Sejumlah Pengusaha Kecil di Kudus Keluhkan Peredaran Rokok Ilegal
KUDUS – Semakin meluasnya peredaran rokok ilegal membuat sejumlah pengusaha rokok kecil di Kabupaten Kudus resah. Peredaran rokok ilegal membuat omzet penjualan turun karena harga rokok ilegal lebih murah. Pemilik Pabrik Rokok Rajan Nabadi Kudus, Sutrisno mengaku, selama pandemi kapasitas produksinya hanya 42 bal per harinya, sementara saat ini meningkat menjadi 60 bal per harinya. Meski produksinya mengalami peningkatan, namun ia khawatir dengan peredaran rokok ilegal di wilayah pemasarannya. “Rokok ilegal dijual dengan harga Rp10.000 per bungkus dengan isi 20 batang. Sedangkan rokok miliknya dijual Rp8.000 per bungkus dengan isi 12 batang dan saat ini hampir semua bahan baku naik,” kata Sutrisno, dikutip dari Antara Jateng, Senin (15/8/2022). “Karena pangsa pasar kami merupakan konsumen kelas bawah, tentunya mudah terpengaruh dengan rokok dengan banderol harga lebih murah,” ujarnya. Ia berharap operasi di daerah yang ditengarai marak rokok ilegal harus digalakkan, agar pelaku usaha rokok ilegal seperti dirinya masih bisa bertahan. Abdul Ghofur, pemilik PR Ghofur Jaya Putra mengakui peredaran rokok ilegal memang bisa berdampak terhadap pangsa pasarnya, mengingat dirinya juga menyasar konsumen di daerah pinggiran dengan daya beli yang terbatas. “Jika ada rokok ilegal masuk dijual dengan harga separuh dari harga jual eceran (HEJ) rokok resmi, tentunya produk kami kalah bersaing sehingga bisa gulung tikar,” ujarnya. Belum lagi, kata dia, harga berbagai bahan baku, mulai dari tembakau, cengkih, hingga kertas mengalami kenaikan secara bervariasi. Misal, cengkeh awalnya hanya Rp40.000/kilogram, kini melonjak menjadi Rp160.000/kg, kemudian tembakau dari harga semula Rp45.000/kg naik menjadi Rp70.000/kg. Sedangkan kertas untuk pembungkus rokok juga naik hingga 25 persen per rimnya. Foto: doc. Antara Jateng/Akhmad Nazaruddin Lathif