Jowonews

Logo Jowonews Brown

Proyek Pekerjaan E-KTP Terlalu Mahal

JAKARTA, Jowonews.com – Pekerjaan pengadaan KTP elektronik (KTP-E) 2011-2012 senilai total Rp 5,9 triliun tidak selesai dan terlampau mahal, kata jaksa penuntut umum KPK Mochamad Wirasakjaya dalam sidang pembacaan dakwaan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (9/3).

“Semua pekerjaan pengadaan KTP-E sesungguhnya tidak dapat disubkontrakkan kecuali terdakwa II Sugiharto memberikan persetujuan secara tertulis, tapi dalam pelaksanaannya anggota konsorsium PNRI mensubkontrakkan sebagian pekerjaan tanpa persetujuan tertulis Sugiharto,” lanjutnya.

Terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Jendera Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto yang didakwa melakukan korupsi pengadaan KTP-E tahun anggaran 2011-2012 hingga merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,314 triliun.

Selain mensubkontrakkan sebagian besar pekerjaan, konsorsium PNRI juga tidak dapat memenuhi target minimal pekerjaan seperti dalam kontrak. Namun agar tetap terjadi pembayaran, maka Sugiharto atas persetujuan Irman melakukan 9 kali perubahan adendum kontrak mulai 12 Oktober 2011 hingga 27 Desember 2013.

Pada adendum kontrak keempat pada 16 April 2012, Irman menerima uang dari Andi Agustinus sejumlah 700 ribu dolar AS yang diberikan ke Sugiharto sejumlah 100 ribu dolar AS, Diah Anggraini sejumlah 300 ribu dolar AS dan atas perintah Gamawan sejumlah Rp 500 juta digunakan untuk membiayai rapat kerja dan seminar nasional asosiasi Pemerintah Desa seluruh Indenesia di Yogyakarta pada 24 Maret 2014, sisanya untuk Irman “Maksud para terdakwa melakukan 9 kali adendum adalah agar terdakwa II tetap dalap melakukan pembayaran kepada konsorsium PNRI dan akhirnya para terdakwa mendapatkan sejumlah uang dari konsorsium PNRI meski konsorsium tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sebagaimana ditentukan dalam kontrak,” ungkap jaksa.

Pekerjaan yang tidak diselesaikan yaitu pertama Konsorsium PNRI tidak melakukan personalisasi dan distribusi terhadap 27.415.747 keping blangko KTP- dan hanya melakukan personalisasi sebanyak 144.599.653 keping padahal dalam berita acara serah terima disebut sebanyak 145 juta keping.

Kedua, Sugiharto dan konsorsium PNRI menetapkan harga pengadaan sistem AFIS berdasarkan jumlah data yang direkam bukan berdasar satu kesatuan sistem sehingga pemerintah ahrus membayar perankat lunak dan perangkat keras untuk mendukung sistem AFIS Ketiga, Konsorsium PNRI tidak dapat mengitegrasikan antara hardware security modul (HSM) dengan key management system (KMS) sehingga tidak memenuhi spesifikasi sitem keamanan kartu dan data Keempat, pelaksanaan pekerjaan Jaringan Komunikasi Data (Jarkomdat) konsorsium PNRI dan PT Aqadra Soultion mensubkontrakkan kepada PT Indosat yang pelasanaan dan embayarannya tidak sesuai kontrak Kelima, pelaksanaan pekerjaan helpdesk managemen ssytem PT Sucofindo hanya menyediakan 84 orang, emski dikontrak seharusnya 169 orang dan tetap dibayar untuk 169 orang Keenam, ada perbedaan metode pemadanan identifikasi dengan verifikasi data berdasarkan kerangka acuan kerja yang seharusnya mengunakan sidik jari tapi konsorsium menggunakan iris sehingga ketunggalam KTP elektronik tidak dapat dipertanggungjawabkan Ketujuh, penggunaan printer Fargo HDP5000 untuk pencentakan KTP-E terdapat penguncian spesifikasi di mesin cetak sehingga pengguna tidak dapat menggunakan mesin cetak lain dan harganya dikenalikan vendor Kedelapan, pekerjaan pendampingan teknis dilakukan oleh PT Sucovindo tidak sesuai kontrak karena ada manipulasi penandatanganan kontrak pengadaan tenaga pendamping dan dokumen pembayarannya Kesembilan, konsorsium PNRI menggunakan chip merek NXP P 308 dan ST Mircro ST 23 YR yang tidak bersifat terbuka sehingga menyebabkan ketergantungan pada produk tersebut.

“Meski pekerjaan tidak memenuhi target dan tidak sesuai kontrak, para terdakwa justru memerintakan panitia pemeriksa dan penerima hasil membuat berita acara yang disesuaikan dengan target dalam kontrak sehingga seolah-olah konsorsium PNRI telah melakukan pekerjaan sesuai target,” ungkap jaksa.

Sampai akhir pelaksanaan pekerjaan yaitu 31 Desember 2013, blankto KTP-E hanya sejumlah 122.109.759 keping, di bawah target pekerjaan dalam kontrak yaitu pengadaan, personalisasi dan distribusi sebanyak 172.015.400 keping blangko KTP-E.

Konsorsium PNRI tetap mendapat pembayaran secara bertahap yaitu Rp 4,917 triliun yang dilakukan secara bertahap mulai 21 Oktober 2011 sampai 30 Desember 2013.

“Setiap menerima pembayaran dipotong dulu sebesar 2-3 persen untuk kepentingan manajemen bersama sehingga uang potongan mencapai Rp 137,989 miliar yang bersumberdari pemotongan pembayaran tagihan 5 perusahaan konsorsium,” jelas jaksa.

Pemotongan Perum PNRI sebesar Rp 42,84 miliar, pemotongan PT Sandipala Artha Putra sejumlah Rp 19,31 miliar, pemotongan PT Quadra Solution sejumlah Rp 43,28 miliar, pemotongan PT Sucofindo sebsar Rp 5,78 miliar dan pemotongan PT LEN Industri sejumlah Rp 26,76 miliar.

Setelah masa pembayaran Sugiharto memberikan uang secara bertahap kepada Irman yang seluruhnya berjumlah Rp1,371 miliar; 77,7 ribu dolar AS dan 6 ribu dolar Singapura.

Dari jumlah itu, sejumlah Rp 876 juta, 73,7 ribu dolar AS dan 6 ribu dolar Singapura untuk membiayai kepentingan Irman dan diberikan kepada Gamawan Fauzi sejumlah Rp 50 juta yang diberikan saat kunjungan kerja di Balikpapan, Batam, Kendari, Papua dan Sulawesi serta diberikan ke Diah Anggraini sejumlah Rp 22,5 juta saat kunjungan ke Kalimantan Seltan, Sulawesi Selatan dan Papua.

Irman dan Sugiharto juga memberikan uang kepada Sekretaris Fraksi Partai Golkar Ade Komarudin pada pertengahan 2013 sejumlah 100 ribu dolar AS untuk membiayai pertemuan Ade dengan para camat, kepala desa dan tokoh masyarakat di Bekasi.

Dari penanggaran dan pengadaan itu, menyebabkan uang yang dibayarkan Sugiharto kepada konsorsium PNRI lebih mahal dibanding harga riilnya yang seharusnya hanya sejumlah Rp 2,626 triliun.

Dengan rincian (1) Harga wajar 172.015.400 blangko KTP-E setelah dipotong pajak berjumlah Rp 821,757 miliar, (2) Real cost pengadaan software dan hardare yang dikeluarkan distributor Hewlett Packard Indoensia dan pengiriman barang sejumlah Rp907,738 miliar, (3) Real cost pembelian sistem AFIS kepada vendor L-1 sejumlah Rp 530,4 juta, (4) Real cost pembayaran jaringan komuniasi dan data kepada PT Indosat sejumlah Rp 238,943 juta.

Rangkaian perbuatan terdakwa bersama-sama tersebut memperkaya Irman sejumlah Rp 2,371 miliar, 877,7 ribu dolar AS dan 6 ribu dolar Singapura serta memeperkaya Sugiharto sejumlah 3.473.830 dolar AS serta memperkaya orang lain dan korporasi.(jn22/ant)

Simak Informasi lainnya dengan mengikuti Channel Jowonews di Google News

Bagikan berita ini jika menurutmu bermanfaat!

Baca juga berita lainnya...