Cerita Perajin Logam Desa Pandai Besi Jekulo”, Tetap Eksis dan Merambah Pasar Online
KUDUS – Desa Pandai Besi Jekulo di Kabupaten Kudus masih terjaga eksistensinya hingga kini. Bahkan, para perajin logam di sana kini mulai merambah pasar online. Terpantau detikJateng, sebagian warga Desa Pandai Besi Jekulo sibuk menghasilkan berbagai alat dari logam, mulai dari pisau hingga bendo atau parang. Menurut Ketua UMKM Logam Kudus, Sahri Badlowi, desa ini memiliki sejarah yang kaya sebagai cikal bakal sentra pembuatan senjata oleh Empu Tingal. Legenda menyebutkan bahwa Empu Tingal, murid Sunan Muria, adalah ahli pembuat senjata tajam yang digunakan prajurit Kerajaan Demak. “Dahulu, senjata-senjata itu diboyong dari Kerajaan Majapahit yang telah runtuh, dan Empu Tingal membawanya ke Demak. Lokasi tepatnya berada di Bareng, Desa Pandai Besi Jekulo. Di sana juga terdapat makam sesepuh bernama Empu Tingal,” cerita Sahri kepada detikJateng. Kisah tersebut menjadi inspirasi bagi banyak perajin logam atau pandai besi di Desa Pandai Besi Jekulo. Saat ini, diperkirakan ada sekitar 200 perajin logam yang masih aktif berproduksi di desa tersebut, meskipun jumlah ini menurun dari sebelumnya. Para perajin logam ini mempekerjakan 2-3 orang pekerja dan menjalankan produksi di rumah masing-masing. Mereka menghasilkan berbagai macam alat dari logam, mulai dari pisau hingga sekop. Di tengah persaingan dengan teknologi modern, perajin logam selalu berinovasi. Mereka memasarkan produknya baik secara tradisional maupun melalui platform online. Selain itu, mereka menjalin kerja sama dengan berbagai pihak swasta dan bahkan sudah masuk ke pasar supermarket. Harga produk yang mereka tawarkan bervariasi, mulai dari Rp 10 ribu hingga ratusan ribu, tergantung pada jenis logam dan pesanan. Untuk menjaga kelangsungan usaha, para perajin juga mengandalkan kredit usaha rakyat. Sahri sendiri pernah menggunakan kredit dari Rp 25 juta hingga Rp 30 juta. Harapannya ke depan, produk kerajinan logam tetap diminati pembeli sehingga para perajin tetap dapat eksis. “Kami harus terus berinovasi agar tetap relevan di era modern seperti sekarang ini,” tutup Sahri