SEMARANG – Genangan rob merupakan hal yang akrab dengan warga Tambaklorok, Kota Semarang. Sudah seminggu terakhir ini banjir rob menggenangi wilayah tersebut dan mengganggu aktivitas warga. Rob yang kembali menggenangi kawasan pemukiman nelayan di Kelurahan Tanjung Emas, Kecamatan Semarang Utara itu telah membuat para warga harus rela susah payah melalui genangan untuk berangkat bekerja ataupun mengantar sang anak ke sekolah. Diantaranya dialami Solekah (38) adalah warga Kampung Tambaklorok yang rumahnya selalu tergenang rob pada setiap bulannya. Ibu dua anak tersebut harus melakukan aktivitas di tengah genangan rob sejak pagi hingga surut menjelang malam. Baru-baru ini, Solekah dapat menghela napas dengan adanya transportasi sepeda motor roda tiga milik warga setempat yang mengangkut anaknya untuk berangkat ke sekolah. “Tetapi, kalau yang tak punya uang mereka digendong orang tuanya,” kata Solekah saat ditemui di rumahnya, Senin (15/8). Tak hanya itu saja, warga yang rumahnya masih rendah harus menitipkan barang-barang berharga ke rumah tetangga yang sudah ditinggikan. “Biar aman, jangan dipaksa melintas nanti cepat rusak,” tuturnya, dikutip dari JPNN Jateng, Senin (15/8/2022). Ia mengungkapkan selama seminggu terakhir, air pasang selalu datang tiap pagi dan surut menjelang malam hari. Namun, kadang bisa bertahan dari pagi hingga sore hari. “Jadi memang tidak bisa ditebak datangnya air rob,” ujarnya. Tak jauh dari rumah Solekah, terdapat seorang ibu yang tengah menggendong bayi di depan gang masuk Kampung Tambaklorok. Langkahnya terhenti setelah melihat rob menggenangi jalan kampung yang sulit dilalui sepeda motor, dan licin bila tak hati-hati. Sumiyatun namanya, ibu berusia 47 tahun itu hendak membawa bayinya yang baru dua bulan ke panti pijat. Namun, dirinya mengurungkan niat karena kondisi rob.“Airnya bisa sampai satu meter, saya tidak berani,” kata Sumiyatun warga Kecamatan Genuk, Kota Semarang. Sudah kesekian kalinya Sumiyatun gagal mendatangi panti pijat tersebut. Terbesit dibenaknya menaiki perahu untuk dapat memijatkan bayinya. “Selalu gagal karena rob, hari ini airnya lebih tinggi,” tuturnya. Meskipun selalu dilanda rob, bahkan telah berpuluh tahun, masih banyak warga Kampung Tambaklorok tidak bisa meninggalkan tempat tinggalnya. Hanya segelintir yang dapat meninggalkan kawasan timur Pelabuhan Tanjung Emas Kota Semarang tersebut dengan menyewa atau membeli rumah di daerah yang lebih tinggi.“Ada 80 KK di enam RT, sekitar 40 rumah yang terendam,” kata Ketua RW 16 Kelurahan Tanjung Emas Slamet Riyadi. Mayoritas penduduk yang merupakan nelayan menjadi alasan utama para warga tetap mendiami rumah mereka walau harus dalam genangan rob. “Kami terus berusaha dengan swadaya, kemarin kami tinggikan jalan tanpa bantuan pemerintah,” ujarnya.Slamet tak tahu harus mengadu kepada siapa. Pasalnya, proposal warga untuk mendapatkan bantuan telah lama disampaikan ke pemerintah. Satu di antara usulan yaitu pembuatan atau pembangunan tanggul laut yang masih belum selesai hingga sekarang ini. Keresahan akan rob tersebut harus dibayar dengan uang milik pribadi. “Tiap RT membeli tanah satu dumptruck, sambil menunggu bantuan dari pemerintah,” tuturnya. Slamet merinci biaya yang dikeluarkan untuk mendatangkan tiap satu dumptruck berisi tanah uruk sebesar Rp 550 ribu. Total ada 20 dumptruck yang didatangkan oleh warga. “Itu warga sendiri yang membongkar, kalau tidak harus keluar uang Rp 450 ribu tiap dumptruck,” kata Slamet.Berdasarkan data yang dihimpun dari Stasiun Meteorologi Maritim Tanjung Emas Semarang, pesisir Semarang dan Kabupaten Demak dilanda air pasang sejak Rabu (10/8) hingga Selasa (16/8). Foto: Doc JPNN Jateng/Wisnu Indra Kusuma