Jowonews

Logo Jowonews Brown

Rupiah Kembali  Melemah Menjadi Rp14.925

JAKARTA, Jowonews.com – Nilai tukar dolar Amerika Serikat semakin menunjukkan taringnya terhadap rupiah. Dolar AS semakin dekat ke 15.000.

Mengutip perdagangan Reuters, Rabu (5/9/2018), pagi ini dolar AS berada di posisi 14.925. Dolar sempat mendekati level Rp 15.000 dan menembus level 14.989 di level tertingginya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan tekanan eksternal maupun domestik menyebabkan terjadinya badai yang sempurna (perfect storm) dan menjadi pemicu terjadinya pelemahan rupiah terhadap dolar AS.

Sri Mulyani dalam rapat kerja Badan Anggaran di Jakarta, Selasa, menyatakan badai yang sempurna itu berupa defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan II-2018 sempat tercatat sebesar tiga persen terhadap PDB yang disertai guncangan ekonomi yang terjadi di Venezuela, Argentina, serta Turki.

“Pada Juli, impor tercatat tumbuh tinggi, dan CAD menjadi negatif. Ini menjadi kejutan. Maka ketika ada sentimen negatif, karena Argentina mendapatkan bantuan dari IMF dan terkait kondisi Turki saat ini, ada ‘perfect storm’,” katanya.

Ia menjelaskan kondisi yang terjadi di Argentina maupun Turki bisa menjadi risiko baru, karena mulai terjadi pembalikan modal di berbagai negara berkembang, seiring dengan normalisasi kebijakan moneter dan kenaikan suku bunga oleh The Federal Reserve (Bank Sentral AS).

Situasi ini bisa menganggu pergerakan kurs rupiah meski kondisi fundamental ekonomi Indonesia saat ini lebih baik dari Argentina maupun Turki.

Para pemilik modal, tambah dia, bisa saja menganggap kondisi perekonomian Indonesia sama seperti Argentina dan Turki, yang saat ini, sama seperti Indonesia, tercatat sebagai negara G20.

“Sekarang ‘fund manager’ besar, seperti (Franklin) Templeton yang memegang ‘bond holder’ 1,3 miliar dari Argentina melakukan ‘re-balancing’. Jadi walau belum tentu struktur ekonomi sama, mereka bisa saja melakukan ‘re-balancing’,” kata Sri Mulyani.

Ia mengakui lingkungan ekonomi global yang menantang seperti ini masih dapat terjadi tahun depan dan diperkirakan dapat memberikan dampak negatif terhadap negara-negara berkembang pada 2019.

Proyek nasional ditata ulang

Pemerintah menjalankan sejumlah langkah untuk menahan dampak negatif dari pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Salah satu langkah yang ditempuh pemerintah ialah dengan mengurangi beban impor.

Untuk itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignatius Jonan menerangkan ada sejumlah proyek strategis nasional yang akan di-reschedule atau ditata ulang. Proyek kelistrikan menjadi bagian yang akan ditata ulang dan mendorong penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

“Tujuannya bagaimana kita mengendalikan impor. Lebih fokus menggunakan produk dalam neegri, TKDN,” ujar Jonan di Kantor Kementerian ESDM, Selasa (4/9).

Jonan menyebut, TKDN dalam proyek ketenagalistrikan rata-rata mencapai 20-40%. Sedangkan sisanya dipenuhi dengan impor.Untuk mengurangi impor, proyek 35.000 megawatt (MW) akan mengalami penundaan.

Jonan bilang, proyek yang belum financial close akan ditunda di tahun berikutnya. Jumlahnya mencapai sekitar 15.200 MW. Nilai investasi dari proyek tersebut sekitar US$ 24-25 miliar. Dengan penundaan ini, beban impor diproyeksikan akan yang berkurang sekitar US$ 8 miliar hingga US$ 10 miliar.

“Di awalnya ini (ditargetkan) akan selesai pada tahun 2019. Sekarang ada yang ditunda pada tahun 2021-2026. Bukan dibatalkan, tapi digeser,” imbuh Jonan.

Menurut Jonan, meski menunda sejumlah proyek, namun target rasio elektrifikasi tetap akan tercapai. Ia pun optimistis target rasio elektrifikasi hingga tahun 2019 sebesar 99% akan bisa tercapai.

“Namun apa yang kita lakukan ini tidak mengurangi target elektrifikasi 99% di tahun 2019. rasio elektrifikasi hari ini sudah 97,3%. sampai akhir tahun 97,5% bisa,” katanya.

Mengenai pengetatan impor barang ini juga berlaku pada sektor hulu migas, pertambanagn umum dan Energi Baru dan Terbarukan (EBT).

“Prinsipnya kita tidak akan mnenyetujui rencana impor untuk produk yang sudah bisa dihasilkan dalam negeri. Hasila ekspor harus kembali ke Indonesia, atau bisa ditempatkan di bank-bank pemerintah di luar negeri. Kalau tidak kembali ada sanksi untuk mengurangi ekspornya,” jelasnya.

Soal isu adanya rencana kenaikan harga BBM, Jonan memberikan sanggahan. “Pemerintah tidak merencanakan kenaikan harga BBM dalam waktu dekat,” tandasnya.. (JWN3/Ant)

Simak Informasi lainnya dengan mengikuti Channel Jowonews di Google News

Bagikan berita ini jika menurutmu bermanfaat!

Baca juga berita lainnya...