorang pelanggan setia selama dua tahun, mengatakan bahwa kuah santannya gurih dan dagingnya empuk. Menurutnya, selain suasana alam sungai juga menambah nikmatnya makan siang, terutama jika bersama dengan teman atau keluarga. Harga yang ditawarkan oleh Soto Mamo juga cukup terjangkau, yaitu Rp 13 ribu untuk soto santan daging sapi dan Rp 8 ribu untuk nasi pecel.

Songgo Buwono, Makanan Para Bangsawan Yang Sarat Akan Filosofi

Songgo Buwono, Makanan Para Bangsawan Yang Sarat Akan Filosofi

Songgo Buwono Kuliner khas Jogja yang memiliki nama yang unik ini memiliki cita rasa yang sangat enak. Bahkan, makanan yang satu ini dijuluki sebagai hidangan khas para bangsawan di Keraton Jogja. Jogja dikenal sebagai kota yang memiliki banyak objek wisata yang menarik dan menyajikan berbagai kuliner khas dengan bentuk, rasa, dan makna filosofis yang beragam. Salah satu kuliner bersejarah yang berasal dari Jogja dan sangat enak serta memiliki makna filosofi yang mendalam adalah songgo buwono. Songgo buwono terdiri dari roti yang disajikan dengan beragam toping tambahan, mulai dari daging hingga sayuran. Setiap komponen yang ada dalam songgo buwono memiliki makna tersendiri. Dengan bahan-bahan yang lengkap dan bernutrisi, songgo buwono dianggap sebagai hidangan khas para bangsawan di Keraton Jogja. Inilah ulasan lengkap tentang songgo buwono. Sejarah Songgo Buwono Dikutip dari laman Kementerian Sekretariat Negara RI, songgo buwono adalah hidangan pembuka yang lahir di Keraton Jogja. Sultan Hamengkubuwono VIII adalah tokoh yang memulai pembuatan songgo buwono. Oleh karena itu, makanan ini sering dijuluki sebagai hidangan priayi. Selain itu, songgo buwono juga mencerminkan kondisi politik di Jogja pada masa lalu. Pada saat itu, keberadaan Belanda sangat berpengaruh terhadap kesultanan di Jogja dan kuliner yang disajikan pun banyak bernuansa barat. Sebagai hidangan hasil akulturasi, songgo buwono mengombinasikan berbagai gaya hidangan dari beberapa negara. Misalnya, kue sus berasal dari Belanda, saus mayones dari Perancis, dan acar ala Tiongkok juga disajikan sebagai pelengkap songgo buwono. Apa Arti dari Songgo Buwono? Songgo Buwono ialah sajian yang terbuat dari adonan kue sus yang diisi dengan sayuran seperti daun selada dan campuran berbagai bahan seperti telur ayam, daging, wortel, dan lainnya. Menurut buku ‘Serba-Serbi Baking’ (2018) karangan MS Rinadedik, makanan ini umumnya disajikan dalam acara pernikahan dengan porsi yang lebih besar serta dihidangkan bersama acar sebagai pelengkapnya. Songgo Buwono merupakan hidangan tradisional yang populer di Yogyakarta yang berasal dari gabungan dua kata, yaitu songgo yang berarti penyangga dan buwono yang berarti kehidupan atau langit. Oleh karena itu, Songgo Buwono memiliki makna sebagai penopang kehidupan. Filosofi Songgo Buwono Songgo buwono terdiri dari beragam unsur yang memiliki makna filsafat masing-masing. Kue sus yang menjadi penyangga songgo buwono melambangkan bentuk bumi, di mana semua makhluk hidup lahir dan mati. Daun selada menggambarkan hamparan pepohonan dan tumbuhan hijau yang asri dan lestari. Isian songgo buwono yang bernama ragut merepresentasikan tentang keragaman masyarakat di dunia yang mampu bersatu dalam sebuah keselarasan. Sementara itu, telur ayam dan mayones melambangkan langit, dan acar menjadi simbolisasi bintang. Selain itu, sebagai hidangan pernikahan, songgo buwono mencerminkan kesiapan kedua mempelai untuk mengarungi kehidupan secara mandiri.

Rute dan Jam Operasional Trans Jateng

Rute dan Jam Operasional Trans Jateng

Bus Trans Jateng merupakan salah satu pilihan transportasi umum untuk mengakses ke berbagai daerah di provinsi Jawa Tengah. Layanan transportasi Bus Trans Jateng mencakup beberapa wilayah yang dibagi menjadi beberapa rute. Dikutip dari akun Instagram BRT Trans Jateng, di bawah ini adalah jadwal, rute, dan tarif yang berlaku. Tarif untuk umum Bus Trans Jateng sebesar Rp 4.000. Sementara itu, tarif pelajar, mahasiswa, buruh, dan veteran hanya Rp 2.000. Berikut adalah rute Bus Trans Jateng: Rute Semarang-Bawen Bus Trans Jateng yang mengambil rute Semarang-Bawen berangkat dari Stasiun Tawang (Kota Semarang) dan Terminal Bawen (Kabupaten Semarang). Jadwal bus rute ini dimulai dari pukul 05.00 WIB. Terdapat dua jadwal keberangkatan terakhir. Pertama, pukul 19.30 WIB dari Tourist Information Center (TIC) Jalan Pemuda Semarang. Kedua, pukul 19.10 WIB dari Terminal Bawen. Rute Purwokerto-Purbalingga Trayek ini berangkat dari Terminal Bulupitu, Purwokerto, dan Terminal Bukateja, Purbalingga. Jadwal keberangkatan awal bus pada pukul 05.15 WIB dan jadwal akhir pada pukul 18.00 WIB dari Terminal Bulupitu dan pukul 17.35 WIB dari Terminal Bukateja. Rute Semarang-Kendal Trayek ini memiliki 2 jadwal keberangkatan awal. Pertama, pada pukul 05.20 WIB dari Terminal Bahurekso, Kendal, dan RTH Weleri. Kedua, pada pukul 05.20 WIB dari Terminal Mangkang, Semarang. Jadwal keberangkatan terakhir pada pukul 19.00 WIB dari Terminal Mangkang dan Terminal Bahurekso. Sedangkan waktu layanan menuju Kawasan Industri Kendal dibagi menjadi dua, yaitu pada pukul 06.30-08.00 WIB dan pukul 15.30-17.30 WIB. Rute Magelang-Purworejo Trayek Magelang-Purworejo ini melewati Terminal Borobudur, Magelang, dan Terminal Kutoarjo, Purworejo. Jadwalnya dimulai pada pukul 05.00 WIB sampai pukul 17.00 WIB. Sedangkan jadwal selesai operasional pada pukul 19.00 di dua terminal tersebut. Rute Solo-Sragen Trayek Solo-Sragen ini melewati Terminal Tirtonadi, Solo, dan Terminal Sumberlawang, Sragen. Jadwal bus Trans Jateng pada rute ini tersedia pada pukul 05.00-17.30 WIB. Rute Semarang-Grobogan Trayek Semarang-Grobogan ini melewati Terminal Penggaron, Semarang dan Terminal Gubug, Grobogan. Jadwal bus pada rute ini tersedia pada pukul 05.00-18.00 WIB.