Jowonews

Nikmati Kelezatan Sehat di Warung Lotek dan Rujak Bu Jami Wonosobo

Nikmati Kelezatan Sehat di Warung Lotek dan Rujak Bu Jami Wonosobo

WONOSOBO – Bagi yang mendambakan kuliner sehat dan segar, tidak ada salahnya untuk mampir ke Warung Lotek dan Rujak Bu Jami di Kabupaten Wonosobo. Didirikan pada tahun 1965, warung ini telah menjadi pilihan bagi banyak orang dan dikelola secara turun-temurun oleh keluarga pemiliknya. Sejarah dan Lokasi Warung Warung yang terletak di Jalan Serayu No. 5, Sumberan Barat, Wonosobo ini akrab disebut sebagai “warung bruk menceng” oleh warga setempat. Nama warung ini diambil dari pendirinya, Jamilah, yang memulai usaha ini pada tahun 1965. Saat ini, generasi ketiga keluarga, Asih, yang melanjutkan usaha ini dengan penuh dedikasi. “Asih menuturkan, ‘Sejak dulu tahun ’65 Simbah sudah jualan di sini. Nggak pernah pindah. Dulu setelah Simbah berhenti jualan, dilanjutkan ibu saya, namanya Bu Eni. Saya cuma bantu. Mulai 2010 saya yang lanjutin ibu,’” dikutip dari Radar Magelang (16/9). Menu Andalannya Lotek dan Rujak Lotek dan rujak adalah dua menu khas yang menjadi andalan di warung ini. Rujak, yang merupakan campuran berbagai buah seperti nanas, mangga, dan belimbing, dipadukan dengan bumbu kacang yang memiliki rasa pedas manis. Sementara itu, lotek terdiri dari sayuran hijau, tahu, dan ketupat yang disajikan dengan bumbu kacang yang khas. Kelebihan lotek Bu Jami terletak pada bumbunya yang halus, dengan rasa gurih dari kacang tanah yang berpadu sempurna dengan manisnya gula jawa. Pelanggan juga bisa menyesuaikan tingkat kepedasan dengan menambah cabai sesuai selera. Kombinasi bumbu yang gurih dan lembutnya ketupat, serta sayuran rebus yang tidak terlalu lembek, menjadikan hidangan ini ideal untuk santap siang. Rujak di warung ini juga tidak kalah menarik. Dengan komposisi buah segar seperti jambu air, mentimun, dan pepaya, rujak menawarkan rasa manis, asam, dan sedikit pedas yang menggugah selera. Sensasi renyah dari buah-buahan segar semakin menambah daya tariknya. Hidangan Pendamping dan Harga Terjangkau Di samping lotek dan rujak, warung ini juga menawarkan berbagai gorengan khas Wonosobo, seperti tempe kemul dan tahu kemul, yang dapat dinikmati sebagai pendamping. Harga yang ditawarkan pun sangat bersahabat, yaitu Rp 16.000 untuk seporsi lotek dan Rp 14.000 untuk rujak. Warung ini buka dari pukul 08:30 hingga 16:00, menjadikannya pilihan sempurna untuk makan siang. Dengan cita rasa yang menggoda dan suasana yang ramah, Warung Lotek dan Rujak Bu Jami tetap menjadi pilihan banyak pengunjung yang ingin menikmati kuliner sehat dan mengenyangkan di Wonosobo.

Madrasah Diniyyah, Harapan untuk Pendidikan Agama Generasi Muda

Madrasah Diniyyah, Harapan untuk Pendidikan Agama Generasi Muda

WONOSOBO – Di tengah arus modernisasi, pendidikan agama bagi generasi muda menjadi semakin penting. Salah satu pilihan yang bisa dipertimbangkan adalah pendidikan pondok pesantren. “Pendidikan pondok pesantren perlu dihidupkan kembali untuk memperkuat fondasi agama anak-anak muda,” ungkap Akhmad Fadlun, anggota Komisi E DPRD Provinsi Jawa Tengah, dalam Dialog Televisi bertema “Mendorong Peningkatan Sarana Pendidikan Madrasah Diniyyah” di Hotel Dafam Wonosobo (8/3/2024). Madrasah diniyyah, setara dengan sekolah keagamaan nonformal, menawarkan kurikulum yang fokus pada pendidikan keagamaan. Terdapat jenjang pendidikan mulai dari awaliyah (SD/MI), wustho (SMP/MTs), hingga uliya (SMA/K/MA). Tujuan utama madrasah diniyyah adalah memperkuat pengetahuan dasar keagamaan Islam dan membekali santri dengan kemampuan mengamalkan ajarannya. “Santri yang belajar di madrasah diniyyah diharapkan mampu menjadi contoh dan mengimplementasikan nilai-nilai Islam di lingkungan masyarakat,” jelas Fadlun. Namun, kondisi sarana dan prasarana madrasah diniyyah di Wonosobo masih perlu ditingkatkan. Kyai Mansyur, Ketua FKDT Wonosobo, mengakui bahwa banyak madrasah yang belum memiliki fasilitas yang memadai. “Kesejahteraan pengajar juga menjadi salah satu kendala,” imbuhnya. “Kami berharap bantuan dari pemerintah dapat membantu meningkatkan kualitas pendidikan di madrasah diniyyah.” Fadlun, yang akrab disapa Gus Fadlun, menyambut baik harapan tersebut. Ia menegaskan bahwa bantuan untuk madrasah diniyyah dan para pengajarnya akan terus diupayakan. “Bantuan operasional diberikan dalam berbagai bentuk, sesuai dengan kebutuhan masing-masing madrasah,” terangnya. Pandemi Covid-19 sempat menghambat penyaluran bantuan untuk madrasah diniyyah. Alokasi dana dialihkan untuk penanganan pandemi. “Saat ini, Pemkab Wonosobo telah menggelontorkan dana bantuan sebesar Rp 620.000.000 untuk operasional madrasah diniyyah,” ujar Gus Fadlun. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga memberikan bantuan sebesar Rp 1,2 juta per tahun kepada para pengajar madrasah diniyyah. “Bantuan ini diharapkan dapat meningkatkan semangat para pengajar dan kualitas pendidikan di madrasah diniyyah,” kata Erna, Kabag Kesra Setda Kab Wonosobo. Dialog ini ditutup dengan kesimpulan bahwa pendidikan agama bagi generasi muda sangatlah penting. Madrasah diniyyah, dengan fokusnya pada pendidikan keagamaan, dapat menjadi pilihan yang tepat untuk memperkuat fondasi agama generasi muda. (adv)

Tradisi Momongi Tampah, Tradisi Menanam Bambu di Wonosobo

Tradisi Momongi Tampah

WONOSOBO – Tradisi Momongi Tampah merupakan salah satu tradisi unik di Desa Warangan, Kecamatan Kepil, Wonosobo. Dalam perayaan tradisi ini, warga desa berkumpul untuk menanam bambu dan berbagi hidangan sebagai ungkapan rasa syukur. Tradisi ini dimulai dengan prosesi kirab dari Balai Desa Warangan menuju hutan perhutani yang terletak sekitar 1 kilometer dari pemukiman desa. Mengenakan pakaian adat, warga desa secara bersama-sama membawa bibit bambu yang akan ditanam. Sebelum menanam, bibit bambu ini diritualkan dengan penyiraman menggunakan air yang diambil dari berbagai mata air alami di sekitar Desa Warangan. Selain itu, puluhan warga juga membawa 60 sajian tumpeng untuk dinikmati bersama di area hutan perhutani. Kepala Desa Warangan, Mustofa, menjelaskan bahwa tradisi ini merupakan ekspresi rasa syukur warga, terutama mengingat bahwa 90 persen dari penduduk lokal adalah perajin bambu. “Di Warangan, 90 persen penduduk adalah perajin tampah yang terbuat dari bambu. Bambu adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan di sini,” kata Mustofa setelah acara di lahan hutan perhutani Desa Warangan pada Sabtu, (7/10/2023). Tradisi ini juga memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk kembali menanam bambu, yang merupakan bahan utama pembuatan tampah, alat tradisional untuk menyajikan makanan. Saat ini, produk tampah dari Desa Warangan telah mendapat pengakuan dan didistribusikan ke berbagai daerah di Indonesia. “Kami tidak hanya menebang bambu untuk membuat tampah, tetapi juga menanamnya kembali. Saat ini, produk tampah dari Desa Warangan telah dikenal hingga ke berbagai wilayah di Indonesia,” tambahnya. Melalui tradisi Momongi Tampah ini, kepala Desa Warangan berharap akan terjadi peningkatan produktivitas pertanian, khususnya bambu. Aspirasinya adalah tradisi ini akan membawa berkah bagi hasil pertanian lokal di Desa Warangan, memperkuat ikatan antara masyarakat dan lingkungan mereka, serta melestarikan budaya lokal mereka. Foto Dok. Detik