Jowonews

PLTU Batang Raih Penghargaan Lifetime Literacy Warrior 2023

PLTU Batang

BATANG – PT Bhimasena Power Indonesia selaku pemilik PLTU Kabupaten Batang, Jawa Tengah, berhasil meraih penghargaan Lifetime Literacy Warrior 2023 atau “Lifetime Achievement” dari Perpustakaan Nasional (Perpusnas). “Upaya memasyarakatkan budaya membaca ini merupakan salah satu program CSR terbaik BPI dalam bidang pendidikan yang diberikan kepada masyarakat sekitar PLTU Batang. Kami juga berterima kasih kepada Perpustakaan Nasional atas penghargaan ini,” kata Senior Manager CSR BPI Bhayu Pamungkas di Batang, Selasa. Menurutnya, pihaknya juga pernah meraih penghargaan sebelum tahun 2018 sebagai salah satu perusahaan swasta yang sangat peduli terhadap dunia literasi. “Kami mendapat honorable mention bidang literasi dari Coca Cola Foundation Indonesia. Penghargaan tersebut diberikan atas pengembangan 15 perpustakaan desa di 15 desa sekitar PLTU Batang,” ujarnya. Upaya memasyarakatkan budaya membaca ini disebut-sebut merupakan salah satu program CSR terbaik BPI dalam bidang pendidikan yang diberikan kepada masyarakat sekitar PLTU Batang. “Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada Perpusnas atas penghargaan ini,” ujarnya. Bayu Pamungkas menjelaskan, perusahaan meyakini bahwa saat ini akses terhadap informasi dan edukasi yang baik merupakan salah satu kunci kemajuan sosial. Atas dasar itu, kata dia, program tanggung jawab sosial perusahaan secara aktif mendukung program literasi yang bersinergi dengan program pemerintah untuk meningkatkan literasi masyarakat. “Sejak tahun 2016, perusahaan telah mendirikan 28 taman literasi di 28 sekolah di desa sekitar PLTU Batang melalui dukungan dana program tahunan, infrastruktur. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia, perlengkapan taman literasi seperti rak, meja, kursi dan bahan perpustakaan ,” ungkapnya. Untuk mengembangkan budaya membaca sejak dini dan meningkatkan pengetahuan siswa sekolah TPA/TPQ, kata dia, BPI juga telah mendirikan 33 perpustakaan mini di 33 Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ) di 14 desa sekitar masyarakat, yang diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat. berfungsi untuk melayani siswanya hingga saat ini. Total bahan Pustaka yang telah didukung oleh perusahaan, kata dia, sebanyak 45.849 pada berbagai institusi literasi masyarakat sekitar PLTU Batang. “Kelancaran dan kesuksesan program CSR BPI tidak lepas dari kerja sama yang baik dengan stakeholder dan mitra perusahaan. Selain itu, bentuk kemitraan yang baik memungkinkan program dapat dijalankan optimal dengan melibatkan semua pemangku kepentingan,” katanya. (JN/Antara)

Resep Sayur Lompong Tanpa Santan

Resep Sayur Lompong Tanpa Santan

Di bawah ini adalah resep sayur lompong tanpa santan yang selalu membuat kita kangen. Lompong atau keladi adalah salah satu jenis tumbuhan umbi-umbian yang sering ditemukan di wilayah Indonesia. Tanaman keladi atau lompong sering digunakan sebagai tanaman dekoratif yang indah dan bahkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan yang enak. Salah satu contohnya adalah sayur lompong atau keladi. Berikut Ini adalah resep sayur lompong tanpa santan yang dapat Anda praktikkan langsung di rumah. Resep Sayur Lompong Tanpa Santan Bahan-bahan: Cara Membuat: Koreksi rasa, jika sudah sesuai matikan api. Sajikan sayur lompong dengan nasi hangat. Foto dok. Youtube Resep Bunda Tika

Sejarah Tradisi Sekaten, Perbedaan Sekaten Solo dan Jogja

Sejarah Tradisi Sekaten, Perbedaan Sekaten Solo dan Jogja

Sekaten merupakan acara tahunan dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW yang masih dilestarikan oleh dua keraton kerajaan di Pulau Jawa yaitu Keraton Surakarta dan Keraton Jogja. Perayaan ini diadakan sekali dalam setahun, tepatnya pada tanggal 5 hingga 12 Rabiul Awal (dalam kalender Jawa disebut bulan Mulud). Tradisi sekaten dianggap sebagai cara untuk menunjukkan rasa syukur dan kegembiraan bagi masyarakat Jawa. Pada saat acara Sekaten, biasanya ada perayaan pasar malam sepanjang bulan. Keunikan tradisi ini terletak pada keberagaman elemen budaya, seperti koleksi benda pusaka yang berharga, warisan budaya yang dijaga, kepercayaan yang diyakini, dan seni yang dijalankan. Pada awalnya, tujuan utama dari sekaten adalah untuk menyebarkan ajaran agama Islam. Walaupun kedua kota tersebut melaksanakan ritual yang serupa, tetapi terdapat perbedaan yang menjadi ciri khas dari kedua keraton tersebut. Berikut penjelasan sekaten dan perbedaan prosesi perayaan di keraton Solo dan Jogja. Sejarah Sekaten Upacara sekaten adalah perayaan adat yang diadakan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dalam buku “Asesmen Kognitif Pembelajaran IPA dengan Pendekatan STEM Berbasis Kearifan Lokal” yang ditulis oleh Ahmad Annadzawil, dijelaskan bahwa kata “sekaten” berasal dari kata “sekati”.  Kata tersebut merujuk dari nama perangkat gamelan pusaka keraton yang dibunyikan dalam rangkaian upacara yang memperingati Maulid Nabi Muhammad. Sekati merupakan kombinasi kata suka dan ati yang memiliki arti bersenang hati. Istilah “sekati” juga bisa diartikan sebagai kata sesek dan ati yang berarti sesak hati. Nama sekaten kemudian diperluas menjadi Sahutain (menghentikan atau menghindari dua sifat, yaitu sifat lacur dan menyeleweng). Sakhatain (menghapus dua hal, yaitu sifat binatang dan sifat setan), Sakhotain (menanamkan dua hal, yaitu selalu menjaga sikap budi pekerti yang tinggi dan selalu merindukan Tuhan). Sekati (setimbang, orang hidup harus bisa menimbang atau menilai hal- hal yang baik dan buruk), Sekat (batas, orang hidup harus membatasi diri untuk berlaku jahat). Sejak zaman Majapahit, sekaten telah menjadi sebuah ritual tradisional yang diadakan oleh para raja Jawa. Upacara ini dirancang untuk memperingati serta menjaga keselamatan kerajaan. Namun seiring berjalannya waktu, budaya sekaten dijadikan sebagai alat penyebaran agama Islam khususnya di wilayah Jawa Tengah. Penyebaran agama Islam di Jawa Tengah dilakukan melalui seni musik gamelan. Gamelan dipilih sebagai sarana untuk menyebarkan agama Islam karena pada saat itu, masyarakat Jawa amat terpikat dengan keindahan musik gamelan. Seiring dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW dalam acara sekaten, penggunaan rebana sebagai instrumen musik pengiring tidak lagi digunakan, melainkan digantikan oleh gamelan yang digunakan untuk melantunkan shalawat. Sekaten di Solo dan Jogja Di Solo, secaten biasanya dibarengi dengan pasar malam yang berlangsung sebulan penuh. Permulaan perayaan sekaten dimulai dengan prosesi pengiringan gamelan ke masjid yang telah dihiasi dengan janur kuning. Pertunjukan tersebut berlangsung selama periode 5 hingga 12 Rabiul Awal, dengan musik gamelan yang terus dimainkan. Selanjutnya, terdapat pula pertunjukan tumplak wajik dan grebeg maulud yang menjadi bagian dari acara ini. Tumlak Wajik dilaksanakan dua hari sebelum Grebeg Maulud. Ritual tumplak wajik diawali dengan pemukulan kentongan sebagai bagian dari upacara permulaan pembuatan gunungan. Pada acara tumplak wajik, berbagai lagu seperti Lompong Keli, Owal Awil, Tudhung Setan, dan sebagainya dimainkan. Acara dilanjutkan dengan grebeg maulud yang merupakan puncak dari acara sekaten. Acara ini ditandai dengan gunungan yang berisi beras ketan, buah buahan, bahan pangan, sayur mayur, gunungan tersebut merupakan simbol doa dan ucapan selamat atas kesejahteraan kerajaan, setelah acara doa gunungan tersebut selanjutnya dibagikan kepada masyarakat. Seperti halnya di Solo, perayaan sekaten di Jogja juga mengadakan pasar malam selama satu bulan penuh. Perayaan sekaten di Jogja dimulai dengan mengeluarkan gamelan kyai sekati oleh para abdi dalem Keraton Ngayogyakarta. Gamelan yang terdiri dari gamelan kyai Guntur madu dan kyai Nogowilogo akan ditempatkan di Bangsal Ponconiti, Keben, dan akan digunakan untuk pertunjukan setelah waktu Isya. Pada tanggal 11 maulud atau malam grebeg, warga masyarakat akan berkumpul di Alun-alun Utara. Pada malam grebeg, Sri Sultan beserta rombongan akan berjalan dari pintu Gerbang Srimanganti menuju pintu Gerbang Masjid Besar. Setelah itu, upacara udik-udik akan dilaksanakan, yaitu dengan menyebarkan koin logam, beras, dan bunga. Setelah acara udik-udik berakhir, dilanjutkan dengan membacakan kisah hidup Nabi Muhammad SAW, dan acara akan diakhiri dengan penyelenggaraan prosesi kundur gongso, yaitu mengembalikan gamelan Kyai Sekati ke keraton. Perbedaan Sekaten Solo dan Jogja Meski sekilas memiliki prosesi yang sama, namun ternyata ada perbedaan antara kegiatan sekaten Solo dan Jogja. Bedanya pada pelaksanaan sekaten di Solo tidak ada tradisi pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW dan juga tidak ada penyebaran koin logam, beras, dan bunga yang disebut udik-udik. Selain itu, acara sekaten di Solo juga tidak melibatkan prosesi kundur gongso, yaitu ritual mengembalikan gamelan kyai sekati ke keraton. Sebaliknya, salah satu perbedaan antara adat Sekaten Solo dan Sekaten Jogja adalah penggunaan janur kuning sebagai dekorasi bangsal masjid di Sekaten Solo. Janur kuning tersebut akan diperebutkan oleh warga sebagai simbol keberkahan. Pada acara sekaten Jogja, gamelan akan mulai dimainkan setelah waktu sholat isya, sementara di Solo, gamelan akan dimainkan setelah acara miyos gangsa. Perbedaan lainnya adalah dalam acara sekaten Jogja, jumlah gunungan yang dibuat mencapai enam buah. Gunungan tersebut terdiri dari dua gunungan jaler (untuk laki-laki), satu gunungan wadon (untuk wanita), satu gunungan dharat, satu gunungan gepak, dan satu gunungan pawuhan. Namun, di Solo, hanya terdapat dua jenis gunungan, yaitu gunungan jaler dan estri.

Masyarakat Perlu Berperan dalam Penanganan Konflik Sosial

Masyarakat Perlu Berperan dalam Penanganan Konflik Sosial

PURBALINGGA – Dalam dinamika nasional, kerap muncul instabilitas di tiap daerah. Seperti paham terorisme/ radikalisme, peredaran narkoba, konflik parpol, dan konflik sosial (isu SARA dan sosial/ budaya). Dalam penanganan konflik sosial sendiri, tidak hanya pemerintah atau lembaga tertentu tapi masyarakat pun perlu berpartisipasi untuk mencegahnya. Penegasan itu disampaikan Anggota DPRD Provinsi Jateng Bambang Eko Purnomo dalam kegiatan ‘Sosialisasi Penguatan Demokrasi Daerah (PDD)’ yang digelar di Aula Balai Desa Ponjen Kecamatan Karanganyar Kabupaten Purbalingga, baru-baru ini. Ia mengatakan konflik sosial merupakan perseteruan antarmasyarakat yang berakibat ketidakamanan. Dampaknya, kondisi itu memunculkan instabilitas nasional sehingga menghambat pembangunan, baik nasional maupun daerah. “Ada sejumlah kondisi yang mampu memicu konflik sosial seperti tempat hiburan, suporter sepakbola, antarormas, antarkelompok, aliran agama, sengketa lahan, transportasi, dan pemilu,” paparnya. Ada beberapa upaya agar masyarakat lebih berperan aktif dalam pencegahan konflik sosial. Diantaranya masyarakat dapat lebih waspada terhadap beberapa kasus di lingkungannya, mampu menjalin komunikasi yang baik antarpihak, merangkul tokoh agama-adat-& masyarakat, dan selalu bersikap menjaga kerukunan. “Masyarakat kita merupakan masyarakat yang komunal, yang sering berkumpul. Dari kondisi itu, diakui, sering muncul konflik sosial. Namun juga, komunal tersebut juga bisa berperan dalam pembangunan daerah,” jelasnya. Ia juga berharap pemerintah harus terus meningkatkan pemahaman kepada masyarakat mengenai keberagaman yang ada di Indonesia. Sehingga, musyawarah dan kearifan lokal bisa diwujudkan di tengah masyarakat yang majemuk ini.  “Dengan demikian, masyarakat pun mampu menciptakan stabilitas nasional,” pungkasnya.  Senada, Romidi selaku Kades Ponjen juga berharap masyarakat dapat bersama-sama memahami dinamika ysng terjadi di tengah masyarakat. Dengan begitu, konflik sosial pun dapat dicegah dan ditangani secara cepat. “Kami sangat mendukung adanya sosialisasi karena bisa ikut memberikan pemahaman kepada masyarakat soal penanganan konflik sosial,” kata kades, yang juga menjadi narasumber dalam kegiatan Sosialisasi PDD. (Adv)

DPRD Kota Yogyakarta Sepakat Pilkada Membutuhkan Dana Cadangan

DPRD Kota Yogyakarta Sepakat Pilkada Membutuhkan Dana Cadangan

SEMARANG – Pengelolaan dana cadangan pilkada di Jateng menarik minat pihak Badan Anggaran DPRD Kota Yogyakarta Yogyakarta. Selasa (12/9/2023), bertempat di Ruang Rapat Banggar Lt IV itu, pimpinan rombongan dari DPRD Kota Yogyakarta Danang Rudiyatmoko berdiskusi langsung dengan Wakil Ketua DPRD Jateng Ferry Wawan Cahyono. Turut serta dalam pertemuan itu dari BPKAD dan Bappenda. Danang mengemukakan, untuk mencadangkan anggaran pilkada dilakukan sebanyak tiga kali. Pada perubahan APBD 2023 dicadangkan sebesar 50%. Bahkan pada silpa APBD 2023 turut dicadangkan 23% dan pada anggaran murni 2024 dicadangkan 50%. Ferry lantas mengemukakan, 2024 turut menyita perhatian semua pihak. Mulai dari pemerintah pusat sampai daerah mulai disibukkan dengan pesta demokrasi lima tahunan, Pemilu. Di Jateng sendiri, sudah tiga tahun anggaran mulai dari 2021 sampai 2023 masing masing Rp 300 miliar. Dana cadangan tersebut, rencananya dihibahkan kepada lembaga penyelenggara pemilu. Antara lain KPU, Bawaslu, Polda Jateng, dan Kodam IV/ Diponegoro. “Pilkada itu memang gawenya daerah, karena pemilihan kepala daerah, sehingga kita punya kewajiban untuk mengalokasikan anggarannya,” ucapnya. Kepada Badan Anggaran DPRD Kota Yogyakarta, Ferry pun berharap banyak kepada anggota DPRD untuk mempersiapkan diri secara matang. Untuk mendapatkan amanah dari masyarakat tidak begitu mudah. Karena itu dituntut kematangan dalam berpolitik.  Sementara Kepala Bagian Humas Setwan Jateng Andi Susmono menjelaskan, pihaknya siap untuk menyukseskan Pemilu 2024. Dari pihak BPKAD Jateng memastikan sampai sekarang ini alokasi anggaraan dari pusat belum ada yang cair. Pun dari Bappeda mengaku pihaknya masih berkoordinasi dengan Sekretariat KPU Jateng. Peraturan KPU (PKPU) juga belum mewajibkan proses pencairan dana. Sesuai peruntukkannya, pihak penerima dana pemilu yakni KPU, Bawaslu, Polda dan Kodam Diponegoro. (Adv)

Sosialisasi Non-Perda: UMKM Penyangga Ketahanan Ekonomi, Sosial dan Budaya

Sosialisasi Non-Perda: UMKM Penyangga Ketahanan Ekonomi, Sosial dan Budaya

KEBUMEN – Sektor UMKM selama ini sudah terbukti mampu menjadi penyangga perekonomian masyarakat. Untuk itu, DPRD Provinsi Jateng berharap para pelaku UMKM dapat terus mengembangkan usahanya. Demikian disampaikan Anggota DPRD Provinsi Jateng Bambang Eko Purnomo dalam kegiatan ‘Sosialisasi Non-Perda’ dengan tema ‘Strategi Pengembangan UMKM Sejalan Peningkatan Daya Tarik Masyarakat guna Ketahanan Ekonomi, Sosial, & Budaya.’ Kegiatan itu dilaksanakan di Balai Desa Giritirto Kecamatan Karanggayam Kabupaten Kebumen, Senin (11/9/2023). Pada kesempatan itu, Bambang mengakui sektor UMKM terus merebak dari tahun ke tahun. Data binaan Diskop UKM Provinsi Jateng per 2019 awal menyebutkan, jumlah pelaku UMKM yang aktif sebanyak 142.738 unit usaha. “Dengan jumlah usaha sebanyak itu, semua pihak perlu memikirkan soal pengembangan dan pemberdayaannya agar UMKM tersebut dapat terus aktif,” kata Anggota Komisi C DPRD Provinsi Jateng itu. Diakuinya pula, saat menjalani usahanya, para pelaku kerap terkendala dengan permodalan dan persaingan usaha. Namun, ia meyakini pemerintah daerah terus berupaya melakukan pendampingan agar pelaku UMKM dapat bersaing dengan pemodal besar. “Banyak cara yang telah dilakukan pemerintah seperti pendampingan usaha era digital ke UMKM yang potensial dan mengkutsertakannya ke pameran usaha tingkat provinsi, nasional, dan bahkan internasional. Bagi pelaku UMKM sendiri, kita berharap dapat saling menjalin komunikasi antarusaha dan sejumlah pihak-pihak berkompeten agar usaha dapat terus dijalankan,” kata B.E.P, sapaannya, dihadapan warga desa. a berharap, dengan adanya pengembangan sektor UMKM, maka usaha warga dapat terus berjalan di tengah sulitnya perekonomian. Harapan besarnya, dengan semakin banyak UMKM, maka semakin tinggi pula semangat masyarakat menekan kemiskinan di daerahnya. “Kita harus sama-sama berupaya dan menjalin komunikasi agar UMKM dapat beroperasi dan bisa menemukan solusi atas kendala yang dihadapi. Dengan begitu, kita saling mendukung untuk kesejahteraan bersama pula,” tandasnya. (Adv)

Ketua DPRD Jateng Bagikan 146 Karung Kedelai

Ketua DPRD Jateng Bagikan 146 Karung Kedelai

KARANGANYAR – Ketua DPRD Jateng Sumanto memberikan bantuan kedelai kepada sejumlah warga di Karanganyar, Senin (11/9/2023). Sejauh ini harga bahan baku tempe di sejumlah distributor kedelai melonjak. Sebanyak 146 Karung kedelai diberikan. Masing-masing warga mendapatkan 50 kg. Penyaluran dilakukan di beberapa kelurahan/desa seperti Kelurahan Karanganyar, Desa Jatiyoso, Desa Jatipuro, Gondangrejo, Karang Pandan, Juamantono dan Jumapolo. Bantuan diberikan secara langsung maupun secara simbolik oleh Sumanto dengan perwakilan tiga warga dari Karanganyar. Acara yang sekaligus dilangsungkan kegiatan Sosialisasi dari DPRD Provinsi Jawa Tengah tersebut turut serta dihadiri oleh Kepala Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Kabupaten Karanganyar Siti Maisaroh. “Semoga kedelai ini dapat membantu bapak ibu dalam memproduksi tempe dan tahu, supaya harga kembali stabil meskipun masih masa kemarau,” ucap Ketua DPRD Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan, Siti Maisaroh menegaskan dan mewanti wanti untuk tetap menjaga kebersihan dalam memproduksi tempe. Dalam pengolahan kedelai dapat memicu tumbuhnya bakteri e- coli “bapak dan ibu, perlu diperhatikan betul proses pencucian kedelai saat mengolah menjadi tempe, tahu maupun olahan lainnya, karena itu dapat menimbulkan bakteri e- coli jika tidak di cuci dengan sangat bersih,” ujar Siti. (Adv)

Asal-usul Jenang Kudus, Konon Untuk Membangunkan Bocah Yang Mati Suri

Asal-usul Jenang Kudus, Konon Untuk Membangunkan Bocah Yang Mati Suri

Asal-usul jenang Kudus mungkin telah menjadi pertanyaan umum bagi siapa saja yang telah menikmati kelezatannya. Kuliner dengan rasa manis dan kenyal ini terbuat dari tepung, garam, santan kelapa yang dicampur dengan gula jawa. Maka tak heran jika Jenang Kudus menjadi salah satu oleh-oleh wajib untuk dibeli saat berkunjung ke Kabupaten Kudus dan sekitarnya. Jika menulusuri asal-usul Jenang Kudus, ternyata terdapat cerita yang cukup menarik. Seperti apa asal-usulnya? Asal-usul Jenang Kudus Menurut cerita rakyat yang berkembang, konon Sunan Kudus, Syekh Jangkung, Mbah Dempok Soponyono, dan cucunya sedang melakukan perjalanan. Saat itu, cucu Mbah Dempok terpeleset ke dalam sungai karena bermain-main dengan burung dara di tepi sungai yang kelak dikenal dengan nama Sungai Kaliputu. Anak malang itu akhirnya berhasil diselamatkan. Meski berhasil ditarik ke daratan, cucu Mbah Dempok ternyata diganggu oleh makhluk halus berambut api, yang biasa disebut Banaspati. Syekh Jangkung dan Sunan Kudus yang menyaksikan kejadian tersebut lantas menghampiri mereka. Setelah memeriksa kondisinya secara teliti, Sunan Kudus menyimpulkan bahwa si bocah tersebut telah meninggal dunia. Namun pendapat berbeda dikemukakan oleh Syekh Jangkung. Ia berpendapat bahwa anak itu hanya mati suri. Untuk membangunkan anak itu kembali, lantas ia meminta ibu-ibu untuk membuat bubur jenang gamping. Bubur itu nantinya diberikan kepada cucu Mbok Dempok yang sekarat. Setelah disuapi dengan bubur gamping yang berbahan dasar tepung beras, garam, dan santan kelapa tersebut akhirnya cucu Mbok Dempok hidup kembali. Mbah Dempok merasa sangat bahagia dan senang. Kemudian, saat itu juga Sunan Kudus berucap “Suk nek ono rejaning jaman wong Kaliputu uripe seko jenang” yang artinya “Suatu saat kelak sumber kehidupan warga Desa Kaliputu berasal dari usaha pembuatan jenang”. Dengan adanya cerita tersebut membuat wilayah Desa Kaliputu terus berkembang menjadi daerah dengan sentra produksi jenang dan telah berhasil menjadi inspirasi dari para ibu-ibu setempat untuk bekerja di sektor industri jenang hingga saat ini.