Jowonews

Sedekeh Laut, Nelayan Purworejo Melarung Puluhan Tumpeng ke Laut

Sedekah Laut Purworejo

PURWOREJO, Jowonews.com – Nelayan di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, mengadakan upacara sedekah laut dengan melarung puluhan tumpeng lengkap dengan ubo rampenya ke laut selatan hari ini. Hal itu dilakukan sebagai ekspresi rasa terima kasih kepada Tuhan. Upacara yang diadakan setiap bulan suro ini berlangsung di Pantai Dewa Ruci, Desa Jatimalang, Kecamatan Purwodadi. Para nelayan melempar sesaji berisikan tumpeng, ingkung, ayam jago jenis jali, hasil bumi, serta bunga tujuh rupa ke lautan. “Mengambil bulan suro dan pas malam Jumat Kliwon memang sudah ada perhitungannya dari orang tua. Ada 40 sesaji, yang dilempar satu sesaji yang dilempar, yang 39 diperebutkan warga,” kata Kades Jatimalang, Suwarto Suwarto menjelaskan, upacara syukuran laut tersebut diadakan sebagai bentuk rasa terima kasih nelayan atas kelimpahan hasil laut yang selama ini didapat. Hal itu juga sebagai simbol doa agar hasil panen ikan ke depannya semakin melimpah. “Ini merupakan bentuk rasa terima kasih warga nelayan agar pendapatannya mencari ikan di laut meningkat lebih baik, wujud doa juga untuk keselamatan,” jelasnya. Upacara syukuran laut dimulai dengan doa bersama yang dipimpin oleh orang tua desa. Pengunjung membanjiri Pantai Dewa Ruci. Setelah menunggu upacara lemparan selesai, warga pun langsung menyerbu puluhan sesaji lain yang ditata di pinggir pantai diiringi sorak-sorai pengunjung lain. Salah satu pengunjung, Sarini (61) yang datang bersama keluarganya mengaku sudah tidak sabar ikut berebut isi sesaji untuk mendapatkan berkah. Ia pun bisa mendorong dengan pengunjung lain dan berhasil mendapatkan satu keranjang buah pisang. “Ikut berebut tadi, terjepit saat bersaing alhamdulillah dapat pisang seharga sepuluh ribu. Agar mendapatkan berkah diberi kesehatan, bisa digunakan sebagai obat untuk sakit jantung dan lambung. Saya percaya ini bisa menyembuhkan dengan izin Allah,” ucapnya, dikutip dari Detik Jateng. Malam harinya, upacara ditutup dengan pertunjukan wayang kulit semalam suntuk. Wayang kulit dengan cerita Sri Boyong yang dimainkan oleh dalang Ki Geter Pramuji dan Ki Gadhing Pawukir ini juga digelar tepat di tepi Pantai Dewa Ruci. (Detik/JN)

Sego Ndoreng Khas Demak, Kuliner Legendaris Sejak Masa Kerajaan

Sego Ndoreng Khas Demak, Kuliner Legendaris Sejak Masa Kerajaan

Sega ndoreng atau nasi ndoreng adalah satu dari beberapa kuliner khas Demak turun temurun sejak masa kejayaan Kerajaan Demak Bintoro. Secara umum, nasi ndoreng mirip dengan pecel dalam hal komposisi sayuran dan bumbu kacang. Namun, ternyata cara memasak bumbu dan penyajian nasi ndoreng berbeda dengan pecel. Nasi ndoreng ini terdiri dari nasi yang dikukus kemudian ditumpuk di atasnya dengan sayuran yang direbus lalu diguyur dengan bumbu kacang. Setelah itu, pada bagian atasnya ditaburi “uyah goreng” dan nasi ndoreng pun siap disajikan dalam “pincuk” (wadah makanan tradisional, biasanya terbuat dari daun pisang atau daun jati yang dilipat menjadi segitiga, seperti kerucut dengan sematan lidi di bagian ujungnya). Dikutip dari laman resmi pariwisata Demak, masakan legendaris nasi ndoreng asal Demak ini sangatlah unik. Nasi ndoreng disajikan dengan tambahan “uyah goreng”. Uyah goreng merupakan sejenis serundeng yang terbuat dari kelapa parut yang kemudian dibumbui dan disangrai tanpa minyak hingga berwarna kecokelatan dengan rasa asin dan gurih. Nasi ndoreng ini terdiri dari nasi yang dikukus kemudian ditumpuk di atasnya dengan sayuran yang direbus lalu diguyur dengan bumbu kacang. Penyajian Nasi Ndoreng Penyajian nasi ndoreng saat akan dinikmati adalah dengan cara dipincuk. Pincuk adalah cara penyajian makanan dalam wadah makanan tradisional yang terbuat dari daun pisang atau daun jati yang dilipat menjadi segitiga, seperti kerucut dengan sematan lidi di bagian ujungnya. Inilah yang menjadi ciri khas nasi ndoreng.

Selat Solo, Steak Ala Eropa Khas Jawa

Selat Solo, Steak Ala Eropa Khas Jawa

Selat Solo adalah hidangan khas Solo yang berasal dari masa penjajahan Belanda. Selat Solo merupakan salah satu dari banyak kuliner khas Kota Surakarta yang terkenal di kalangan wisatawan. Di balik kelezatannya, ternyata hidangan ini adalah perpaduan antara masakan Eropa dan Indonesia yang dikenal dengan nama Bistik Jawa. Selat Solo memiliki rasa manis, asam, dan gurih. Hidangan ini memiliki aroma rempah yang khas. Selat Solo atau Bistik Jawa adalah hidangan daging yang diolah dengan berbagai jenis sayuran. Warna coklat pada hidangan ini berasal dari penggunaan kecap. Dahulu, hidangan bistik Jawa ini hanya dinikmati oleh kalangan bangsawan, namun sekarang mudah ditemui di berbagai restoran. Sejarah Selat Solo Menurut buku Etnografi Kuliner Makanan dan Identitas Nasional (2021) oleh Adzkiyak, selat Solo pertama kali muncul ketika Benteng Vastenburg yang terletak di depan gerbang Keraton Surakarta mulai dibangun. Makanan ini merupakan hasil dari pertemuan dan rapat yang sering diadakan oleh pihak Keraton dan pihak Belanda. Pada pertemuan tersebut, selalu disajikan makanan yang tidak cocok di mana orang Belanda harus diberikan daging saat makan sedangkan pihak Keraton terbiasa makan makanan dengan sayuran. Keluhan kedua pihak tersebut kemudian direspon dengan menciptakan menu baru yang menggabungkan bahan-bahan seperti wortel (wortelen), selada (sla), kentang (aardappel), buncis (boon), mentimun (komkommer), telur (ei), dan saus kecap (sojasaus) serta saus mayones. Selat Solo merupakan perpaduan bistik dan salad. Penggunaan nama selat berasal dari kata “slachtje” yang berarti salad. Dagingnya disebut steak yang berasal dari bahasa Belanda, “biefstuk”. Di Eropa, daging untuk steak disajikan dalam ukuran besar dan dimasak setengah matang. Raja-raja Kasunanan Solo tidak terbiasa makan daging seperti itu. Oleh karena itu, daging yang seharusnya dimasak setengah matang diubah menjadi daging sapi cincang yang dicampur sosis, tepung roti, dan telur. Bahan-bahan ini dicampur, kemudian dibentuk seperti lontong dan dibungkus daun pisang. Selanjutnya, bahan tersebut dikukus sampai matang. Daging yang sudah matang didinginkan. Setelah itu, diiris tebal dan digoreng dengan sedikit margarin. Penyajian Selat Solo Selat Solo disuguhkan dengan sayuran seperti wortel dan buncis yang direbus, tomat, dan daun selada. Untuk memberikan rasa kenyang, steak juga disajikan dengan kentang goreng. Di atas daun selada biasanya ditambahkan saus mustard. Terkadang ada yang menambahkan acar mentimun. Ciri khas lain dari Selat Galantin terletak pada kehadiran telur rebus. Gabungan steak dan salad sayuran membuat Selat Solo terlihat berwarna-warni sehingga menggoda siapa pun untuk segera menikmatinya. Sama seperti steak, Selat Solo juga diberi taburan lada hitam bubuk dengan butiran sedikit kasar sehingga memberikan sedikit sensasi pedas. Untuk sausnya, tercium pula aroma pala. Penyajian Selat Solo sangat berbeda dengan penyajian steak khas Eropa. Selat Solo disajikan dengan rempah yang cukup kuat dan disajikan dalam keadaan dingin. Sedangkan steak Eropa biasanya disajikan tanpa rempah dan disajikan dalam keadaan panas.