Jowonews

Waspadai Pinjaman Online Ilegal

SOLO, Jowonews– Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan masyarakat agar mewaspadai aplikasi dan situs pinjaman berbasis online menyusul maraknya kasus penipuan aktivitas utang piutang tidak resmi. “Saat ini banyak pelanggaran pinjaman ‘online’ ilegal sehingga satgas waspada investasi melakukan dua hal preventif yaitu mengedukasi masyarakat agar waspada pada pinjaman ‘online’ ilegal dan melakukan tindakan represif, yakni kami blokir aplikasinya kemudian laporkan ke polisi serta kami umumkan ke masyarakat,” kata Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJK sekaligus Ketua Satuan Tugas Waspada Investasi Tongam L Tobing di Solo, Jumat (11/6). Terkait kasus tersebut, OJK sejauh ini telah menutup sebanyak 3.193 aplikasi dan situs pinjaman berbasis “online” atau daring ilegal. Namun hingga saat ini kasus penipuan yang melibatkan pinjaman berbasis daring masih marak terjadi di masyarakat. “Justru karena dengan kemajuan teknologi informasi saat ini sangat mudah pelaku membuat situs, aplikasi, web, selanjutnya mereka menawarkan melalui SMS maupun media sosial. Jadi walaupun kami blokir hari ini nanti sore ganti nama dia,” katanya sebagaimana dilansir Antara. Oleh karena itu, ia mengimbau masyarakat untuk terus waspada agar tidak terjebak pada pinjaman berbasis daring terutama jika perusahaan tersebut ilegal. “Yang paling penting adalah kami edukasi masyarakat agar waspada terhadap pinjaman ‘online’ ilegal, terakhir kasusnya di Semarang ada seorang guru honorer korban di sana. Kami selalu sampaikan tips melakukan pinjaman online, ada beberapa tips ketika pinjam hanya pada pinjaman ‘online’ yang terdaftar di OJK, salah satunya pinjam sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan,” katanya. Ia meminta masyarakat agar tidak mengajukan pinjaman untuk menutup utang lama. Selain itu, pinjaman diharapkan digunakan untuk kegiatan yang produktif supaya mendorong ekonomi keluarga. “Selanjutnya pahami risikonya, bunganya, dendanya, syaratnya. Saat ini mungkin sudah ada masyarakat kita yang terjebak, sebisa mungkin ini segera dilunasi,” katanya. Ia mengatakan jika belum bisa melunasi utang tersebut maka si peminjam bisa mengajukan restrukturisasi atau pengurangan bunga, penghapusan denda, dan perpanjangan waktu. “Kalau sudah mengalami teror intimidasi, hentikan kegiatan utang, jangan gali lubang tutup lubang. Kami minta yang bersangkutan segera lapor polisi supaya ada penegakan hukum,” katanya.

OJK Tutup Ribuan Fintech dan Investasi Ilegal

JAKARTA, Jowonews- Otoritas Jasa Keuangan menutup lebih dari 1.200 fintech atau financial technology ilegal dan 390 investasi ilegal seiring dengan maraknya investasi dan fintech ilegal sepanjang 2020. “Satgas waspada investasi telah menghentikan dan menutup 390 kegiatan investasi ilegal. Berarti lebih dari satu setiap harinya. Kemudian menghentikan 1.200 fintech ilegal. Artinya dalam satu hari ada 3 sampai 4 yang sudah ditutup,” kata Dewan Komisioner Bidang Perlindungan Konsumen OJK Tirta Segara saat webinar daring di Jakarta, Selasa (13/4). Tirta menyebutkan ada tiga faktor yang menyebabkan masyarakat mudah percaya dengan investasi dan fintech ilegal. Faktor pertama adalah rendahnya literasi keuangan yakni 38 persen sementara tingkat inklusinya sudah 76 persen dan tingkat literasi pasar modal atau produk investasi hanya 5 persen. “Mereka tidak memahami underlying investasi, tidak paham uang mereka itu sebetulnya diinvestasikan di mana. Kemudian banyak yang tidak paham dengan compund interest atau bunga majemuk, tidak paham kolerasi antara resiko dengan imbal hasil, high risk high return,” jelas Tirta sebagaimana dilansir Antara. Kemudian faktor kedua adalah adanya oknum yang menyalahgunakan kemajuan teknologi sehingga penawaran investasi dapat dilakukan lintas batas bahkan beroperasi di luar wilayah Indonesia dan menyulitkan pemerintah untuk mengambil tindakan hukum. “Dengan kemajuan teknologi, pembuatan situs penipuan semakin mudah dan murah. Beberapa modus yang kita temukan itu hanya sewa satu ruko tapi lingkup operasionalnya sangat luas di berbagai daerah,” ungkapnya. Faktor ketiga, lanjutnya, perilaku sekelompok masyarakat yang kurang bijak dalam berinvestasi maupun menggunakan fintech. OJK menemukan banyak masyarakat yang menjadi korban investasi ilegal akibat tergiur keuntungan dalam waktu singkat dan meminjam diluar batas kemampuan.. “Sepertinya memang mudah setiap saat dapat cair tanpa syarat, tapi ini sebenarnya menjebak. Kami menemukan beberapa kasus konsumen dalam seminggu meminjam lebih dari 10 fintech. Bahkan ada yang lebih dari 40 fintech dalam seminggu,” kata dia. Tirta mengatakan OJK telah melaksanakan 250 program edukasi keuangan sepanjang 2020 untuk menghindari masyarakat terjerat dalam investasi dan fintech ilegal. Selain juga, mengoptimalkan media sosial untuk mengeluarkan artikel dan video literasi. Sedangkan di sisi penegakan hukum, OJK memperluas keanggotaan Satgas Waspada Investasti (SWI) menjadi 13 kementerian dan lembaga terkait. SWI juga aktif mengumumkan nama-nama investasi dan fintech ilegal melalui konferensi pers dan sosial media OJK. OJK juga turut meminta Kominfo memblokir website dan aplikasi ilegal dan terus memperkuat penegakan hukum bagi pelaku investasi ilegal. Terdapat 148 fintech yang terdaftar di OJK dan 42 diantaranya berizin serta hanya 10 fintech yang benar-benar beroperasi dengan baik.

Perbankan Diminta Keluarkan Aturan Bebas DP Mobil dan Properti

SOLO, Jowonews- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta perbankan mengeluarkan aturan terkait kebijakan Down Payment (DP) atau uang muka nol persen untuk kredit mobil dan properti. “Dari regulatornya kan sudah mengeluarkan peraturan. Ada PBI (Peraturan Bank Indonesia), POJK (Peraturan OJK), dari industri ada SK (Surat Keputusan) Direksi dari internal mereka, seperti apa mekanismenya,” kata Kepala OJK Surakarta Eko Yunianto di Solo, Kamis (11/3). Ia mengatakan mengenai kebijakan uang muka nol persen sendiri OJK sudah melakukan pembicaraan dengan perbankan sejak beberapa waktu lalu. Bahkan OJK bersama dengan BI juga sudah melakukan diskusi dengan pihak asosiasi, termasuk Real Estate Indonesia (REI). Menurut dia, salah satu yang harus diwaspadai terkait kebijakan tersebut adalah bobot risiko yaitu aktiva tertimbang menurut risiko. “Makin DP kecil yaitu 0-30 persen maka bobot risiko makin besar mencapai 35 persen, begitu uang muka 30-50 persen bobot risiko makin kecil menjadi 25 persen. Sedangkan uang muka di atas 50 persen dari yang dibiayai maka bobot risiko turun jadi 20 persen,” katanya sebagaimana dilansir Antara. Disinggung mengenai dampaknya terhadap likuiditas perbankan, menurut dia, saat ini banyak uang yang tersimpan di perbankan. “Saat ini pertumbuhan kredit minim, pertumbuhan DPK (Dana Pihak Ketiga) tinggi. Banyak dana tersimpan dan belum tersalurkan,” katanya. Sebelumnya Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Surakarta Nugroho Joko Prastowo mengatakan di satu sisi kebijakan pelonggaran tersebut memungkinkan masyarakat mengajukan kredit kendaraan bermotor dan properti dengan uang muka nol persen. Di sisi lain, dikatakannya, sektor otomotif dan properti memiliki kontribusi cukup tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi. Ia mengatakan saat ini masyarakat khususnya menengah ke atas lebih banyak menyimpan uang mereka di bank. Data dari BI menunjukkan pada tahun 2020 DPK tumbuh sebesar 11,11 persen, sedangkan kreditnya terkontraksi sebesar 2,41 persen. Ia mengatakan salah satu dampak dari masyarakat menengah atas menyimpan uangnya adalah terjadi penurunan penjualan kendaraan bermotor di sepanjang 2020. Nugroho Joko menyebut dalam kondisi normal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) sanggup menjual sekitar 1,1 juta unit setahun. Dari total angka penjualan tersebut sekitar 700.000 di antaranya untuk memenuhi pasar domestik. Meski demikian, selama pandemi COVID-19 penjualan mengalami penurunan cukup signifikan. Oleh karena itu diharapkan kebijakan uang muka nol persen untuk kredit bermotor dan properti dapat mendorong masyarakat membelanjakan uangnya.

OJK Berharap Penempatan Rp30 Triliun di Bank Himbara Bisa Bantu Pulihkan Ekonomi

JAKARTA, Jowonews.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengharapkan penempatan dana senilai Rp30 triliun oleh pemerintah di bank-bank Himbara bisa membantu memulihkan kondisi perekonomian nasional. “Ini bentuk perhatian dan dorongan kepada perbankan untuk lebih agresif dalam percepatan pemberian kredit untuk recovery ekonomi,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR-RI di Jakarta, Senin. Wimboh mengatakan bank-bank yang mendapatkan dana ini bisa segera merumuskan rencana bisnis untuk menyalurkan kredit kepada sektor riil, khususnya kepada UMKM. Namun, ia mengingatkan dalam kondisi seperti ini masih ada sektor jasa yang masih terdampak COVID-19 yang belum bisa memperoleh pendapatan tetap seperti pariwisata dan perhotelan. “Poin ini penting dan kami pantau bersama dengan perbankan. Kami juga minta hati-hati untuk alokasi sektor yang bisa diberikan dan bisa menyerap tenaga kerja,” katanya. Selain itu, Wimboh menambahkan program penempatan dana ini sudah selaras dengan perkembangan program restrukturisasi kredit yang mulai melandai realisasinya pada Juni. Dengan demikian, perbankan terutama Himbara bisa mulai fokus untuk menyalurkan pembiayaan agar kegiatan perekonomian di sektor riil dapat berjalan kembali. “Sudah waktunya kami minta perbankan mulai memberikan kredit kepada debitur yang melakukan restrukturisasi maupun yang tidak, meski yang melakukan restrukturisasi butuh perhatian khusus,” ujarnya. Dalam kesempatan ini, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan kebijakan penempatan dana pemerintah di empat bank Himbara bisa memulihkan kondisi perekonomian. Ia menyakini penempatan dana ini bisa bersinergi dengan program penambahan likuiditas (QE) yang sudah dilakukan bank sentral untuk memperkuat modal perbankan. “Langkah ini sejalan dengan Quantitative Easing yang sudah dilakukan hingga Rp614 triliun. Kebijakan itu dengan langkah-langkah erat lainnya bisa segera memulihkan ekonomi,” ujarnya. Sebelumnya, pemerintah menempatkan dana sebesar Rp30 triliun pada bank Himbara dalam rangka mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional terutama untuk sektor riil. Empat bank milik negara yang terpilih sebagai mitra pemerintah yaitu Bank BRI, Bank Mandiri, BNI, dan BTN. (jwn5/ant)

OJK: Keringanan Pembayaran Cicilan Tidak Berlaku Otomatis

PURWOKERTO, Jowonews.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa keringanan pembayaran cicilan kredit tidak secara otomatis sehingga debitur atau nasabah wajib mengajukan permohonan kepada bank atau perusahaan pembiayaan, kata Kepala Kantor OJK Purwokerto Sumarlan. “Pernyataan ini tertuang dalam OJK Update Nomor 07-SPI/2020 yang dikeluarkan pada hari Senin, 6 April 2020. OJK Update tersebut dikeluarkan karena masih adanya keluhan yang disampaikan melalui email atau telepon call center OJK berkaitan dengan masih maraknya debt collector yang menemui masyarakat, khususnya yang terkait dengan pembiayaan oleh perusahaan pembiayaan atau multifinance (leasing),” katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin. Terkait dengan pengajuan permohonan tersebut, kata dia, pihak bank atau perusahaan pembiayaan wajib melakukan asesmen dalam rangka memberikan keringanan kepada nasabah. Menurut dia, keringanan cicilan pembayaran kredit atau pembiayaan dapat diberikan dalam jangka waktu maksimum sampai dengan satu tahun. “Bentuk keringanan di antaranya penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit atau pembiayaan, konversi kredit atau pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara dan/atau lainnya sesuai kesepakatan baru,” jelasnya. Sumarlan mengatakan penarikan kendaraan atau jaminan kredit bagi debitur yang sudah macet dan tidak mengajukan keringanan sebelum dampak COVID-19 dapat dilakukan sepanjang bank atau perusahaan pembiayaan melakukannya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Menurut dia, pihak bank atau perusahaan pembiayaan dapat menghentikan sementara penagihan kepada masyarakat yang terdampak wabah COVID-19 seperti pekerja di sektor informal atau pekerja berpenghasilan harian. “Namun untuk debitur yang memiliki penghasilan tetap dan masih mampu membayar, tetap harus memenuhi kewajibannya sesuai yang diperjanjikan,” katanya. Ia mengatakan sekitar satu minggu lalu, OJK sudah memanggil perusahaan yang mempekerjakan pengemudi daring (online) seperti Go-Jek dan Grab untuk memberikan data pengemudi dan data kendaraannya berupa nomor mesin beserta nomor rangka. Menurut dia, hal itu juga berlaku untuk perusahaan rental kendaraan yang mempekerjakan pengemudinya yang meminjam melalui perusahaan pembiayaan. “OJK meminta kerja sama dengan perusahaan ini untuk memudahkan pengajuan keringanan dilakukan secara kolektif oleh perusahaan dimaksud,” katanya.  Sementara terkait viral video pengemudi online yang akan ditarik kendaraannya,  lanjutnya, OJK telah melakukan pengecekan bahwa yang bersangkutan meminjam atau melakukan cicilan dari perusahaan jasa rental kendaraan yang merupakan bukan lembaga jasa keuangan di bawah pengawasan OJK. Menurut dia, perusahaan tersebut merupakan mitra kerja dari perusahaan yang mempekerjakan pengemudi daring.  “OJK akan memanggil perusahaan online maupun perusahaan jasa rental kendaraan yang melakukan kegiatan ‘leasing’ untuk klarifikasi video yang viral tersebut,” katanya. (jwn5/ant)