Jowonews

Logo Jowonews Brown

Kabar Ndeso

Pembangunan PLTU Batang di Lahan Pertanian Produktif Langgar Hukum

Semarangpltu, Jowonews.com – Sejumlah warga dari Kabupaten Batang yang terdiri dari ibu-ibu dan bapak-bapak melakukan aksi didepan kantor gubernuran Jawa Tengah Jl. Pahlawan 9 Semarang, siang ini (6/7). Aksi tersebut digelar karena protes warga terhadap pembangunan menolak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di wilayahnya.

Mereka menggelar aksi teatrikal berupa tarian jathilan lengkap dengan orang kesurupan sebagai simbol perlawanan terhadap pihak-pihak dalam pembangunan tersebut. “Teatrikal tersebut merupakan simbol dari perlawanan kita terhadap pihak-pihak pemaksa, yaitu pihak pembangunan PLTU.” ujar salah seorang pelaku teatrikal dari Komunitas Angka Rumput Salatiga.

Dengan menenteng sepanduk bertuliskan ‘Tolak PLTU Batang, Sawah Kami Kehidupan Kami’ pengunjuk rasa yang didominasi nelayan dan petani itu berjalan bersama-sama dari Taman KB menuju kantor Gubernur, sekira pukul 11.00.
Mereka akan memberikan surat somasi kepada Gubernur untuk mencabut surat keputusan Gubernur nomor 590/35 tahun 2015 tentang persetujuan penetapan lokasi pengadaan tanah sisa lahan seluas 12, sekian hektar pembangunan PLTU di Kabupaten Batang.“Gubernur Ganjar harus mencabut keputusan tersebut. Pembangunan PLTU jelas akan menghilangkan mata pencaharian nelayan dan petani, Jika memang dalam waktu 3 hari tidak ada jawaban, maka akan dilanjutkan kemeja hijau,” kata Karomat, salah seorang pengunjuk rasa melalui pengeras suara. 

Dikatakan Karomat, Keputusan Gubernur  No 590/35 tahun 2015 itu sangat merugikan para petani. Sebab, jika PLTU tetap dibangun, bisa dipastikan ada puluhan petani pemilik lahan yang akan kehilangan mata pencahariannya.“Kami menolak keras atas rencana pembangunan PLTU yang rencananya dilakukan di lahan pertanian kami. Pembangunan tersebut akan mengancam kelangsungan hidup kami,” serunya

Para petani dan nelayan merasa bahwa proyek tersebut dianggap melanggar hukum dan khawatirkan akan mengancam mata pencaharian mereka.
Sementara, koordinator aksi, Desriko mengatakan, terbitnya SK Gubernur tersebut telah secara nyata melanggar hukum yang ada di Indonesia. Pasalnya, Gubernur yang menetapkan lokasi pengadaan lahan untuk pembangunan PLTU di atas lahan milik masyarakat tanpa terlebih dahulu melakukan sosialisasisebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum.“Pengadaan tanah tersebut hanya dapat dilakukan atas proyek yang direncanakan pemerintah sendiri. Oleh karena itu Gubernur tidak bisa mengeluarkan kebijakan penetapan lokasi pengadaan lahan untuk kepentingan umum yang akan digunakan PT BPI (Bhimasena Power Indonesia). Itu jelas melanggar hukum,” tandas Desriko.

Tak hanya itu, dalam pengupayaan pembangunan yang dilakukan oleh PT BPI (Bhimasena Power Indonesia) juga melanggar HAM. Menurut Pak Cahyadi (50) salah satu petani berkomentar jika perlakuan para pihak pembangunan melanggar HAM.
“Saya sempat dipenjara 7 bulan karena saya tidak mau menjual tanah tersebut. Didalam penjara pun, saya masih dipaksa untuk menjual tanah saya oleh pihak PT BPI, polisi, bahkan pemerintahan. Waktu saya keuar dari tahanan, tanah saya tiba-tiba ada tanggulnya. Padahal itu tanah yang biasa saya garap,”ujarnya dengan nada jengkel. (JN14)
BACA JUGA  PLTU Batang, Pemerintah Gunakan Konsinyasi

Simak Informasi lainnya dengan mengikuti Channel Jowonews di Google News

Bagikan berita ini jika menurutmu bermanfaat!

Baca juga berita lainnya...