Jowonews

Banjir Kembali Hantui Petani di Demak, Kerugian Mencapai Jutaan Rupiah

DEMAK – Petani-petani di Kabupaten Demak, terutama di Kecamatan Karanganyar, harus kembali menghadapi cobaan berat setelah wilayahnya kembali dilanda banjir. Banjir kali ini bahkan membuat area persawahan tampak seperti lautan yang luasnya tak terhingga.

Salah satu yang merasakan dampaknya secara langsung adalah Nur Sadi (39), seorang petani yang sawahnya yang seluas hampir 1 hektare berada di sebelah selatan Balai Desa Cangkring Rembang. Baginya, kedatangan banjir bukan hanya sekadar mimpi buruk, tetapi juga sebuah kenyataan yang menyakitkan.

“Di sawah, ketinggian air sampai 3 meter sampai 4 meter seperti lautan,” ujarnya dengan nada pilu ketika ditemui di lokasi pengungsian Desa Cangkring Rembang, Selasa (19/3/2024).

Banjir kali ini terjadi pada saat musim tanam, yang membuat kerugian semakin besar bagi petani seperti Nur Sadi. Sawahnya sudah mulai ditanami, namun kini harus terendam air.

“Karena sawah ini milik orang tua, saya mengalami kerugian sekitar Rp 5 jutaan karena sudah membeli bibit, pupuk, tenaga, dan berbagai keperluan lainnya,” tambahnya.

Menurut Nur Sadi, kerugian terbesar dialami pada banjir pertama yang terjadi awal Februari lalu. Saat itu merupakan masa panen dan harga gabah sedang tinggi-tingginya.

“Kemarin seharusnya saya bisa mendapatkan pendapatan sekitar Rp 25 juta hingga Rp 30 juta karena harga gabah sedang tinggi. Namun, itu hanya tinggal angan-angan karena terpaksa harus menghadapi banjir,” ucapnya.

Meskipun demikian, dari hasil panen sebelumnya dia masih berhasil mendapat Rp 7 juta. Namun, dia mengakui kesedihannya karena ini adalah kali pertama dia merasakan dampak banjir selama bertani di Demak.

“Banyak yang hilang, padinya hitam semua dan bukan untuk konsumsi manusia, tetapi untuk hewan. Saya tidak mendapat bantuan apa pun, ini adalah risiko dari pekerjaan ini,” kata Nur Sadi.

BACA JUGA  Festival Jajanan Tradisional Demak 2022, Momentum Menggeliatkan Pariwisata

Kepala Desa Cangkring Rembang, Asrofah, juga turut merasakan prihatin atas nasib para petani di wilayahnya. Sebagian besar penduduk di desanya adalah petani.

“Fase pertama kita sudah bersiap untuk panen, namun karena musibah ini, petani mengalami kerugian yang signifikan,” jelasnya dengan nada prihatin.

“Kita tahu harga padi sedang naik, tetapi karena bencana ini, rencana kita terhenti. Dari yang awalnya berharap bisa berinvestasi lebih banyak lagi, akhirnya semua itu pupus karena banjir,” pungkasnya.

Bagikan:

Google News

Dapatkan kabar terkini dan pengalaman membaca yang berbeda di Google News.

Berita Terkait