BATANG,Jowonews.com – Sosialisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Tengah,
terhadap warga pemilik lahan yang akan digunakan lokasi PLTU, yakni warga Desa
Desa Ponowareng, Karanggeneng dan Ujungnegoro, Kabupaten Batang. Ditolak oleh
38 warga pemilik sisa lahan, seluas 19 hektar.
Bahkan undangan dari Pemda Batang, yang dibagikan pada 38 warga pemilik lahan
tersebut, hanya dihadiri oleh 5 orang saja. Selebihnya, adalah warga yang telah
menjual lahannya, namun tetap datang pada acara sosialisasi penjualan sisa lahan
lokasi PLTU, untuk menuntut penyetaraan harga tanah yang telah dijualnya.
Suharto,62, warga Desa Ponowareng, pemilik sisa lahan yang akan digunakan untuk
lokasi PLTU, tidak bersedia menjual lahannya jika nilai yang ditawarkan oleh pihak
Pemda atau PLN hanya Rp 100 ribu per meter. Menurutnya, ada 5 warga yang mau
melepas lahannya dengan harga minimal Rp 2 juta per meter.
“Kami mau menjual lahan kami untuk PLTU, kalau Pemda atau BPI atau PLN
membeli dengan harga minimal Rp 2 juta per meter,” ungkap Suharto.
Witono,51, warga Desa Ujungnegoro, yang lahannya sudah terjual dengan harga
Rp 100 ribu per meter, yang turut hadir bersama ratusan warga lain, dalam acara
sosilisasi tersebut. Menolak adanya PLTU, jika pihak pengelola PLTU tidak memberi
kompensasi penyetaraan harga tanah, sebesar Rp 400 ribu seperti warga lainnya.
“Kami bersama ratusan warga lain, tetap minta kompensasi penyetaraan harga
tanah menjadi Rp 400 ribu, atau PLTU tidak jadi dibangun di Batang,” tandas Tono.
Hal tersebut dibenarkan oleh Sekretaris Daerah Pemda Batang, Nasikhin, Senin (16/
2) siang kemarin, di ruang kerjanya. Menurutnya, Selasa, 10 Februari lalu, Pemda
Propinsi mengadakan sosialisasi terhadap warga pemilik sisa lahan, yang akan
digunakan untuk lokasi PLTU, tujuanya agar warga segera menjual lahanya sebelum
Pemerintah menjalankan penggunaan UU No.2/2012 tentang pengadaan tanah
untuk kepentingan umum.
“Dari 38 warga pemilik lahan yang kita undang, hanya 5 orang yang hadir. Itu pun
mereka minta tanahnya dibeli dengan harga minimal Rp 2 juta per meter,” jelas
Nasikhin juga menandaskan, perkembangan PLTU di Batang semakin hari semakin
pelik dan rumit. Meski sisa lahan hanya 19 hektar, dan dimiliki oleh 38 orang warga.
Pada kenyataannya pihak pengelola PLTU dalam hal ini PT.BPI dan PLN, tidak
mampu menyelesaikan pembebasan sisa lahan yang ada. Menurutnya, warga yang
telah menjual tanahnya, kini juga mulai menuntut adanya penyetaraan harga dari
semula Rp 100 ribu per meter, menjadi Rp 400 ribu per meter.
“Langkah Pemda saat ini hanya mendorong warga, agar mau melepas sisa lahannya
yang ada di lokasi pembangunan PLTU, dan kami tidak bisa melangkah lebih jauh
selama belum ada Surat Keputusan (SK) penetapan lokasi PLTU oleh Gubernur Jawa
Tengah belum turun. “ tegas Sekda.(JN01)