Jowonews

Logo Jowonews Brown

Kabar Ndeso

Tak Terima, Pengacara Eks Karyawan PT. Njonja Meneer Ajukan Surat Keberatan Akibat Rendahnya Nilai Lelang 72 Merek Dagang

SEMARANG, Jowonews.com – Kasus hukum PT Perindustrian Njonja Meneer atau Jamu Nyonya Meneer terus berlarut-larut sejak dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Semarang pada 3 Agustus 2017 lalu. Nasib ribuan karyawan yang belum menerima gaji dan pesangon pun ikut terkatung-katung.

Kini, guna menutup kewajiban pembayaran hutang kepada ribuan kreditur (karyawan), Nyonya Meneer melalui kurator melelang 72 item merek dagang (Boedel Pailit) jamu yang sudah berdiri sejak 1919 itu.

Dengan nilai apraisal pada penawaran lelang di KPKNL Semarang senilai Rp 200 miliar. Namun dalam perjalanannya hanya mampu menembus nilai pada lelang tertinggi diangka Rp 10.250.000.000,-.

“Kabar terbaru aset merek 72 item dilelang KPKNL Semarang dengan harga kurang lebih Rp 10,2 miliar. Padahal nilainya Rp 200 miliar,” kata Yeti Ani Etika, pengacara para karyawan eks Nyonya Meneer, di Semarang, Selasa (11/6/2019).

Kabar tersebut diperoleh Yeti dari salah atau kurator PT Nyonya Meneer bernama Ade Liansah, menyebut jika kurator lainnya yakni Wahyu Hidayat telah melakukan penjualan di bawah tangan secara notariel, yakni 72 aset tak berwujud berupa merek dagang.

“Jadi dua kurator itu tidak satu suara, kurator Ade Liansah menolak menandatangani penjualan bawah tangan. Kalau posisinya seperti ini tentunya tidak sah, harus dua-duanya yang menandatangani,” tutur Yeti.

Yeti juga mengaku telah mendapat surat salinan dari penjualan bawah tangan yang dilakukan Wahyu Hidayat tertanggal 2 Januari 2019, yang tidak disetujui oleh Ade Liansah. Termasuk salinan surat jika Ade Liansah keberatan dengan penjualan di bawah tangan yang dilakukan partnernya dan meminta pendapat hukum kepada hakim pengawas perkara Nyonya Meneer di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang, tertanggal 3 Januari 2019.

Yeti juga menyatakan jika penjualan nilai aset merek dagang di bawah standar tersebut sangat merugikan para eks karyawan. Dalam catatannya, dia mengungkap Nyonya Meneer memiliki hutang kepada kreditur (karyawan) sebesar Rp 160 miliar.

“Kalau dijual 10 miliar, lalu misal aset lainnya laku 9 miliar, hanya 19 miliar di dapat, padahal hutangnya ada Rp 160 miliar, lalu karyawan nanti dapat apa? Belum lagi tunggakan pajak,” tuturnya.

Penjualan aset merek dagang dibawah standar juga dinilai janggal oleh Yeti, pasalnya, dalam surat tembusan kepada Tim Kurator PT Perindustrian Njonja Meneer berupa Surat Kemenkumham Dirjen Kekayaan Intelektual No.HK1.4-UM.01.01-378, tanggal 28 Oktober 2028, perihal informasi terkait merek memiliki Nyonya Meneer, menyatakan bahwa Boedel Pailit dapat diperjual belikan atau dialihkan haknya kepada pihak lain dengan syarat jangka waktu perlindungan merek-merek terdaftar tersebut masih berlaku dan tidak dalam sengketa di pengadilan.

“Bilamana jika aset dijual dan izin merek dagang diperpanjang maka harganya tidak Rp 10,2 miliar. Sebagai perbandingan, dua merek dagang Rudy Hadisuwarno satu merek saja hargai 50 miliyar, Nyonya Meneer ada 72 merek,” paparnya.

Pengacara yang membawahi kuasa hukum 83 karyawan tersebut akan mengajukan surat keberatan dan pertimbangan hukum ke Pengadilan Negeri Semarang, dengan tembusan ke Kementerian Ketenagakerjaan RI dan Disnaker Jateng.

“Uang Rp 10,2 miliar sudah masuk di rekening pribadi kurator Wahyu Hidayat, tapi kurator Ade Liansah menolak menandatangani uang dikeluarkan dan dibagikan. Intinya kalau tandatangan tidak dua kurator maka tidak sah,” tandasnya. (jwn5)

Simak Informasi lainnya dengan mengikuti Channel Jowonews di Google News

Bagikan berita ini jika menurutmu bermanfaat!

Baca juga berita lainnya...