Karya Sastra pada Zaman Airlangga – Periode Jawa Timur banyak menghasilkan karya-karya sastra. Salah satu karya sastra dari zaman Airlangga yang sampai sekarang terkenal adalah Kitab Arunawiwaha karya Mpu Kanwa yang disusun pada sekitar 1030 M. Kitab Arjunawiwaha menceritakan perkawinan Arjuna dengan bidadari Supraba, hadiah dari para dewa atas jasa Arjuna mengalahkan raksasa Niwatakawaca yang menyerang dan mengacaukan kahyangan. Arjuna adalah seorang dari Pandawa Lima. Kitab ini dianggap kiasan terhadap kisah hidup Airlangga yang setelah mengalami bermacam penderitaan dan cobaan, akhirnya dapat menyatukan kembali kerajaannya. Mpu Kanwa mempersembahkan karya itu kepada rajanya. Inti kitab Arjunawiwaha adalah bagian dari Wanaparwa dari cerita Mahabarata yang ditulis dalam bentuk syair bahasa Jawa Kuno. Kitab Arjuna Wiwaha bisa dikatakan sebagai permulaan sastra kakawin dalam bahasa Jawa Kuno dalam periode Jawa Timur, dan merupakan gubahan Mpu Kanwa. Sebab, ternyata isinya banyak menyimpang dari episode yang sama dari Mahabharata dalam bahasa Sansekerta maupun dari Kawya Kiratarjuniya karya pujangga Bharawi. Kitab ini digubah pada zaman pemerintahan Raja Airlangga. Berdasarkan keterangan pada akhir naskah Arjunawiwaha yang mengatakan bahwa Mpu Kanwa yang baru pertama kali itu menghasilkan karya sastra merasa gelisah karena harus mempersiapkan diri untuk suatu peperangan dengan mempersembahkan doa-doa, dapat diperkirakan bahwa kitab Arjunawiwaha digubah antara tahun 1028 dan 1035. Adapun penyimpangan dari episode di dalam Mahabharata, menurut Poerbatjaraka, bukan disebabkan oleh Mpu Kanwa tidak paham bahasa Sansekerta, tetapi karena ia hendak menggubah suatu cerita yang utuh yang dapat dipertunjukkan sebagai lakon wayang. Sebagaimana diketahui, tema pokok dalam suatu cerita wayang biasanya adalah kekhawatiran pihak yang baik atas kemenangan sementara pihak yang jahat. Pihak yang baik mencari bentuan kepada keuasaan yang lebih tinggi, dengan bantuan kekuasaan yang lebih tinggi itu pihak yang baik mengadakan perlawanan terhadap pihak yang jahat, kemenangan pihak yang baik, dan cerita diakhiri dengan “tancep kayon”. Seperti yang telah dikatakan, di dalam kitab Arjunawiwaha, dijumpai keterangan yang tidak perlu diragukan lagi tentang adanya pertunjukan wayang kulit. Sangat mungkin, Mpu Kanwa mempunyai tujuan lain dalam menggubah kitab Arjunawiwaha itu, yaitu untuk menceritakan riwayat hidup rajanya. Seperti tela disebutkan, Airlangga mula-mula selama hampir tiga tahun harus hidup di hutan, di lereng gunung, di tengah-tengah para petapa, setelah kerajaan hancur karena sebuah Haji Wurawari. Akan tetapi, rakyat dan para pendeta menobatkannya menjadi raja, yang kemudian berhasil menaklukkan kembali Haji Wurawuri an raja-raja yang lain yang enggan mengakui kemaharajaannya. Sebenarnya, terdapat sedikit perbedaan antara riwayat Airlangga dan cerita Sang Arjuna mula-mula bertapa, lalu dimintai bantuan oleh dewa-dewa untuk membunuh raksasa Niwatakawaca, baru ia dinobatkan menjadi Raja di Keindraan. Sedangkan, Raja Airlangga dinobatkan menjadi raja dahulu, baru kemudian menaklukkan musuh-musuhnya. Dengan demikian, Sang Pengarang, Mpu Kanwa, menggubah Arjunawiwaha dengan mencuplik dari seri Mahabarata sub-bagian Wanaparwa. Relief cerita ini dipahat pada Candi Tlgowangi yang terletak di Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Menurut data sejarah, Arjunawiwaha merupakan sebuah kakawin tertua dari periode Jawa Timur setelah peta politik berpindah dari Jawa Tengah. Hal ini dikarenakan pada zaman-zaman pendahulu Airlangga, seprti Dharmawangsa hingga ke raja besar pendiri periode Jawa Timur, yakni Mpu Sindok, tidak meniggalkan sebuah kakawin pun yang dapat kita lihat sampai saat ini. Kakawin Arjunawiwaha mengandung suatu kaitan sejarah di masa lalu. Untuk mengetahui lebih jelas isi Kakawin Arjunawiwaha ini, berikut cuplikan bagian awal dan akhir karya sastra Mpu Kanwa tersebut : Bagian awal : “Ambek sang paramarthapandita huwus limpad sakeng sunyata tan sangkeng wisaya prayojana nira lwir sanggraheng lokita siddha ning yaawirya don ira sukha ning rat kinigkin nira santosaheletan kelir sira sakeng sang hyang jagatkarena. “Usnisangkwi lebu ni paduka nira sang mangkana lwir nira menggeh manggal ning miket kawijayan sang Parta ring kahyangan.” “Batin yang bijak sungguh-sungguh telah tembus sampai ke tingkat (kesempurnaan) tertinggi. Dari keadaan sunyata (kosong) bukan dari kawasan pancaindra, timbulah tekadnya untuk mengabadikan diri (membuka diri) pada urusan-urusan duniawi. “Semoga amal baktinya yang penuh pahala dan tindakannya yang bersifat kesatria, mencapai tujuannya. Daulat terhadap diri sendiri dan penuh sentosa (ketentraman batin) ia menrima keadaan ini, yakni tetap terpisah oleh tabir dari Sebab Abadi dunia ini.” Bagian akhir : “Sampun keketan ing katharjunawiwaha pangarana nike Saksat tambay ira mpu Kanwa tumatametu-metu kakawin Bharantapan teher angharep samarakarya mangiring ing haji Sri Airlangghya namo ‘stu sang panikelan tanah anganumata.” “Kuletakkan puncak kepalaku pada debu sandal raja yang menampakkan diri dengan cara ini. Ia merupakan sumber berkat yang tak pernah kering untuk menuangkan kemenangan Partha di kediaman para dewa di kahyangan.” Gambaran ini sangat sesuai dengan kenyataan bahwa Airlangga berhasil menegaskan kembali Kerajaan Kahuripan setelah wafatnya Raja Dharmawangsa atas serangan dari kerajaan lain (Wangker), yang tidak berhak atas kedaulatannya. Airlangga melakukan perlawanan dengan tinggal di hutan-hutan bersama para resi dan tokoh-tokoh suci agama selama bertahun-tahun guna mempersiapkan usaha merebut kembali Kerajaan Kahripan. Sebab, bagaimanapun juga, ia masih tergolong kerabat Raja Dharmawangsa, walaupun berasal dari keluarga di Bali. Akhirnya, ia berhasil mengusir raja penjajah beserta sekutunya sehingga kedamaian berhasil ditegakkan kembali. Selesailah penyusunan kitab yang dengan tepat dapat dinamakan Arjunawiwaha. Gubahan ini merupakan usaha Mpu Kanwa dalam menyusun kakawin. Diriwayatkan bahwa tahun 1028-1035, Airlangga berhasil mengalahkan musuh-musuhnya yang pernah membuat Kerajaan Kahuripan berantakan. Dengan demikian, kita bisa menarik benang merah bahwa periode pembuatan kakawin ini adalah sesudah kejayaan Airlangga tersebut. Bahwa Airlangga telah tinggal selama bertahun-tahun di hutan-hutan serta pertapaan atau mandala dan ditemani oleh para resi atau pendeta tentulah juga merupakan suatu periode penggemblengan spiritual dan latihan-latihan rohani sehingga akhirnya ia berhasil mencapai tingkatan kesempurnaan tertinggi sunyata (pada awal kakawin). Akhirnya, ia pun dapat diyakinkan untuk kembali ke dunia, dan membaktikan diri dengan tugas berat serta mulia, yakni memulihkan kedaulatan kerajaannya, dan dengan demikian mengusahakan terjadinya kesejahteraan dunia. Riwayat hidup Airlangga sangat sesuai dengan peran tokoh utama kakawin ini, yakni Arjuna. Sehingga, pemilihan cerita ini merupakan titik tolak tema kakawin tersebut. Pada bagian akhir, disebutkan bahwa sang Mpu Kanwa juga sedang disibukkan dalam persiapan sebuah ekspedisi peperangan. Mungkin, itu bagian dari rangkaian perlawanan Airlangga dalam menaklukkan musuh-musuhnya, atau bisa juga bagian dari pertempuran terakhir. Namun, jika ditelaah dalam cerita Mahabharata, usaha Arjuna dalam bertapa di Gunung Indrakila untuk memperoleh senjata sakti dalam rangka melawan Kurawa dan persiapannya dalam perang akbar Baratayudha nantinya, mungkin kita bisa berasumsi bahwa periode … Baca Selengkapnya