MAGELANG – Bulan Ramadan telah tiba, dan bersamanya, aroma makanan khas dan tradisional mulai menguar di seluruh negeri. Salah satu yang menarik perhatian adalah jemunak, jajanan istimewa yang melambangkan kelezatan dan kehangatan di bulan suci ini. Jemunak, kudapan khas Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, telah menjadi ikon kekayaan kuliner daerah. Jika Anda penasaran dengan cita rasa jemunak, tak perlu khawatir. Anda bisa menemukannya di Desa Gunungpring, kurang lebih 16 kilometer dari Alun-alun Kota Magelang. Di sini, para warga dengan senang hati menyajikan jemunak sebagai bagian dari tradisi ramadan yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Jadi, bagaimana sebenarnya rahasia dari jemunak ini? Jemunak terbuat dari bahan utama singkong, dicampur dengan beras ketan, gula merah, dan kelapa. Proses pembuatannya pun tidak terlalu sulit. Para pembuat jemunak, seperti Poningsih dari Dusun Karaharjan, Gunungpring, telah mewarisi tradisi ini dari generasi ke generasi. Menurut Poningsih, jemunak memiliki makna yang dalam. Aslinya, jemunak adalah singkatan dari ‘ketemu kepenak’, yang berarti merasakan kenikmatan saat menikmati makanan ini. Jadi, tak heran jika jemunak hanya diproduksi khusus di bulan Ramadan sebagai bagian dari kekayaan budaya dan tradisi lokal. Poningsih biasanya memulai proses pembuatan jemunak di pagi hari. Singkong dan beras ketan dikupas, dicuci, dan dikukus hingga matang. Setelah itu, keduanya dicampur dan ditumbuk hingga halus, kemudian diberi tambahan parutan kelapa dan kinco sebelum dibungkus dengan daun pisang. Setiap harinya, Poningsih bisa menggunakan sekitar 25 kilogram singkong dan 5 kilogram beras ketan untuk membuat jemunak. Tak heran jika kudapan ini selalu dinanti-nantikan oleh warga setempat, seperti yang diungkapkan oleh Wuryaningsih, seorang pelanggan setia jemunak. Dengan harga Rp3 ribu per biji, jemunak menjadi pilihan favorit untuk berbuka puasa. Rasanya yang manis dan gurih membuatnya cocok untuk mengakhiri puasa seharian.