Jowonews

Gembus Cilacap, Cemilan Tradisional yang Tak Lekang Waktu

Gembus Cilacap

Gembus, cemilan tradisional khas Cilacap, terbuat dari singkong dan memiliki rasa gurih yang unik. Meskipun banyak camilan modern, gembus tetap menjadi favorit masyarakat setempat. Pedagang gembus di Desa Kalisabuk masih mempertahankan cara pembuatan tradisional, menjadikannya pilihan wajib bagi pengunjung.

Deretan Kue Lebaran Khas Belanda Yang Bikin Ngiler

Kue lebaran Khas Belanda

SEMARANG – Lebaran memang selalu seru dengan parade kue-kue kering yang bikin ngiler. Beda dari kue basah, kudapan berupa kukis ini bikin nggak bisa berhenti ngemil, terutama yang terbuat dengan resep premium. Yang paling ditunggu-tunggu selama Lebaran pasti nastar dan kastengel, dua kue khas Belanda yang bikin lidah bergoyang. Tapi, jangan salah, masih ada banyak lagi kue-kue kering dari negeri kincir angin yang enggak kalah menarik, lho! Mau tahu kue-kue khas Belanda yang bisa kamu hadirkan di meja Lebaran? Simak yuk rekomendasinya dari insanelygoodrecipes berikut! Stroopwafel Siapa yang nggak kenal dengan stroopwafel? Kue ini terdiri dari dua lembar kue tipis dengan lapisan sirup karamel di tengahnya. Sensasinya baru terasa saat stroopwafel diletakkan di atas cangkir teh atau kopi, bikin nikmatnya nambah! Speculaas Kalau kamu suka aroma rempah yang khas, speculaas adalah pilihan yang tepat. Kue rempah dari Belanda ini wangi dengan campuran kayu manis, cengkeh, dan jahe. Selain enak, bentuknya pun lucu-lucu! Jan Hagel Jan Hagel adalah kue yang cocok untuk pecinta kayu manis. Terbuat dari campuran mentega, gula, dan taburan almond di atasnya, bikin ngiler setiap kali lewat meja. Banketstaaf Ingin variasi yang lebih berat? Coba banketstaaf, kue dengan adonan pasta almond di dalam kulit pastry yang renyah. Potong kecil-kecil dan siapkan untuk cemilan Lebaran yang menggugah selera. Pepernoten Kruidnoten atau pepernoten adalah kue tradisional Belanda yang wajib ada saat perayaan Sinterklas. Dengan campuran rempah-rempah yang khas, kue ini bikin suasana Lebaran semakin meriah!

Menikmati Kelezatan Jenang Kapuronto yang Hanya Tersedia pada Hari Jadi Klaten

Jenang Kapuronto

KLATEN – Ada banyak alasan yang membuat Makam Sunan Pandanaran di Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah selalu ramai dikunjungi oleh peziarah. Salah satunya adalah keberadaan kuliner yang tidak bisa ditemukan di tempat lain, yaitu jenang kapuronto. Jenang kapuronto adalah kudapan khas yang hanya tersedia saat perayaan Hari Jadi Klaten yang dirayakan setiap 28 Juli. Kudapan ini memiliki kesamaan dengan wajik, namun ditaburi dengan parutan kelapa sangrai. Biasanya, jenang kapuronto disajikan bersamaan dengan hidangan khas perayaan seperti tumpeng nasi putih, ketupat, ayam ingkung, sambal goreng, dan kerupuk. Yang menarik, jenang kapuronto tidak dijual secara komersial karena hanya disajikan untuk keperluan perayaan tersebut. Kudapan ini baru boleh dinikmati oleh siapa pun setelah acara doa bersama selesai. Menurut Juru Kunci Makam Sunan Pandanaran, Sugiyanto, jenang kapuronto disajikan sebagai ungkapan syukur atas doa-doa yang terkabul. Jenang ini dibagikan kepada masyarakat sekitar kompleks makam Sunan Pandanaran sebagai bentuk penghormatan. Proses memasak jenang kapuronto tidak terlalu rumit. Bahan-bahannya mudah didapatkan, yaitu beras ketan, gula jawa, dan santan kelapa. Berikut adalah langkah-langkah dalam memasak jenang kapuronto: Jenang kapuronto kabarnya merupakan salah satu warisan dari Sunan Pandanaran atau Ki Ageng Pandanaran, yang pernah menjabat sebagai Adipati Semarang. Beliau meninggalkan jabatan tersebut atas saran dari Sunan Kalijaga untuk menyebarkan agama Islam di wilayah Bayat dan sekitarnya. Tradisi mengolah jenang kapuronto tetap dilestarikan sebagai penghormatan kepada Sunan Pandanaran. Meskipun tidak dijual untuk keuntungan pribadi, kudapan ini tetap disajikan pada momen-momen tertentu, seperti Hari Jadi Klaten.

Jemunak, Kelezatan Singkong Berbalut Tradisi Ramadan di Gunungpring Magelang

Jemunak, Kelezatan Singkong Berbalut Tradisi Ramadan di Gunungpring Magelang

MAGELANG – Bulan Ramadan telah tiba, dan bersamanya, aroma makanan khas dan tradisional mulai menguar di seluruh negeri. Salah satu yang menarik perhatian adalah jemunak, jajanan istimewa yang melambangkan kelezatan dan kehangatan di bulan suci ini. Jemunak, kudapan khas Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, telah menjadi ikon kekayaan kuliner daerah. Jika Anda penasaran dengan cita rasa jemunak, tak perlu khawatir. Anda bisa menemukannya di Desa Gunungpring, kurang lebih 16 kilometer dari Alun-alun Kota Magelang. Di sini, para warga dengan senang hati menyajikan jemunak sebagai bagian dari tradisi ramadan yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Jadi, bagaimana sebenarnya rahasia dari jemunak ini? Jemunak terbuat dari bahan utama singkong, dicampur dengan beras ketan, gula merah, dan kelapa. Proses pembuatannya pun tidak terlalu sulit. Para pembuat jemunak, seperti Poningsih dari Dusun Karaharjan, Gunungpring, telah mewarisi tradisi ini dari generasi ke generasi. Menurut Poningsih, jemunak memiliki makna yang dalam. Aslinya, jemunak adalah singkatan dari ‘ketemu kepenak’, yang berarti merasakan kenikmatan saat menikmati makanan ini. Jadi, tak heran jika jemunak hanya diproduksi khusus di bulan Ramadan sebagai bagian dari kekayaan budaya dan tradisi lokal. Poningsih biasanya memulai proses pembuatan jemunak di pagi hari. Singkong dan beras ketan dikupas, dicuci, dan dikukus hingga matang. Setelah itu, keduanya dicampur dan ditumbuk hingga halus, kemudian diberi tambahan parutan kelapa dan kinco sebelum dibungkus dengan daun pisang. Setiap harinya, Poningsih bisa menggunakan sekitar 25 kilogram singkong dan 5 kilogram beras ketan untuk membuat jemunak. Tak heran jika kudapan ini selalu dinanti-nantikan oleh warga setempat, seperti yang diungkapkan oleh Wuryaningsih, seorang pelanggan setia jemunak. Dengan harga Rp3 ribu per biji, jemunak menjadi pilihan favorit untuk berbuka puasa. Rasanya yang manis dan gurih membuatnya cocok untuk mengakhiri puasa seharian.

Es Dawet Telasih Bu Dermi, Pelepas Dahaga yang Legendaris di Pasar Gede Solo

Es Dawet Telasih Bu Dermi, Pelepas Dahaga yang Legendaris di Pasar Gede Solo

SURAKARTA – Menjelang berbuka puasa, kehadiran minuman dingin yang segar dan manis selalu dinanti. Salah satu pilihan yang tidak pernah lekang dari ingatan adalah es dawet telasih bu Dermi, yang menjadi primadona di pasar Gede Kota Solo. Di balik namanya yang terdengar sederhana, es dawet ini menyimpan cita rasa yang luar biasa. Satu mangkok es dawet ini menjadi paduan sempurna dari beragam bahan, termasuk cendol, bubur sumsum, ketan hitam, tape, dan biji selasih. Semuanya disiram dengan kuah santan yang kaya rasa, yang ditambahi dengan pemanis alami. Tak heran jika setiap tegukan menghadirkan kenikmatan yang tak terlupakan. Es dawet telasih bu Dermi telah menjelma menjadi legenda kuliner yang dikenal oleh banyak kalangan. Bagi mereka yang menginginkan sentuhan gurih dan kesegaran dalam satu sajian, es dawet ini adalah pilihan yang tepat. Dan yang menarik, meskipun memiliki cita rasa yang istimewa, harganya tetap terjangkau bagi semua kalangan. Untuk menikmati satu porsi es dawet telasih bu Dermi, pembeli hanya perlu merogoh kocek sebesar Rp11,000 hingga Rp12,000. Selama bulan Ramadan, sajian ini selalu menjadi favorit sebagai pembuka berbuka puasa. Kehadirannya bukan hanya sekadar minuman, melainkan juga sebagai penyejuk hati dan pelepas dahaga setelah seharian menahan lapar dan haus. Es dawet telasih bu Dermi, tak hanya sekadar minuman, tapi juga sebuah warisan rasa yang tiada duanya.

Menguak Misteri Tiga Ceret di Angkringan

Menguak Misteri Tiga Ceret di Angkringan

SEMARANG – Angkringan, tempat yang tak pernah sepi dari cerita dan kelezatan. Sebuah warung kaki lima yang kerap menjadi tempat berkumpul, berbagi cerita, dan menikmati sajian lezat dengan harga terjangkau. Namun, pernahkah terbersit di benakmu, mengapa hanya ada tiga ceret di setiap angkringan yang kamu kunjungi? Jika biasanya angkringan adalah tempat yang pas untuk melepas penat, mengobrol santai, atau sekadar menikmati makanan ringan, maka kali ini kita akan mengulik sedikit lebih dalam, bukan hanya soal suasana sosialnya, tetapi juga alasan di balik kehadiran tiga ceret itu. Ceret pertama biasanya diisi dengan air teh. Ya, minuman yang tak pernah absen dari meja makan orang Indonesia. Teh hangat atau es teh, sesuai selera pembeli. Kehadirannya menjadi wajib, menemani berbagai hidangan yang disajikan. Selanjutnya, ceret kedua adalah tempat bagi air jahe. Minuman khas angkringan ini cocok untuk menghangatkan tubuh, terutama saat malam tiba atau udara sedang dingin. Jahe hangat atau susu jahe menjadi pilihan yang tepat bagi pengunjung yang ingin menikmati suasana lebih lama. Sementara itu, ceret terakhir diperuntukkan bagi air putih. Campuran yang pas untuk menyelaraskan kepekatan minuman atau sebagai tambahan bagi minuman lain seperti susu atau kopi instan. Tidak hanya itu, penempatan ceret-ceret tersebut berdekatan juga memiliki alasan tersendiri. Selain untuk memudahkan dalam pengelolaan dan penggunaan air, hal ini juga memastikan air tetap dalam kondisi hangat, sesuai kebutuhan pembeli. Jadi, sudah terungkap alasan di balik tiga ceret di angkringan kesayanganmu, Sebelum kita berpindah ke topik lain, bagikan juga pengalamanmu di angkringan. Minuman apa yang biasanya menjadi pilihanmu?

Nasi Goreng Babat Pak Karmin, Sensasi Kelezatan Kuliner Legendaris di Kota Semarang

Nasi Goreng Babat Pak Karmin, Sensasi Kelezatan Kuliner Legendaris di Kota Semarang

SEMARANG – Siapa yang tak kenal dengan Nasi Goreng Babat Pak Karmin Mberok? Kunjungan Anda ke Semarang akan terasa kurang lengkap tanpa menyempatkan diri menikmati sajian lezat dari warung yang telah menjadi legenda ini. Mengapa begitu istimewa? Selain kelezatan rasanya yang unik, warung ini juga telah mengakar kuat dalam sejarah kuliner kota ini. Sudah hampir lima dekade lamanya Sukarmin, atau yang lebih akrab disapa Pak Karmin, menghidangkan nasi goreng babat gongso di kawasan Mberok, Kota Lama Semarang. Keunikan dan kenikmatan dari babat gongso yang masih terjaga hingga saat ini membuat Nasi Goreng Babat Pak Karmin semakin dicintai, menjadikannya salah satu kuliner legendaris yang tak boleh dilewatkan di Kota Lumpia. Pak Karmin memulai perjuangannya dalam dunia kuliner saat usianya baru menginjak 22 tahun. Bermodalkan warung sederhana dan resep rahasia turun temurun dari kakeknya, Pak Karmin dengan gigih menjalankan usahanya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Awalnya, ia hanya berjualan di sebuah warung kecil dekat Jembatan Mberok. Meskipun pelanggan tidak sebanyak sekarang, namun semangat dan dedikasi Pak Karmin dalam mengembangkan rasa serta inovasi dalam memasak babat gongso membuatnya terus bertahan dan tumbuh. Salah satu rahasia dari kelezatan daging babat yang dihidangkan adalah proses persiapan yang teliti. Pak Karmin menggunakan metode mencuci daging babat dengan air mengalir beberapa kali untuk memastikan kebersihannya. Babat dengan daging yang lembut direbus selama 3 jam, sementara yang lebih kasar direbus hingga 8 jam agar mendapatkan tekstur yang empuk. Dalam penyajiannya, nasi goreng babat dan babat gongso disajikan dengan sederhana namun menggugah selera. Rasa pedas, manis, dan asin yang meresap pada daging babat membuatnya menjadi favorit para pecinta jeroan. Bagi yang tidak menggemari jeroan, tersedia juga alternatif dengan telur dan daging ayam gongso. Salah satu ciri khas dari hidangan ini adalah telur goreng yang selalu disajikan di atas gongso dan nasi goreng babat. Meskipun harga jualnya tidak terlalu tinggi, Pak Karmin mengakui bahwa keuntungan dari usahanya tidak seberapa. Harga dari sajian-sajian ini telah bertahan stabil selama lima tahun terakhir, dengan nasi babat gongso dihargai Rp25 ribu, nasi goreng babat Rp25 ribu, dan nasi telur Rp10 ribu. Namun, meski menghadapi kenyataan tersebut, Pak Karmin telah berhasil membangun basis pelanggan yang setia. Ia bahkan sudah mengenal beberapa pelanggannya secara personal. Warung sederhana yang dimilikinya masih mempertahankan daya tariknya, dengan penambahan tenda untuk area makan bagi para pelanggan. Kadangkala, jika warung sangat ramai, para pelanggan harus menikmati sajian di tepi jalan atau bahkan di Jembatan Mberok. Dengan waktu operasional dari pukul 08:00 hingga 22:00 WIB, warung ini mampu menjual hingga 600 porsi dalam sehari. Kepopuleran warung ini bahkan telah membawa mereka membuka cabang baru di Jalan MH Thamrin, Semarang. Dengan cita rasa yang khas dan pelayanan yang ramah, Nasi Goreng Babat Pak Karmin Mberok tetap menjadi pilihan utama bagi pecinta kuliner di Semarang.