Maulana Malik Ibrahim rhm putra dari Syekh Jumadil Kubra (Maulana Akbar). Pada umumnya, silsilah Syekh Maulana Malik Ibrahim dianggap termasuk keturunan Rasulullah Saw. Meskipun masih terjadi perbedaan pendapat tentang urutan nama-nama garis silsilah keturunannya. Nama lain dari Maulana Malik Ibrahim adalah Kakek Bantal, Sunan Tandhes, Sunan Raja Wali, Wali Quthub, Mursyidul Auliya’ Wali Sanga, Sayyidul Auliya’ Wali Sanga, Sayyidul Auliya’Wali Sanga, Malana Maghribi, Syekh Maghribi, Sunan Maghribi, atau Sunan Gribig. Masa kedatangan Sunan Maulana Malik Ibrahim ke tanah Jawa tahun 1404 M bertepatan dengan masa kepemimpinan Khilafah Turki Utsmani, yaitu Sultan Muhammad I (1379-1421 M), putra Sultan Bayazid I. Dalam masa Sultan Bayazid I, di daerah Timur Tengah telah terjadi berbagai pertempuran. Selain Daulah Utsmani harus berhadapan dengan Salibis Eropa sebagai kelanjutan kelanjutan Perang Salib, juga serangan dari Timur Lenk yang menguasai Persia, termasuk Samarakand dan Uzbekistan. Oleh karena ditugaskan oleh Sultan Muhammad I, Syekh Maulana Malik Ibrahim datang ke Jawa berangkat langsung dari Turki. Beliau adalah seorang ahli irigasi dan tata negara. Beliau pernah ditugaskan ki Hindunistan untuk membangun irigasi di daerah itu pada pemerintahan kerajaan Moghul. Sedangkan bangsa Moghul dan Turki adalah satu rumpun yang pada waktu itu sama-sama menjadi penguasa Muslim yang terkenal. Tidak mengherankan jika Syekh Maulana Malik Ibrahim kemudian dikirim ke Jawa oleh Sultan Muhammad I, karena tidak diragukan kemampuan dan dedikasinya kepada negara dan pengembangan Islam. Di dalam Dokumen Kropak Ferrara disebut-sebut nama Syekh Ibrahim yang disegani ajaran dan fatwanya serta menjadi panutan para wali sesepuh, termasuk Raden Rahmat (Sunan Ampel). Kiranya Maulana Malik Ibrahim inilah yang dimaksud dengan Syekh Ibrahim tersebut. Menurut Walisana versi R. Tanoja bahwa Maulana Malik Ibrahim itulah mula-mula tetalering waliullah, yaitu nenek moyang pertama bagi wali-wali. Beliau datang ke Sembalo (Gresik) pertama kali pada tahun 1404 M dan wafat pada 10 April 1419 M. Dengan demikian, beliau hidup di Jawa selama 15 tahun. Maulana Malik Ibrahim lebih dikenal penduduk setempat sebagai Kakek Bantal. Maulana Malik Ibrahim memiliki tiga istri, yaitu : Siti Fathimah binti Ali Nurul Alam Maulana Israil (Raja Champa Dinasti Azmatkhan). Darinya memiliki dua putra yaitu Maulana Moqfaroh dan Syarifah Sarah. Selanjutnya Shafirah Sarah binti Maulana Malik Ibrahim dinikahkan dengan Sayyid Fadhal Ali Murtadha dan melahirkan dua putera, yaitu Haji Utsman (Sunan Manyuran) dan Utsman Haji (Sunan Ngudung). Selanjutnya Sayyid Utsman Haji (Sunan Ngudung) berputera Sayyid Ja’far Shadiq (Sunan Kudus). Siti Maryam binti Syekh Subakir. Darinya memiliki 4 putera, yaitu : Abdullah, Ibrahim, Abdul Ghafur, dan Ahmad. Wan Jamilah binti Ibrahim Zainuddin Al-Akbar Asmaraqandi. Darinya memiliki dua anak, yaitu Abbas dan Yusuf. Setelah menggelorakan dakwah Islam di Jawa bagian timur, pada tahun 1419 M, Syekh Maulana Malik Ibrahim disebut juga Sunan Gresik wafat. Makamnya pun terdapat di Desa Gapura Wetan, Gresik Jawa Timur. Pada batu nisan makam Syekh Maulana Malik Ibrahim di kampung Gapura, Gresik Jawa Timur terdapat tulisan beberapa ayat AlQuran, yaitu Surat Ali Imran : 165, Ar Rahman 26-27, AtTaubah 21-22, dan Ayat Kursi. Selain itu juga tertulis sebuah kalimat dengan huruf dan Bahasa Arab. “Inilah makam al-marhum al-maghfur, yang berharap rahmat Tuhan, kebanggaan para pangeran, sendi para sultan dan para menteri, dan penolong para fakir miskin, yang berbahagia lagi syahid, cemerlangnya simbol negara dan agama, Malik Ibrahim yang terkenal dengan Kakek Bantal. Allah meliputinya dengan rahmat-Nya. Telah wafat pada Hari Senin, 12 Rabi’ul Awwal tahun 822 H.” Berdasarkan model nisan yang ada pada makam Syekh Maulana Malik Ibrahim, menunjukkan model yang serupa pada makam Sultan Malikus Saleh di Samudra Pasai. Keduanya, menurut sejarawan Moqquette, adalah hasil ‘fabriekswerk’ mengacu pada model yang disediakan lebih dahulu oleh pengashunya yang berada di Campabay. Moqquette telah melakukan penelitian dengan membandingkan tulisan ayat-ayat AlQuran maupun kalimat-kalimat dalam bahasa Arab lainnya antara salah satu batu nisan di Cambay (Gujarat India) dengan batu nisan pada Sultan Malikus Saleh maupun batu nisan makam Syekh Maulana Malik Ibrahim. Hasilnya menunjukkn benar-benar serupa. Apa yang tertulis pada batu nisan Maulana Malik Ibrahim tersebut adalah bukti nyata sejarah yang dapat memberi banyak keterangan. Diantaranya adalah sebagai berikut : Sebagaimana yang telah diteliti Moquette, menunjukkan bahwa model nisan pada amakam Maulana Malik Ibrahim adalah serupa dengan nisan batu pada makam Sultan Malikus Saleh di Pasai. Ini menunjukkan eratnya hubungan antara Maulana Malik Ibrahim dengan kekuasaan politik Islam di Pasai dengan Campabay, Gujarat India dalam perdagangan dan pelayaran. Kehadiran Maulana Malik Ibrahim tidak menimbulkan konflik dnegan penguasa maupun masyarakat. Bahkan disebutkan bahwa Maulana Malik Ibrahim dinyatakan sebagai kebanggaan para pangeran, sendi para sultan dan para menteri, penolong para fakir dan miskin, serta membuat negara menjadi cemerlang. Meskipun mungkin pembuatan nisan dilakukan beberapa tahun setelahnya, namun nama yang tertulis di atas batu nisan adalah Maulana Malik Ibrahim. Tidak ada istilah Syekh maupun sunan yang tercantum dalam tulisan pada batu nisantersebut. Sebagai peristiwa awal bagi pesatnya perkembangan Islam di Jawa awal abad 15 M, Maulana Malik Ibrahim lebih layak disebut sebagai sunan atau bahkan sunannya para sunan. Akan tetapi tidak ada istilah sunan yang tertera pada batu nisan makam beliau. Ini mengautkan tesis Prof. Buya Hamka bahwa istilah sunan diciptakan setelah masa wafatnya para wali di Jawa yang tergabung dalam Wali Songo. Adapun istilah syekh yang dinisbatkan kepada Maulana Malik Ibrahim, telah terdapat dalam dokumen Kropak Ferrara dengan sebutan Syekh Ibrahim saw. isinya tentang wejangan baliau.