Jowonews

Logo Jowonews Brown

Masyarakat Buleleng Lestarikan Tradisi Megoakan Nyepi

DENPASAR, Jowonews.com – Masyarakat Desa Panji, Kabupaten Buleleng, Bali, tetap melestarikan tradisi “Megoakan”, sebuah permainan tradisional khas Bali bagian utara yang dilakukan pada hari “Ngembak Geni” atau sehari setelah Hari Raya Suci Nyepi.

“Pemuda baik lelaki maupun perempuan yang tergabung dalam Sekaan Teruna Teruni (pemuda) yang ada di desa kami berbaris memanjang membentuk formasi ‘ular-ularan’ pertanda dimulainya permaian tradisional tersebut,” kata Tokoh Masyarakat Desa Panji, Nyoman Masajaya, Kamis.

Ia menjelaskan, sebelum memainkan permainan tradisional itu, para para pemuda terlebih dahulu melakukan beberapa ritual, memohon keselamatan kepada Tuhan Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar permainan berjalan lancar tanpa hambatan.

Menurut dia, permainan tersebut sudah dimainkan secara turun termurun sejak zaman Kerajaan Buleleng yang dipimpin Raja Ki Gusti Ngurah Panji Sakti. Nama megoak-goakan diambil dari nama goak yang berarti burung gagak, hewan yang digemari Panji Sakti.

“Ketika itu lewat permainan ini siapa yang berhasil menangkap ekor goak maka permintaannya akan dikabulkan oleh beliau (Panji Sakti) sampai terjadilah permainan,” pungkasnya.

Masajaya memaparkan, setelah membentuk ular-ularan, para pemain berlari sembari memegang erat pinggang peserta di depannya agar tidak terputus dan mengitari tanah lapang yang becek. Sesekali mereka melambaikan tangan dan berteriak menirukan suara raksasa.

Seorang pemain yang menjadi kepala ular berusaha mengejar dan menangkap seorang pemain lain yang menjadi ekor .”Jika kepala ular berhasil menangkap ekornya, maka permainan dianggap selesai.

Selanjutnya, ia menambahkan, para pemain kemudian mengulangi permainan itu berulang-ulang sampai puas dengan pemain kepala ular yang berganti.

“Tentu tidak mudah menangkapnya. Pemain-pemain yang berada di barisan belakang sudah tentu berusaha menghindari tangkapan kepala ular. Tidak jarang para pemain itu terpeleset dan jatuh karena berlari di atas tanah becek yang licin. Jika sudah demikian, permainan harus diulang karena barisan terputus,” paparnya.

Masajaya lebih lanjut mengungkapkan tradisi tersebut selalu dilakukan pada hari “Ngembak Geni” atau sehari setelah Hari Raya Nyepi. Setiap pertunjukan selalu menarik minat warga dari berbagai daerah untuk menyaksikannya. “Selalu ramai saja yang nonton karena tradisi ini memang langka dan masih ajeg hingga kini,” demikian Masajaya. (Jn16/ant)

Simak Informasi lainnya dengan mengikuti Channel Jowonews di Google News

Bagikan berita ini jika menurutmu bermanfaat!

Baca juga berita lainnya...