Jowonews

KURIKULUM MERDEKA PERWUJUDAN DARI PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA?

Oleh: Sri Nuryati, S.Pd Ki Hajar Dewantara adalah tokoh Pendidikan Nasional yang sangat berperan dalam perkembangan pendidikan di Indonesia. Di Zaman Kolonial pendidikan untuk warga pribumi sangat terbatas. Pendidikan hanya diperuntukkan untuk kepentingan Kolonial saja guna mempertahankan kekuasaaanya di Indonesia.  Ki Hajar Dewantara mendirikian Taman siswa sebagai sebuah reformasi perubahan Pendidikan Nasional di era Kolonial. Taman Siswa menjadi dasar bagi warga pribumi untuk melakukan perjuangan  melawan kolonialisme Belanda. Taman siswa Ki hajar Dewantara terkenal dengan semboyan Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, yang artinya di depan memberi contoh, di tengah membangun semangat, di belakang memberikan dorongan. Hal itu sesuai dengan peran Guru sebagai teladan bagi peserta didik dan juga motivator bagi peserta didik untuk mengembangkan potensinya. Konsep Ki Hajar Dewantara dengan sistem among mengatakan  bahwa pendidikan memiliki 2 dasar,  yaitu kodrat alam dan kemerdekaan. Kodrat alam berarti pendidikan bertujuan untuk menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Dalam hal ini Guru berperan menuntun anak agar tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodrat alam anak. Sedangkan kemerdekaan mengandung makna bahwa peserta didik diberi kebebasan berpikir guna mengembangkan bakat, kreatifitas dan kemampuan yang ada dalam dirinya. Sistem among melarang adanya paksaan kepada anak didik karena akan  mematikan jiwa merdekanya, mematikan kreativitasnya (Dwiarso, 2010: 6). Sejalan dengan pemikiran KI Hajar Dewantara, Kurikulum Merdeka memberikan kebebasan kepada guru dan peserta didik dalam melaksanakan pembelajaran. Merdeka belajar mendorong terbentuknya karakter jiwa merdeka di mana guru dan siswa dapat secara leluasa mengeksplorasi pengetahuan, sikap dan keterampilan dari lingkungan. Hal ini sesuai dengan semangat Ki Hajar Dewantara yaitu memerdekakan manusia. Merdeka belajar dapat mendorong siswa belajar dan mengembangkan dirinya, membentuk sikap peduli terhadap lingkungan di mana siswa belajar, mendorong kepercayaan diri dan keterampilan siswa serta mudah beradaptasi dengan lingkungan masyarakat (Ainia, 2020). Sebagai guru kita harus memahami kodrat alam setiap anak, setiap anak memiliki bakat dan kemampuan masing-masing, sehingga sebagai seorang guru kita tidak boleh menuntut anak untuk menguasai semua materi pelajaran. Guru harus dapat memberikan bimbingan sesuai dengan  kebutuhan belajar siswa yang berbeda-beda sehingga anak merasa nyaman saat belajar. Guru harus bisa memberikan kebebasan kepada anak untuk mengembangkan ide, berfikir kreatif, mengembangkan bakat/minat siswa. Dengan itu diharapkan anak dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikannya. Ki Hajar Dewantara juga menjelaskan bahwa dasar pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan karakter anak yang berbeda, sehingga guru tidak bisa menghilangkan karakter dasar tadi, yang dapat dilakukan adalah membimbing anak agar berkembang kaakter baiknya sehingga menutupi karakter jeleknya. Kodrat zaman dapat diartikan bahwa kita sebagai guru harus membekali keterampilan kepada siswa sesuai zamannya agar anak dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Seiring dengan perkembangan zaman guru harus dapat membekali keterampilan sesuai dengan kecakapan abad 21 dan membekali budi pekerti sebagai pedoman bagi anak agar tidak menyimpang di era perkembangan teknoogi sekarang. Guru harus senantiasa memberikan teladan yang baik bagi siswa-siswanya dalam mengembangkan budi pekerti. Kita juga bisa melakukan kegiatan-kegiatan pembiasaan di sekolah untuk menanamkan nilai-nilai budi pekerti/akhlak mulia kepada anak. Sejalan pada Kurikulum Merdeka yang memuat Profil pelajar Pancasila. Profil Pelajar Pancasila bertujuan untuk menunjukkan karakter dan kompetensi yang diharapkan dengan menguatkan nilai-nilai luhur Pancasila. Profil pelajar Pancasila memiliki 6 indikator antara lain beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong-royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif. Dengan adanya proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila diharapkan peserta didik tidak hanya memiliki kompetensi dibidang kognitif saja namun juga memiliki karakter sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila.  Guru memiliki peran sangat besar dalam mengolah dan membentuk kualitas dari anak bangsa. Dalam proses belajar mengajar guru tidak hanya menyampaikan ilmu tetapi juga menanmkan nilai luhur dan budi pekerti sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang dengan budi pekerti yang luhur sesuai dengan nilai luhur Pancasila.

BUKAN SEKEDAR DIFFERENT NGAJAR SEKOLAH DASAR !

Oleh: Ridzal Permana Wijaya, S.Pd. Sebelum membahas tentang diferensiasi mari kita kaji dulu secara singkat pendidikan di Indonesia. Pada abad 21 mengantarkan perubahan rona pendidikan di Indonesia. Demi menjawab tantangan zaman dan perubahan cara belajar seluruh pakar pendidikan di Indonesia yang di nahkodai menteri pendidikan Indonesia telah menciptakan kurikulum yang terbarukan dari masa ke masa. Saya akan membatasi artikel ilmiah ini pada tingkat sekolah dasar. Singkatnya mari kita tengok dari Kurikulum 2013 yang telah dilakukan beberapa revisi di berbagai konten baik format ataupun ikhtisar dari kompetensi dasar. Ketika Kurikulum 2013 terus dibenahi hingga saat ini lahirlah Kurikulum Merdeka. Yang menarik ketika kita mendengar kata merdeka adalah berarti kebebasan, tentunya dalam proses pendidikan kebebasan bukan berarti sebebas-bebasnya namun ada kaidah-kaidah yang harus dipenuhi dalam implementasi kurikulum merdeka. Ada perbedaan signifikan antara kurikulum merdeka dengan kurikulum 2013 dimana pembelajaran sudah tidak menggunakan konsep tema yang melebur beberapa mata pelajaran dijadikan pembelajaran yang terpadu, melainkan dalam kurikulum merdeka ini pembelajaran kembali terpisah menjadi beberapa mata pelajaran yang berdiri sendiri dengan capaian pembelajaran (istilah dulu kompetensi dasar) yang sudah ditentukan oleh Kemendikbudristekdikti. Dalam kurikulum merdeka juga ada yang baru yaitu P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila) merupakan kegiatan kokurikuler berbasis projek yang dirancang untuk menguatkan upaya pencapaian kompetensi dan karakter sesuai dengan profil pelajar Pancasila yang disusun berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan. Untuk mendukung perkembangan kurikulum di Indonesia maka hadirlah metode pembelajaran yang terbarukan di Indonesia khususnya di tingkat sekolah dasar yang dinamakan pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran diferensiasi adalah pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, dimana pembelajaran itu disusun kemudian diimplementasikan sesuai karakterisitik peserta didik untuk dapat meningkatkan potensi masing-masing individu. Pembelajaran berdiferensiasi diharapkan memerdekakan peserta didik untuk menggali potensinya dan mendapatkan materi pembelajaran berdasarkan cara atau pemahaman dari masing-masing karakter individu peserta didik. Sebelum mengeimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi Guru harus mampu mengetahui karakter peserta didik melalui asesmen diagnosis dan profiling peserta didik. Dalam implementasi pembelajaran berdiferensiasi ada beberapa aspek yang dapat dilakukan diferensiasi, pertama terkait  konten/ isi, yaitu penerapan pembelajaran diferensiasi pada aspek materi/ isi pembelajaran sesuai kebutuhan peserta didik. Guru mengemas bukan hanya semenarik mungkin melainkan konten/isi materi pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik heterogen di dalam kelas sehingga konten/isi tidak bersifat kaku dan hanya satu arah yang dapat dikonsumsi dengan baik beberapa peseta didik saja. Kedua terkait Proses, yaitu penerapan diferensiasi saat pelaksanaan proses pembelajaran sesuai kebutuhan peserta didik. Guru mempersiapkan dimana proses pembelajaran berpusat pada peserta didik. Bukan hanya berpusat pada peserta didik namun dapat mengakomodir dan silang pendapat dari kemampuan belajar peserta didik yang berbeda hingga dapat terpadu di kelas. Ketiga, yaitu Produk, yaitu dilakukannya diferensiasi terhadap produk nantinya dari sebuah proses pembelajaran sesuai karakterisitk dan kebutuhan peserta didik. Guru menentukan produk untuk mengetahui hasil evaluasi pembelajaran pada peserta didik nantinya. Produk dalam kelas tidak kaku dan mengakomodir kemampuan belajar masing-masing peserta didik yang berbeda cara penangkapan materi di dalam satu kelas. keempat, Lingkungan belajar, yaitu bagaimana seorang Guru menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan sehingga pembelajaran diferensiasi dapat diterima dengan baik oleh peserta didik. Lingkungan belajar yang aman dan nyaman menjadi salah satu kunci bagaimana Guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang mendukung. Implementasinya di kelas tidak harus ke empat aspek dilakukan diferensiasi seluruhnya. Kita sebagai Guru dapat mengambil 2 atau 3 aspek yang akan dilakukan diferensiasi dalam pembelajaran melihat dari Capaian Pembelajaran yang akan dicapai dan karakteristik peserta didik di kelas. Untuk mendukung terlaksananya pembelajaran diferensiasi maka diperlukan strategi mengajar, strategi mengajar adalah upaya atau strategi dari Guru agar pembelajaran dapat diterima peserta didik dengan baik dan tumbuh motivasi belajar yang tinggi. Demikian uraian singkat terkait bagaimana kita seorang Guru mampu merencanakan dan mengaplikasikan pembelajaran berdiferensiasi yang tepat guna dan tepat sasaran khususnya di tingkat sekolah dasar. Sehingga tidak terjadi dalam isitilah medis “mall praktik” dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. Karena Guru adalah figur bagi seluruh peserta didiknya. Daftar Pustaka: Direktorat Pendidikan Profesi Guru Kemendikbud. (2022). Mata Kuliah Pilihan Pembelajaran Berdiferensiasi. Jakarta: Direktorat Pendidikan Profesi Guru Kemendikbud

PENDIDIKAN KARAKTER MENCETAK MANUSIA YANG MERDEKA

Oleh: Rosita Yuva Aghnya Dalam dunia Pendidikan sekarang, Manusia merdeka sangatlah digembor – gemborkan. Mengapa begitu? Menurut pandangan Ki Hajar Dewantara Manusia merdeka adalah orang yang mampu berkembang secara utuh selaras dengan aspek kemanusiaan, mampu menghargai dan menghormati. Asas kemerdekaan dalam Pendidikan merupakan sesuatu yang mengambarkan pemikiran Ki Hajar Dewantara, bahwa keluarga, perguruan, dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang utuh dalam Pendidikan.  Pendidikan karakter merupakan salah satu aspek yang mendasar dalam mewujudkan manusia merdeka. Dalam mewujudkan anak yang berkarakter tidaklah lepas dari peran keluarga. Keluarga merupakan Pendidikan utama seorang anak. Lingkungan keluarag sangatlah membentuk baik buruknya manusia dalam berkembang. Lingkungan keluarga menyiapkan dan memberikan Pendidikan untuk anak agar menjadi generasi penerus yang terdidik. Pendidikan karakter merupakan investasi jangka Panjang masyarakat untuk melaksanakan bonus demografi. Selain Keluarga, Perguruan juga komponen dari pembentukan karakter dimana hubungannya sangat erat dengan Pendidikan moral yang tujuannya adalah membentuk dan melatih individu secara terus- menerus untuk penyempurnaan diri kearah hidup yang lebih baik serta membangun dan meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam hubungan internasional. Nilai – nilai karakter yang dikembangkan dalam dunia Pendidikan sekarang adalah didasarkan pada filosofi Pendidikan karakter Ki Hajar Dewantara. Yakni oleh hati, oleh pikir oleh karsa dan olah raga. Lantas dari filosofi tersebut muncul nilai – nilai karakter siswa dimulai dari religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab. Pendidikan karakter membuat anak lebih produktif dan memiliki kepribadian yang baik sehingga mampu menjadi manusia indonesia yang bekerja keras, kreatif, inovatif, jujur, Tangguh, mandiri dan bertanggung jawab untuk menghadapi tantangan – tantangan abad 21. Penerapan pendidikan karakter membuat manusia akan merdeka dimana hidupnya bersandar pada kekuatan sendiri baik lahir maupun batin dan tidak tergantung dengan orang lain.

KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI, MENGAPA DIPERLUKAN?

Oleh: Dewi Nikmatul Latifah Perkembangan dan modernisasi saat ini menuntut setiap orang untuk tetap relevan dan tidak gagap pada perubahan yang terjadi. Munculnya abad-21 membawa kita pada pemenuhan keterampilan abad-21 yang tentu berbeda dengan era sebelumnya. Istilah seperti “dulu biasanya kakek nenekmu melakukan ini, jadi lakukanlah hal yang sama” menjadi tidak lagi terdengar menarik dan cocok dengan zaman sekarang karena perbedaan struktur sosial, budaya, teknologi, bahkan politik. Mengutip konsep pendidikan yang diajarkan oleh Ki Hadjar Dewantara bahwa tujuan pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak supaya mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya sebagai manusia dan anggota masyarakat. Dari pernyataan tersebut, terlihat bahwa proses pendidikan merupakan jalan yang ditempuh agar seorang anak mampu cakap mengenali lingkungan dan menyelesaikan masalah yang ditemui agar dapat selamat dan mencapai kebahagiaannya. Konsep pendidikan ini dirasa masih sangat relevan dengan proses pendidikan saat ini, bahkan yang akan datang. Pembelajaran yang saat ini dilakukan perlu menerapkan keterampilan abad-21, yakni keterampilan dalam berpikir kritis, berpikir kreatif, berkolaborasi, dan berkomunikasi. Pembelajaran ini dapat diterapkan melalui penerapan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Peserta didik tidak lagi hanya belajar tentang pengertian dari suatu konsep dan bagaimana konsep tersebut diterapkan, namun lebih pada penerapan dalam penyelesaian nyata yang dapat dialami peserta didik di lingkungannya. Dengan begitu, peserta didik diharapkan mampu mengembangkan keterampilan berpikirnya sehingga ia tidak lagi gagap dalam menghadapi permasalahan di kehidupan saat ia dewasa. Faktanya, kemampuan berpikir dan penalaran di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini dapat dibuktikan melalui hasil studi PISA tahun 2018 yang memposisikan Indonesia pada peringkat ke 74 alias peringkat keenam terbawah. PISA sendiri adalah program asesmen internasional yang mengukur prestasi di bidang kemampuan matematika, sains, dan literasi membaca. Merefleksi dari hasil perolehan tersebut, Indonesia masih banyak PR besar yang perlu diselesaikan, baik oleh pemerintah, guru, maupun bantuan orang tua peserta didik terkait pola pembelajaran dan pendidikan. Keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skill) bukanlah suatu istilah yang baru dalam dunia pendidikan. Sejak dimunculkannya Kurikulum 2013, pola pembelajaran dengan menerapkan keterampilan berpikir tingkat tinggi terus digalakkan. Keterampilan berpikir tingkat tinggi atau lebih dikenal dengan HOTS adalah keterampilan dalam memahami dan menganalisis suatu permasalahan, yang didalamnya seseorang tidak hanya diminta untuk mengenali secara menyeluruh tentang masalah yang dihadapi, namun juga mampu menganalisis, memberikan argumen, dan sampai menciptakan solusi atau hasil dari permasalahan tersebut. Penerapan pembelajaran berbasis HOTS biasanya dimunculkan dalam soal-soal tes. Perlu diketahui bahwa soal HOTS tidak melulu terkesan sulit dan berbelit. Berdasarkan dimensi ilmu pengetahuan, umumnya soal HOTS berada pada dimensi metakognitif, yakni dimensi yang merujuk pada tindakan dalam proses berpikir sampai pada penerapan keputusan dari hasil olah pikirnya. Dalam taksonomi Bloom, HOTS dapat dilihat dari kata kerja operasional mulai dari menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Sedangkan kata kerja operasional tentang pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi masih dianggap sebagai pola keterampilan berpikir tingkat rendah. Penerapan HOTS sebenarnya tidak hanya dilihat dari variasi soal yang disajikan. HOTS juga dapat dilakukan dengan mengimplementasikan pembelajaran berbasis masalah yang merangsang peserta didik untuk dapat menganalisis permasalahan sampai menciptakan solusi permasalah dengan menghasilkan produk tertentu. Dalam Kurikulum Merdeka, penerapan HOTS ditampilkan pada penekanan model pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) dan pembelajaran berbasis proyek (project-based learning). Kedua model tersebut memiliki langkah kegiatan yang menuntut peserta didik dapat terampil dalam penyelesaian masalah. Model pembelajaran berbasis masalah terdiri dari langkah 1) orientasi masalah; 2) mengorganisasikan peserta didik untuk belajar; 3) membimbing kelompok; 4) menyajikan hasil diskusi; dan 5) mengevaluasi proses pemecahan masalah. Berbeda dengan model pembelajaran berbasis masalah, model pembelajaran berbasis proyek menitikberatkan pada langkah penentuan proyek dengan mencari tema, merancang dan memproses aktivitas kegiatan proyek, dan menyelesaikannya. Selain mempelajari tentang pemahaman konsep dan menerapkan konsep tersebut, peserta didik mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatifnya dalam penyelesaian masalah melalui aktivitas yang dikembangkan dalam pembelajaran. Selain itu, kolaborasi dan komunikasi juga dapat muncul melalui kegiatan diskusi dan berkelompok dalam penyelesaian masalah. Pembelajaran berbasis masalah dan proyek dapat mendukung tercapainya keterampilan abad-21 dengan melatih kemampuan pemecahan masalah, baik secara kelompok maupun individu. Tersedianya masalah kontekstual memfasilitasi peserta didik untuk dapat menganalisis kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dengan menyusun argumen yang menguatkan penyelesaian masalah tersebut. Peran guru sebagai fasilitator perlu memastikan terpenuhinya kebutuhan dan sarana prasarana yang dibutuhkan peserta didik agar proses belajar dapat dilaksanakan secara efektif.

PENTINGNYA PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI DAN PERENCANANNYA

Oleh: Devi Asinta Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembalajaran yang sedang digalakkan pada era paradigma baru dan pembelajaran merdeka saat ini. Pembelajaran berdiferensiasi penting untuk dilakukan karena memandang peserta didik sebagai individu yang berbeda dan memiliki caranya sendiri dalam belajar. Menurut Tomlinson (2001) Pembelajaran berdiferensiasiadalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar peserta didik sebagai individu. Atau bisa dikatakan juga bahwa pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang memberi keleluasaan dan mampu mengakomodir kebutuhan peserta didik untuk meningkatkan potensi dirinya sesuai dengan kesiapan belajar, minat, dan profil belajar peserta didik yang berbeda-beda. Pembelajaran berdiferensiasi perlu dilakukan untuk meningkatkan mutu Pendidikan serta mengambil peluang untuk membebaskan anak dalam belajar sehingga anak dapat belajar dengan nyaman sesuai dengan capaian yang seharusnya dari diri mereka. Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan peserta didik. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang” peserta didik untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian terkait dengan Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Jadi bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga peserta didiknya. Dalam Penilaian berkelanjutan guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan peserta didik mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, peserta didik mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.  guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar peserta didiknya. Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar peserta didik tersebut. Manajemen kelas yang efektif Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Pembelajaran berdiferensiasi memiliki ciri tersendiri yang dapat dijadikan acuan dalam pelaksanannya. Menurut Tomlinson (2001) pembelajaran berdiferensiasi memiliki empat ciri, yaitu 1) Pembelajaran berfokus pada konsep dan prinsip pokok. Harus berfokus pada kompetensi dasar pembelajaran. 2) Evaluasi kesiapan dan perkembangan belajar peserta didik diakomodasi ke dalam kurikulum; Di sini perlu adanya pemetaan kebutuhan peserta didik kemudian dimasukan kedalam strategi pembelajaran. 3) Pengelompokan peserta didik dilakukan secara fleksibel; misalnya, bisa secara mandiri, berkelompok berdasarkan tingkat kecerdasan, berkelompok berdasarkan modalitas belajar, dll. 4) Siswa secara aktif bereksplorasi dibawah bimbingan dan arahan guru. Pembelajaran berdiferensiasi ini berpusat kepada siswa. Perencanaan pembelajran berdiferensiasi penting dilakukan agar pelaksanaannya optimal. Sebagai upaya penerapan pembelajaran berdiferensiasi, hal yang perlu dilakukan pertama kali adalah melakukan asesmen atau pemetaan kebutuhan peserta didik. Kemudian menyusun rencana pelaksaan pembelajaran yang sesuai. Menurut Tomlinson (2001), ada tiga cara untuk memetakan kebutuhan belajar peserta didik, 1) Kesiapan belajar peserta didik (readiness), 2) minat peserta didik, 3) Profil belajar peserta didik. Pembelajaran berdiferensiasi memandang gaya belajar peserta didik yang berbeda serta cara mereka dalam memahami pengetahuan. Adanya perbedaan tersebut maka start dan garis finish pun sebenarnya berbeda. Dalam upaya perwujudkan kebutuhan setiap anak tersebut, maka penggunaan strategi serta metode pembelajaran yang berdiferensiasi sangat perlu untuk diterapkan. Selain itu, konten atau isi dalam pembelajran setiap peserta didik juga dapat dibedakan sesuai diferensiasinya namun masih memegang garis besar dari tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Misalnya dengan menggunakan judul bacaan yang berbeda, namun tetap berada pada konteks mencari unsur intrinsik. Kemudian lingkungan belajar juga turut mempengaruhi diferensiasi peserta didik, sehingga pengaturan tempat duduk dan posisinya perlu diperhatikan. Beberapa strategi dapat diterapkan dalam pembelajaran berdiferensiasi dengan menyesuaikan langkah berdasarkan sintak. Langkah pembelajaran haruslah Nampak diferensiasinya. Contoh model pembelajaran berdiferensiasi adalah Project Based Learning, Small Group Discussion, Jigsaw Reading, dan Strategi Problem-Based Instruction. Model pembelajaran berdiferensiasi perlu memperhatikan prinsip berdiferensiasi terkait konten/isi, produk, lingkungan belajar, gaya belajar, dan motivasi. Dengan perencanaan dan asesmen yang baik, maka pembelajaran berdiferensiasi dapat terlaksana secara optimal.

PEMBENTUKAN KARAKTER GOTONG ROYONG MELALUI PEMAINAN ENGRANG PADA ERA PEMBELAJARAN 4.0 UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

Oleh: Novi Andiani Permainan tradisional dapat menginspirasi siswa untuk membangun kepercayaan dan kerjasama antar teman. Selain itu, peserta didik akan mengetahui bagaimana menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga dapat berkomunikasi secara positif dan mengendalikan emosinya sendiri, mengembangkan empati dan menghargai orang lain. Di Indonesia sendiri, setiap daerah memiliki permainan tradisionalnya masing-masing, namun banyak permainan yang sudah tidak digunakan lagi dan tidak dimainkan lagi (Sibarani, Dina F, 2018) Kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Ini mencakup banyak aspek kehidupan seperti hukum, iman, seni, kebiasaan atau adat, moral, etika dan juga keterampilan. Kehadirannya dapat mempengaruhi pengetahuan, ide dan gagasan, meskipun budaya bersifat abstrak. Budaya merupakan manifestasi dari cara berpikir, sehingga menurutnya model budaya itu baikluas karena semua perilaku dan tindakan, termasuk emosi karena perasaan juga merupakan tujuan berpikir menurut Alisyahbana dalam (Widyosiswoyo, 2004). Pendidikan merupakan kunci kemajuan dan keberhasilan suatu bangsa di masa depan. Dengan sistem pendidikan yang baik, maka mutu pendidikan dapat ditingkatkan melalui sumber daya yang berkualitas. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 UU No. Pasal 20 Sisdiknas Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana dan proses belajar agar peserta didik secara aktif mewujudkan potensi kekuatan spiritual keagamaan, disiplin diri, kepribadian, kecerdasan serta mengembangkan akhlak dan kemampuan yang mulia. Engrang merupakan permainan tradisional yang dikenal dan dikenal di seluruh nusantara. Engrang merupakan salah satu permainan yang sangat terkenal dan sering dimainkan oleh masyarakat Banten. Memainkan permainan ini membutuhkan keseimbangan tubuh dan keterampilan. Kaki kayunya terdiri dari dua batang bambu atau kayu dengan panjang sekitar 2,5 meter. Pemain berdiri di atasnya untuk menjaga keseimbangan agar tidak jatuh. Pemain yang mencapai garis finis pertama kali tanpa terjatuh adalah pemenangnya (Murtafiatun, 2018). Permainan ini biasanya dimainkan di lapangan kosong atau lapangan luas. Ini banyak digunakan dan dimainkan oleh banyak anak. Biasanya permainan Engrang ini merupakan perlombaan yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk memperingati suatu hari besar seperti Hari Kemerdekaan atau hari besar lainnya. Aturan mainnya adalah pemenangnya adalah orang yang mencapai garis finis terlebih dahulu tanpa terjatuh, atau biasanya para pemain muda bermain sedemikian rupa sehingga bisa menjatuhkan lawannya dulu baru dia menang (Afrinel Okwita, Siska Permata Sari, 2019). Berbicara tentang permainan tradisional bersifat edukatif dimana menyimpan unsur pendidikan di dalamnya. Dimana banyak sekali yang mampu dikembangkan melalui permainan tradisional ini. Salah satunya ialah karakter. Dalam hal ini sangat diperlukannya pendidikan karakter bagi siswa. Sekolah merupakan sarana social yang memiliki banyak sekali peranan dan fungsi. Salah satunya dengan membimbing, memperkenalkan, serta memahami peserta didik dalam berkehidupan di lingkungan sekitar mereka. Dalam membentuk karakter di sekolah ini bukan hanya sebagai pembelajaran atau pengetahuan tetapi juga melalui penerapan serta pengimplementasian nilai-nilai kehidupan. Ada banyak sekali berbagai macam karakter yang harus dipelajari dan dikembangkan oleh siswa. Salah satunya adalah karakter dalam menghargai prestasi siswa. Perilaku menghargai prestasi adalah satu dari sekian banyak karakter baik dalam pribadi peserta didik yang harus ditumbuhkembangkan. Karakter ini mengharuskan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan siswa. Selain itu dapat memotivasi peserta didik agar terdorong kesadarannya untuk belajar dengan rajin, ulet, tekun, serta memiliki jiwa kompetitif untuk selalu berusaha dan meningkatkan kemampuan pengetahuan dan keterampilan agar mampu menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi, mampu menerapkan keahlian yang dimiliki di kehidupan masa depannya kelak. Guru diharapkan mampu untuk memberi peluang serta kesematan kepada peserta didik dalam mengembangkan kemampuannya. Seperti contoh, guru memberikan penghargaan atau reward kecil bagi peserta didik yang mampu berada di peringkat atas diantara teman-temannya. Dari hal tersebut munculah dorongan bagi siswa agar mereka senantiasa meningkatkan prestasi mereka dan mengembangkan kemampuan satu sama lain (Rianawati, 2014) Metode pembelajaran memegang peranan penting dalam proses pembelajaran, karena salah satu ahli Kitson & Haevey menemukan bahwa proses pembelajaran berperan penting dalam membantu siswa menerjemahkan materi yang diberikan oleh guru. Penerapan metode pembelajaran yang efektif menciptakan lingkungan belajar yang dapat mengembangkan potensi dan keterampilan siswa. Oleh karena itu, guru juga harus menyiapkan konsep pembelajaran yaitu, konsep belajar mengajar kontekstual (contextual teaching and learning) adalah konsep pembelajaran yang dapat membantu guru menghubungkan materi yang diajarkan dengan keadaan nyata siswa, dan mendorong siswa untuk membangun koneksi antara siswa mereka pengetahuan mereka dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan anggota masyarakat (Nurhadi, 2002). Jadi, melalui pembelajaran kontekstual, mengajar bukan tentang mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa dengan menghafal berbagai konsep yang tampaknya terlepas dari kehidupan nyata, tetapi lebih pada membantu siswa mengembangkan kecakapan hidup untuk menemukan (keterampilan di sebelah kiri). ) dari apa yang mereka pelajari. Dengan demikian pembelajaran lebih bermakna, sekolah lebih dekat dengan lingkungan masyarakat (tidak dekat secara fisik), tetapi secara fungsional di sekolah siswa selalu bersinggungan dengan masalah-masalah kehidupan yang timbul di lingkungan (keluarga dan masyarakat). Pembelajaran kontekstual sebagai suatu model pembelajaran yang memberikan fasilitas kegiatan belajar untuk mencari, mengolah, dan menemukan pengalaman yang bersifat konkret (terkait dengan kehidupan nyata) melalui keterlibatan aktivitas siswa dalam mencoba, melakukan, dan mengalami sendiri. Dengan demikian pembelajaran tidak sekadar  dilihat dari sisi produk, akan tetapi yang terpenting adalah proses. Oleh sebab itu melalui model pembelajaran kontekstual mengajar bukan mengajar bukan transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa dengan menghafal sejumlah konsep-konsep yang sepertinya terlepas dari kehidupan nyata, akan tetapi lebih ditekankan pada upaya memfasilitasi siswa untuk mencari kemampuan bisa hidup (life skil) dari apa yang dipelajarinya. Dengan demikian, pembelajaran akan lebih bermakna, sekolah lebih dekat dengan lingkungan masyarakat (bukan dekat dari segi fisik). Akan tetapi, secara fungsional apa yang dipelajari di sekolah senantiasa bersentuhan dengan situasi dan permasalahan kehidupan yang terjadi di lingkungannya (keluarga dan masyarakat). Secara lebih terurai diungkapkan oleh Reigeluth (dikasih tahun sama halaman), bahwa fungsi dan peran desain pembelajaran yaitu, 1) Desain instructional menentukan metode bagian dari pengembangan instructional, 2) Desain instructional menentukan prosedur untuk implementasi instruksional, 3) Desain instruksional menetapkan prosedur untuk manajemen instruksional, 4) Desain pembelajaran mengidentifikasi dan memperbaiki kelemahan sebagai bagian evaluasi. Berdasarkan uraian singkat konsep desaian diatas, maka desaian pembelajaran memiliki sifat keluwesan (fleksibel), tidak kaku dalam satu model tertentu saja. Format desain bisa dikembangkan dalam bentuk yang bervariasi tergantung pada tujuan model dan model pembelajaran bagaimana yang akan dilaksanakan oleh guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Dari inovasi, kini ditemukan berbagai jenis model pembelajaran seperti model. … Baca Selengkapnya