Kredit Macet di BPR BKK Demak Masih Tinggi
DEMAK – Angka Non-Performing Loans (NPL atau kredit macet) tinggi menjadi perhatian Komisi C DPRD Provinsi Jateng saat meninjau perkembangan BPR BKK Perseroda Demak, Selasa (7/3/2023). Dalam pertemuan tersebut terungkap bahwa angka NPL di BPR BKK Demak mencapai 11,24%, dimana rasio NPL ideal lembaga keuangan adalah dibawah 5%. Menanggapi pertanyaan Anggota Komisi C DPRD Provinsi Jateng mengenai tingginya NPL, Direktur utama BPR BKK perseroda Demak Sunoto menjelaskan NPL tinggi itu disebabkan relaksasi dampak Covid-19. Sebanyak Rp 8 miliar sudah macet dari sektor terdampak pandemi. “Sudah tidak memberikan relaksasi lagi dan tidak memperpanjang debitur karena sudah tidak prospek. Beberapa sektor yang berkontribusi adalah kontraktor, peternakan, pertanian, dan perdagangan. Semua ada jaminan, cuma kami belum berani mengeksekusi,” ungkapnya. Pihaknya telah mengantisipasi dengan mengandalkan dana cadangan sehingga tidak mempengaruhi laba tahun berjalan. Selain itu, ekspansi bisnis juga masih kurang karena persaingan sangat ketat. “Mengenai tingkat kesehatan, dengan menggunakan perhitungan panel, kita masih sehat dengan nilai kredit sebesar 94,6 persen. Dari berbagai rasio keuangan juga sangat aman persentase 34,68 persen. Modal inti 33,85 persen. Kualitas astra produktif agak tinggi di 7,22, kredit UMKM terhadap Angka Kredit 47 persen,” jelasnya. Menanggapi hal itu, Anggota Komisi C DPRD Provinsi Jateng Mustolih menyampaikan rasio NPL yang tinggi di BPR BKK Demak ternyata efek relaksasi dan bukan merupakan kondisi ekonomi masyarakat yang masih lemah. “Ternyata ekonomi masyarakat tumbuh tapi karena efek dari relaksasi covid menjadikan NPL masih tinggi. Kondisi sesungguhnya tidak seperti yang ada di dalam angka. Kondisi ekonomi masyarakat sudah bagus,” ungkap Anggota Fraksi PAN DPRD Jateng itu. Sementara, Kabag Perekonomian & SDA Kabupaten Demak Arif Sudaryanto berharap pemerintah provinsi bisa mendukung berkembangnya BUMD di Jateng, khususnya Kabupaten Demak. Sehingga, bisa menggerakkan perekonomian secara umum dan menggerakkan UMKM. “Selain itu, secara tidak langsung bisa menjadi andalan pendapatan daerah, mengingat anggaran dari pusat agak menurun,” ungkap Arif.