Semarang, Jowonews.com – Semenjak kebakaran yang terjadi di Pasar Johar beberapa waktu lalu, hal itu berdampak kepada kemeriahan dugderan tahun ini akan ditiadakan oleh Pemkot Semarang. Menanggapi Hal ini Ketua Komunitas Sejarah Semarang, Rukardi menganggap sebagai hal yang wajar.
“Hal tersebut wajar, karena saat ini semua pedagang pasar johar sedang berduka” kata Rukardi, baru-baru ini.
Menurut Rukardi, kemeriahan yang ada pada ritual dugderan tidak cocok dilaksanakan disaat kondisi pedagang di Pasar Johar pasca kebakaran sampai sekarang belum tertata dengan baik.Meski demikian, Rukardi tidak sepakat jika dugderan dihilangkan sepenuhnya.
“Kemeriahan bisa dihilangkan, tapi acara halaqah ulama di Masjid Kauman masih perlu dipertahankan sebagai esensi dari acara dugderan,” terang Rukardi.
Halaqah Ulama di Masjid Kauman dijelaskan Rukardi merupakan prosesi pembahasan penentuan awal bulan Ramadhan. Biasanya awal ramadhan akan ditandai dengan pemukulan bedhug.
Pada awalnya, Dugderan terjadi pada tahun 1881 dibawah Pemerintahan Bupati Semarang RMTA Purbaningrat. Beliaulah yang pertama kali memberanikan diri menentukan mulainya hari puasa dengan Bedug Masjid Agung dan Maeriam di halaman Kabupaten dibunyikan masing-masing tiga kali.
“Setelah itu dilakukan arak-arakan dari Kanjengan sampai masjid kauman yang jaraknya 200 meter” tutur Rukardi.
Namun melihat kondisi saat ini, Rukardi menilai lebih baik Dugderan disederhanakan. “Dengan begitu, warga kota Semarang tidak akan pernah kehilangan nilai sejarah dari Dhugderan itu sendiri” pungkas Rukardi. (JN13)