Jowonews

Logo Jowonews Brown

Beras Plastik Impor Muncul Karena Kesadaran Nanam Padi Kurang

Bupati Pati, HaryantoPati, Jowonews.com – Salah satu penyebab importir beras plastik import diam-diam menghampiri pasar beras tanah air adalah karena semakin sedikitnya generasi muda yang berminat dalam dunia pertanian.
“Kalau para pemuda ini gengsi nyebur ke sawah, terus orang tua mereka memilih menjual sawah, maka jangan kaget jika impor beras kita akan semakin meningkat”, keluh Bupati Pati Haryanto di Acara Sarasehan dengan Gapoktan Penerima Dana BLM Puap, di Desa Bremi Kecamatan Gembong, Kamis (21/5) kemarin.
Padahal, lanjut Haryanto, maraknya beras plastik yang menghampiri pasar beras lokal disinyalir merupakan hasil impor. “Itu dugaan kuat yang disampaikan oleh Menteri Pertanian”, imbuhnya.
Kepala Dispertanak Pati, Mochtar Effendi, lantas menambahkan bahwa keputusan pemerintah pusat untuk mengimpor beras biasanya dipengaruhi oleh beberapa hal. “Produksi hasil pertanian memang dipengaruhi banyak faktor, misalnya cuaca, kualitas bibit, dan wabah hama. Semuanya tidak mudah diprediksi. Karena itu, meski berbagai upaya sudah dilakukan petani maupun pemerintah, tetap ada kemungkinan hasilnya tidak sesuai dengan target. Kalau target tidak dicapai, ya bisa impor untuk menambah pasokan,” tuturnya.
Indonesia, imbuh Mochtar, terkadang  masih mengimpor beras, padahal produksi padi Indonesia mengalami surplus.
“Kita tak bisa tutup mata bahwa produksi padi setiap tahun juga kerap mengalami kenaikan namun di sisi lain kita juga harus sadar bahwa konsumsi beras masyarakat Indonesia juga  terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Jika tidak mengimpor, maka akan terjadi kenaikan harga beras dalam negeri yang tinggi sebab jumlah permintaan lebih tinggi dari jumlah persediaan beras dalam negeri. Meskipun di satu sisi, impor juga akan menghancurkan harga beras di tingkat petani karena harga mereka berpotensi dipermainkan oleh para tengkulak”, ujarnya panjang lebar.
Impor beras Indonesia secara historis, menurut Keepala Dispertanak,  memang lebih sering mengalami surplus, tetapi jumlah permintaan beras melebihi surplus tersebut. “Terbukti bahwa Indonesia sempat menempati urutan pertama negara konsumen beras terbesar”, imbuhnya.
Ia menambahkan, konsumsi beras Indonesia mencapai 102 kg/kepita/tahun. Tingkat konsumsi tersebut melebihi konsumsi beras negara Asia, seperti Korea yang hanya 60 kg/kapita/tahun, Jepang 50 kg/kapita/tahun, Tahiland 70 kg/kapita/tahun, dan Malaysia sebesar 80 kg/kapita/tahun. 
“Perbedaan ini tentu masih dapat dimaklumi karena memang Indonesia masih menjadikan beras sebagai bahan makanan pokok”, lanjutnya.
Untuk mengamankan pasokan beras dalam negeri agar harga tidak bergejolak, terang Mochtar, pemerintah pusat sudah menyatakan bahwa produksi gabah kering giling (GKG) tahun ini harus mencapai 78,34 juta ton atau naik 3,45 juta ton dibanding realisasi 2014. Adapun produksi beras harus mencapai 46,62 juta ton atau naik 2,22 juta ton dibanding produksi tahun lalu.
Sementara itu, berdasar sasaran produksi dari Kementerian Pertanian pada 2015, produksi GKG tahun ini diperkirakan sebanyak 73,40 juta ton, setara dengan 46,14 juta ton beras. Artinya, masih ada kekurangan sekitar 500 ribu ton beras dari target Kementerian Perdagangan.
“Nah jika tidak ada kemauan yang kuat dari generasi muda kita untuk memikirkan masa depan produksi pangan kita maka jangan salahkan petani jika ke depan beras plastic impor akan semakin mudah kita temui”, ujar Bupati.
Di akhir sarasehan Haryanto ingin agar pemuda pemudi Pati bisa tergugah untuk terjun ke sector ini. “Lahan di Pati luas buktinya hasil produksi pangan kita terbesar ke-3 se-Indonesia. Teknologi tepat guna yang meringankan pekerjaan bercocok tanam juga sudah banyak. Jadi buat apa lagi gengsi,” pungkas Haryanto. (JN04)
BACA JUGA  Gelar Selamatan Jelang Panen

Simak Informasi lainnya dengan mengikuti Channel Jowonews di Google News

Bagikan berita ini jika menurutmu bermanfaat!

Baca juga berita lainnya...