Jowonews

Logo Jowonews Brown

Pembangunan Infrastruktur Melalui Dana Desa

JAKARTA, Jowonews.com – Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa memberikan pengakuan dan kepastian kepada desa-desa di seluruh Tanah Air akan status dan kedudukannya dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

Dalam UU Desa itu juga disebutkan bahwa negara memberikan kewenangan kepada setiap desa dalam melestarikan adat dan tradisi serta budaya masyarakat desa. Selain itu, desa juga diberikan kewenangan dalam pembangunan serta berpartisipasi dalam menggali potensi desa dengan mendorong pemerintahan desa yang profesional, efisien dan efektif.

Pemerintahan desa juga diharapkan dapat lebih terbuka serta bertanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan di desa dengan tujuan memberikan pelayanan prima kepada masyarakat yang akhirnya memberikan kesejahteraan bersama dan menempatkan desa sebagai subjek dari pembangunan.

Apa yang tertuang dalam UU Desa tersebut memberikan angin segar kepada desa-desa dalam proses percepatan dan pemberdayaan masyarakat setempat. Namun tentu saja hal itu hanya dapat dilakukan jika setiap desa didukung dengan sumber pembiayaan yang memadai.

Oleh karena itu, pasal 71 sampai 75 UU Desa itu mengatur sumber-sumber pembiayaan di desa, sumber-sumber pendapatatan di desa seperti pendapatan asli desa, alokasi dari APBN, bagi hasil dari pajak dan retribusi kabupaten, bantuan keuangan dari provinsi dan kabupaten, hibah atau sumbangan pihak ketiga yang tidak mengikat serta lain-lain endapatan desa yang sah.

Pendapatan desa tersebut memiliki beberapa rincian yang menjadi kewajiban dari pemerintah daerah yang apabila tidak dilaksanakan tentu akan berakibat diberikan sanksi oleh Pemerintah Pusat.

Untuk itu, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Kementerian Keuangan nomor 93/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa. Peraturan itu menjadi pedoman untuk mengalokasikan, menyalurkan hingga memantau dan mengevaluasi jalannya alur dana desa dari kementerian hingga ke kabupaten bahkan hingga ke tingkat desa.

Peraturan tersebut menyebutkan bahwa prinsip alokasi dana desa pada setiap kabupaten/kota dilakukan secara berkeadilan berdasarkan alokasi dasar dan alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis desa setiap kabupaten/kota (pasal 2 ayat 3).

Hingga kini persoalan alokasi dana desa masih menemui berbagai kendala teknis di lapangan terkait dengan pencairan dana desa yang sebelumnya dinilai cukup rumit.

Untuk itu, pemerintah terus melakukan berbagai upaya penyempurnaan peraturan teknis seperti mengenai penyederhanaan prosedur, penyederhanaan menu program, penyederhanaan prosedur pengadaan barang dan jasa, serta mekanisme laporan pertanggungjawaban penggunaan dana desa.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan dengan penyederhanaan aturan tersebut diharapkan pencairan dana desa tidak menemui kendala dan dapat segera dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.

BACA JUGA  Kontrak JICT Rugikan Negara Jutaan Dollar

Tiga kementerian ikut ambil bagian dalam penyempurnaan aturan tersebut yakni Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (KDPDTT), serta Kementerian Keuangan.

Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, penyederhanaan pencairan dana desa tetap harus menggunakan ukuran yang jelas. Satu hal yang tidak boleh dilanggar adalah dana tersebut harus digunakan untuk pembangunan infrastruktur desa karena diharapkan memberi dampak pada pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.

“Infrastruktur utamanya, tapi pada saat yang sama membantu daya beli masyarakat,” ujarnya.

UU Desa sebenarnya telah memberikan kewenangan bagi desa untuk mendesain program sendiri, tetapi tetap perlu dibimbing untuk membuat program yang lebih sederhana.

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) juga dilibatkan untuk menyederhanakan program pembelanjaan barang dan jasa. Tujuannya agar jangan sampai desa diberikan aturan rumit seperti kabupaten/kota dalam melakukan pembelian barang dan jasa.

Di sisi lain, pemerintah juga mendorong agar pemerintah daerah mau mengucurkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk membantu pemerintah pusat dalam meningkatkan jumlah Alokasi Dana Desa (ADD).

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo meminta mengatakan kontribusi dari APBD akan signifikan untuk meningkatkan ADD. “Belanja modal di APBD juga seharusnya ada yang masuk Dana Desa,” ujarnya.

Usulan tersebut merupakan salah satu hasil evaluasi mengenai dana desa yang dilakukan pemerintah pusat. Dalam APBN Perubahan 2015, pemerintah menganggarkan alokasi dana desa sebesar Rp20,7 triliun untuk 74.093 desa di seluruh Tanah Air.

Dengan jumlah alokasi tersebut, masing-masing desa mendapatkan alokasi rata-rata Rp250-350 juta. Jumlah per desa itu memang belum sesuai dengan komitmen awal pengalokasian dana desa yang sebesar rata-rata Rp1,4 miliar per desa. Dalam UU Desa, disebutkan bahwa besaran alokasi Rp1,4 miliar per desa dapat direalisasikan secara bertahap.

Hingga September 2015, dari total alokasi Dana Desa, baru sekitar Rp4,9 triliun yang benar-benar terealisasi ke desa. Sisa dana tersebut, masih mengendap di kas kabupaten. Jika dana yang “menganggur” itu tidak bisa dimanfaatkan atau diserap oleh pemerintah kabupaten, maka akan kembali ke kas negara.

Sedangkan alokasi dana desa pada 2016, rencananya mengalami kenaikan sekitar dua kali lipat dari Rp20,7 triliun menjadi Rp47 triliun.

Segera Bagikan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar mengatakan masa depan Indonesia sebenarnya berada di desa dan ini bisa dilihat secara nyata karena desa memegang prospek besar bagi perwujudan kedaulatan nasional di masa depan.

BACA JUGA  Musim Hujan Waspada Penyakit Leptospirosis !

Menurut dia, desa menjadi kunci menuju Indonesia yang berdaulat terutama di bidang pangan dan energi. Karena itu, menempatkan desa sebagai sumbu utama kedaulatan pangan dan energi bukanlah sesuatu yang berlebihan, karena desa merupakan penyedia utama sumber-sumber pokok pangan nasional.

Potensi pengembangan pertanian di desa jauh lebih besar dibandingkan wilayah perkotaan. Lahan pertanian dan sumber daya manusia mayoritas berada di desa.

“Komoditas pertanian yang dihasilkan oleh desa merupakan sumber bahan baku utama dalam industri pengolahan makanan dan energi baru ramah lingkungan,” katanya seraya menambahkan bahwa untuk itu, pembangunan desa, khususnya infrastruktur, harus segera dilakukan.

Oleh karena itu, menyinggung masih lambatnya proses pencairan dana desa di sejumlah daerah, Menteri Marwan Jafar telah meminta kepala daerah segera membagikan dana desa.

“Jika kepala daerah menghambat atau menolak dana desa, terancam tidak mendapatkan dana alokasi khusus (DAK),” kata Menteri Marwan.

Dia menambahkan masalah utama dari penyaluran dana desa adalah ada oknum kepala daerah yang menahan penyaluran dana desa, padahal pihak Kementerian DPDTT sudah menyurati dan mengumpulkan para kepala daerah untuk segera mencairkan dana desa.

“Saya tekankan bagi kabupaten dan kota yang masih menghambat penyaluran dana desa, DAK-nya tidak akan diberikan terlebih dulu. Terpaksa kami lakukan agar dana desa pada masa mendatang tidak ada lagi hambatan,” tegas dia.

Ada beberapa kepala daerah yang menolak dana desa, di antaranya Wali Kota Batu Eddy Rumpoko.

Menteri Marwan berharap Wali Kota Eddy Rumpoko segera menerima dan membagikan dana itu untuk masyarakat desa. “Mudah-mudahan Wali Kota Batu terbuka hatinya untuk segera menerima dana itu. Karena itu hak desa, hak masyarakat desa, bukan hak wali kota. Oleh karena itu, hak masyarakat desa harus diberikan dan tidak dihambat,” ujarnya.

Terkait ada kekhawatiran dana desa akan diselewengkan untuk dana pemilihan kepala daerah, Menteri kelahiran Pati, Jawa Tengah, 12 Maret 1971 itu, menegaskan pihaknya sudah mengidentifikasi daerah mana saja yang akan menyelenggarakan pilkada.

Dia menegaskan bahwa tidak boleh dana desa itu dijadikan alat politik terutama untuk pilkada.

Untuk itu, pihaknya telah menempatkan petugas untuk mengawasi penggunaan dana desa. Selain itu, ada sekitar 12.000 mantan fasilitator PNPM Mandiri Pedesaan, serta pendamping desa yang juga ikut mengawasi.   (Jn16/ant)

Simak Informasi lainnya dengan mengikuti Channel Jowonews di Google News

Bagikan berita ini jika menurutmu bermanfaat!

Baca juga berita lainnya...