Jowonews

Logo Jowonews Brown

Catatan Akhir Tahun – Buruh Yang (Akan) Terus Melawan !

JAKARTA, Jowonews.com – Tahun 2015 bisa dikatakan tahun perjuangan buruh di Indonesia, melihat dari frekuensi seringnya pekerja melakukan unjuk rasa baik di tingkat lokal hingga ke nasional.

Sepanjang tahun tersebut, menurut catatan Antara yang dihimpun dari berbagai sumber, hanya pada bulan Maret, April, Juni, Agustus dan November, Indonesia adem ayem dari kerumunan massa buruh yang dalam aksi nasional, membawa beberapa tuntutan, seperti menolak swastanisasi BUMN, melawan penjajahan gaya baru, menolak upah murah, menolak kenaikan harga, menuntut penghapusan sistem alih daya (outsourcing) dan meminta negara menjamin kesehatan bagi seluruh rakyat.

Gelombang perlawanan buruh sendiri dimulai sejak akhir Januari 2015, dengan mengadakan demonstrasi di wilayah Jabodetabek.

Aksi ini, seperti juga aksi-aksi lain selanjutnya, dimotori oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), sebuah organisasi buruh yang membawahi sembilan federasi dan mengklaim memiliki jumlah anggota aktif sebanyak 1,8 juta orang di seluruh Indonesia.

Pada Februari 2015, salah satu federasi di bawah KSPI yaitu Forum Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) melakukan demonstrasi di Bundaran Hotel Indonesia demi menuntut perhatian pemerintah terkait nasib buruh.

Aksi buruh dengan jumlah yang cukup besar terjadi pada 1 Mei 2015, tepat pada Hari Buruh Internasional, yang berkekuatan ratusan ribu orang pekerja, berasal dari berbagai elemen buruh seperti Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Serikat Pekerja Nasional (SPN), KSPI dan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI).

Selanjutnya, pada Juli 2015, buruh kembali berunjuk rasa di Jakarta untuk menolak Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun, yang mulai berlaku pada 1 Juli 2015.

Buruh mengkritik besaran jaminan pensiun yang tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun, yang hanya tiga persen dari gaji perbulan.

Padahal, seperti kata Sekjen KSPI Muhammad Rusdi, Singapura memberlakukan iuran pensiun wajib 33 persen, Tiongkok 28 persen, Vietnam 25 persen dan Malaysia 23 persen, di mana sebagian besar ditanggung oleh perusahaan.

BACA JUGA  UMK Kudus 2016 Belum Disepakati Apindo dan SPSI

Selain itu, besaran uang pensiun bagi karyawan swata, setelah 15 tahun, adalah 15-40 persen dari gaji terakhir perbulan ketika aktif bekerja.

“Jadi misalnya gaji terakhir Rp3.000.000, maka besaran uang pensiun hanya Rp450.000 perbulan,” tutur Rusdi.

Aksi September dan PP Pengupahan Pada akhir Agustus 2015, Indonesia sempat dihebohkan dengan rencana unjuk rasa besar-besaran para buruh pada awal September, serentak di beberapa provinsi di Indonesia.

Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Badrodin Haiti mengatakan pihaknya mempersiapkan sekitar 11.000 personel untuk mengamankan jalannya unjuk rasa, hanya di Jakarta saja.

Melihat masifnya jumlah buruh yang melakukan aksi, pemerintah setuju menemui perwakilan para pekerja. Tidak tanggung-tanggung, ada tiga menteri yang bersedia untuk berdialog, yaitu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Pandjaitan, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri dan Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek.

Sementara para pekerja diwakili oleh beberapa pimpinan organisasi buruh seperti Presiden KSPI Said Iqbal, Presiden KSPSI Andi Gani dan Pimpinan KSBSI Mudhofir.

Salah satu kesepakatan dalam dialog tersebut adalah pemerintah memastikan akan ada kenaikan upah buruh setiap tahun, tetapi akan dipastikan setelah berdiskusi lebih lanjut dengan para pemangku kepentingan dunia usaha.

Pemerintah berusaha membuat kenaikan upah buruh lebih mudah diprediksi, kata Menaker Hanif Dhakiri.

Tindak lanjut dari hal itu, pemerintah pada tanggal 23 Oktober 2015 mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, sebagai penerapan dari Paket Kebijakan Ekonomi Jilid IV yang diumumkan pertengahan Oktober 2015.

Di dalam kebijakan tersebut, formula upah minimum akan memperhitungkan persentase inflasi dan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB).

Formula kenaikan upah itu dihitung dengan rumus “upah minimum yang baru = upah minimum saat ini + {upah minimum x (persentase inflasi + persentase pertumbuhan produk domestik bruto yang sedang berjalan)}”.

BACA JUGA  YLKI Nilai Larangan Ojek Sudah Sangat Terlambat

Terus Melawan PP Pengupahan kemudian menjadi “sasaran tembak” buruh. Sekitar seminggu setelah PP itu dikeluarkan, tepatnya pada 30 Oktober 2015, pekerja melakukan unjuk rasa di depan Istana Kepresidenan dan berakhir dengan kericuhan.

Aksi yang awalnya damai tersebut berubah rusuh setelah buruh menolak membubarkan diri dan adanya tindakan represif dari pihak kepolisian.

Dalam kejadian tersebut, Polda Metro Jaya menangkap 23 pegiat buruh dan menetapkan salah satu pemimpin buruh, Sekjen KSPI Muhammad Rusdi sebagai tersangka karena tidak mengindahkan perintah dari pihak kepolisian.

Insiden ini membuat gejolak perlawanan buruh semakin menggelegak dan mengadakan unjuk rasa nasional selama empat hari pada 24-27 November 2015 di seluruh Indonesia.

Aksi ini dilakukan oleh Koalisi Anti Utang-Gerakan Buruh Indonesia (KAU-GBI), aliansi beberapa organisasi pekerja yaitu KSPI, KSBSI, KSPSI pimpinan Andi Gani, KPBI, KASBI, FSPASI, SBSI 1992, Gaspermindo, GOBSI dan GSBI.

Buruh pun telah mengajukan ‘judicial review’ PP 78/2015 ke MA pada minggu kedua Desember 2015, dan mengajukan tuntutan mencabut pasal 44 ayat 2 PP No 78/2015 yang menyatakan formula kenaikan upah minimum hanya mempertimbangkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Inilah yang akan terus diperjuangkan buruh pada tahun 2016.

“Gerakan buruh akan semakin menguat untuk menolak PP Nomor 78 tentang Pengupahan. Kami akan terus mengawal peninjauan kembali (judicial review) PP tersebut yang sudah kami ajukan ke Mahkamah Agung,” kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal.

Buruh meminta kenaikan upah tetap berdasarkan pada Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan karena melibatkan buruh dalam penentuan besaran upah.

“PP pengupahan telah memukul daya beli buruh dan masyarakat,” ujar Iqbal.   (Jn16/ant)

Simak Informasi lainnya dengan mengikuti Channel Jowonews di Google News

Bagikan berita ini jika menurutmu bermanfaat!

Baca juga berita lainnya...