Jowonews

Logo Jowonews Brown

Lindungi TKI, DPRD Jateng Sosialisasikan Zero PRT

SEMARANG, Jowonews.com– Raperda tentang Perlindungan TKI yang tengah digodog DPRD Jateng ditindaklanjuti dengan sosialisasi zero TKI PRT di semua stakeholder. Kendati diistilahkan dengan ”zero” bukan berarti Indonesia tidak akan mengirimkan sama sekali TKI di sektor rumah tangga sebagai pembantu rumah tangga (PRT). Akan tetapi, zero TKI tersebut bertujuan agar tenga kerja di sektor rumah tangga terjamin dan terlindungi.

Hal itu disampaikan Anggota Komisi E DPRD Yudi Indras dalam dialog prime topic bertema Hadir juga dalam diskusi tersebut Kepala Badan Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Jateng AB Rahman, dan Kepala Seksi Pengawasan dan Pelindungan Hukum Tenaga Kerja Dalam dan Luar Negeri Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jateng Eri Dyah Nurhidayah.

Politisi dari Partai Gerindra tersebut mengatakan, Zero PRT bukan berarti Indonesia akan menghentikan pengiriman TKI sektor rumah tangga ke luar negeri. Akan tetapi, pengiriman TKI sektor informal termasuk PRT akan melalui standarisasi dengan keterampilan dan pengelompokan pekerjaan. Dengan demikian, PRT akan memiliki spesifikasi keterampilan termasuk mendapatkan hak cuti dan libur.

”Walaupun mereka sebagian ada yang tidak lulus SMP, tetapi memiliki keahlian misal koki, mereka akan masuk dalam pengelompokan kerja dan memiliki standar gaji sesuai keahlian,” tambahnya.
Dia berharap, pemerintah akan lebih memberikan perhatian terhadap TKI, termasuk pendampingan hukum kepada TKI yang terkena masalah di negara tujuan. Pasalnya, penegakan hukum terhadap TKI berkaitan dengan hukum di negara yang bersangkutan. Sebagai bentuk perlindungan, TKI mendapatkan materi hukum sebelum mereka berangkat.

Sedangkan Eri mengemukakan, angka TKI asal Jateng yang bekerja di sektor formal mencapai 152.736 dan informal 123.342. Menurutnya, ada kecenderungan minat di sektor informal makin menurun. Menurutnya, adanya TKI ilegal dimungkinkan angka kemiskinan yang tinggi sehingga mendorong tenaga kerja lari ke luar negeri. Selain itu, adanya kesenjangan dalam lapangan kerja dengan angkatan kerja yang menciptakan pengangguran di dalam negeri.

BACA JUGA  Kasus Mafia Pupuk, Gudang Sebelumnya Selep Padi

”Padahal, banyak perusahaan garmen yang membutuhkan tenaga kerja, banyak pengangguran yang tercipta dari kesenjangan antara lapangan kerja dengan angkatan kerja itu sendiri,” katanya.
Terkait perlindungan tenaga kerja, kata dia, para TKI sebaiknya melindungi diri mereka dengan dokumen, kesehatan, dan kompetensi. Selain itu, keluarga dan aparat desa juga harus memiliki dokumentasi apabila ada anggota mereka yang bekerja di luar negeri.

”Aparat desa menjadi garda terdepan, karena itu sebaiknya mereka juga menyimpan dokumen administratif sehingga ada salinan yang bisa disimpan saat terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada anggota keluarganya,” katanya.

Sementara itu, AB Rahman menyampaikan pada tahun 2016, terdapat sekitar 160 kasus dan pihaknya telah menyelesaikan 120 kasus. Persoalan tersebut paling banyak didominasi terkait konflik biaya, dan job yang tidak sesuai. Namun demikian, sejak ada program KUR, pembiayaan TKI saat ini menggunakan proyek pembiayaan dengan bank sebesar 9 persen. Jika sebelumnya pembiayaan melalui lembaga di luar negeri dengan bunga 46 persen, program KUR tersebut sangat membantu TKI. ”Ke depan pembiayaan akan kita gratiskan, saat ini dari sekitar 120 – 125 ribu TKI, hampir 50 ribu tidak tercatat alias ilegal. Dengan pembiayaan yang gratis dimungkinkan 80 persen TKI akan menjadi legal,” katanya. (adv-Jn01)

Simak Informasi lainnya dengan mengikuti Channel Jowonews di Google News

Bagikan berita ini jika menurutmu bermanfaat!

Baca juga berita lainnya...