Jowonews

Seri Walisongo: Biografi Syekh Maulana Ishaq, Guru Para Wali Di Tanah Jawa

Seri Walisongo: Biografi Syekh Maulana Ishaq, Guru Para Wali Di Tanah Jawa

Syekh Maulana Ishaq berasal dari Samaraqand, dekat Bukhara di Uzbekistan. Beliau sebagai ahli pengobatan. Maulana Ishaq datang di Jawa Timur pada 1404 M bersama dengan ayahnya, yaitu Maulana Malik Ibrahim. Maulana Ishaq pada awal datang di tanah Jawa menetap di Gresik. Setelah itu ditugaskan oleh Maulana Malik Ibrahim menuju kerajaan Syiwo-Buddho Blambangan untuk berdakwah di sana. Oleh karena pengaruhnya juga sampai daerah Pnarukan dan Pasuruan, selatan Ampel Dento, Suroboyo. Maulana Ishaq yang sering disebut-sebut sebagai ayah Sunan Giri menikah dengan Dewi Sekardadu, putri Adipati Blambangan. Prabu Menak Sembuyu. Belum lagi anak itu lahir, Maulana Ishaq sudah diusir karena Adipati Blambangan tidak suka gerakan dakwah Islam yang dilakukan menantunya itu. Oleh karena itu, Maulana Ishaq pindah ke Pasai. Ketidaksukaan penguasa Blambangan tehadap Islam ini kelak berlanjut dalam kancah perang terbuka masa Sultan Trenggono. Ketika berada di Pasai, beliau mengajarkan Islam sampai akhir hayatnya. Di antara murid-murid yang belajar kepada beliau adalah putranya sendiri, yaitu Ainul Yaqin (Sunan Giri), Makhdum Ibrahim (Sunan Mbonang) dan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Versi Lain Biografi Syekh Maulana Ishaq Meski Syekh Maulana Ishaq bukan anggota Wali Songo, namanya telah dikenal karena ia adalah ayah dari Sunan Giri alias Raden Paku. Dipercaya bahwa makam Syekh Maulana Ishaq terletak di Gresik, tidak jauh dari alun-alun, tepatnya di kompleks pemakaman Maulana Malik Ibrahim di desa Gapurosukolilo, Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik. Makam itu sering dikunjungi para peziarah. Namun ada juga yang meyakini bahwa makam Syech Maulana Ishaq berada di Desa Kemantren, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan. Menurut penelitian Fasih Ulum, mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, kedatangan Syekh Maulana Ishaq di Desa Kemantren terjadi dua kali. Pertama kali pada tahun 1443 M bertepatan dengan kelahiran putranya, Raden Paku. Kali kedua sekitar tahun 1473 M setelah ia kembali dari Pasai. Syekh Maulana Ishaq menetap di desa Kemantren dan menyebarkan agama Islam kepada masyarakat setempat dengan cara damai, sopan dan santun, tanpa menggunakan kekerasan dan juga sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat yang berlaku saat itu. . waktu. Dalam hal ini, metode dakwah yang digunakan oleh Syekh Maulana Ishaq adalah mengajak masyarakat untuk mengikuti Islam dengan bijak (dakwah bil-hikmah). Menggunakan metode dakwah bilhikmah berarti bijaksana, menggunakan akal yang mulia dan hati yang murni. Syekh Maulana Ishaq berdakwah dengan berbagai cara untuk menyebarkan agama Islam di desa Kemantren. Dalam bidang pendidikan, seperti yang dilakukan di kerajaan Blambangan dalam berdakwah, yaitu pendirian masjid. Syekh Maulana Ishaq dengan menyebarkan agama Islam di desa Kemantren juga membangun masjid. Pendirian masjid ini merupakan upaya dakwah pertama yang dilakukannya. Memang jalan ini sering dilakukan oleh para wali sebagai dasar penyebaran Islam. Masjid adalah tempat yang memiliki banyak fungsi. Masjid digunakan sebagai tempat shalat berjamaah, pengajian, acara keagamaan bahkan untuk tidur. Dalam hal ini masjid memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan umat Islam, khususnya dalam bidang pendidikan. Sebab, pada masa itu masjid juga digunakan sebagai pondok pesantren bagi santri atau pengikutnya. Di bidang pendidikan, Syekh Maulana Ishaq fokus pada masjid dan dalam pengajarannya, Syekh Maulana Ishaq mengajarkan hukum Islam, iman dan takwa, kehidupan sosial masyarakat dan ilmu tasawuf. Selain membangun masjid sebagai sarana pendidikan, Syekh Maulana Ishaq juga membangun Bayang Gambang. Bayang Gambang adalah sebuah bangunan yang digunakan sebagai tempat berdiskusi strategi sekaligus tempat untuk menanamkan ilmu agama kepada pemeluknya.

Soto Kletuk Khas Blora, Kuliner Lezat Legendaris Dengan Segala Keunikannya

Soto Kletuk Khas Blora, Kuliner Lezat Legendaris Dengan Segala Keunikannya

Kabupaten Blora, kota yang biasa dikenal sebagai kota Jati atau pun Kota Sate. Kabupaten di ujung timur Jawa Tengah ini ternyata memiliki banyak hidangan yang sangat lezat. Salah satunya adalah Soto Kletuk Khas Blora yang sangat digemari para wisatawan. Soto Kletuk khas Blora pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan soto pada umumnya. Kuahnya bening, tanpa santan seperti Soto Semarang, dengan tambahan telur seperti Soto Lamongan. Keunikan Soto Kletuk Khas Blora Namun keistimewaan soto ayam ini terletak pada taburan ketela goreng berbentuk kotak-kotak kecil mirip dadu. Potongan ketela kotak kecil-kecil ini saat dikunyah akan mengeluarkan suara klethuk-klethuk, itulah asal mula nama jajanan soto ini. Penggunaan kuah kaldu ayam kampung dan bumbu-bumbu seperti jahe, serai, dan lain-lain membuat kuah soto ini kian terasa sedap dan nikmat. Soto khas Blora ini paling enak disajikan saat masih panas. Benar-benar segar dan nikmat jika disantap dengan lauk pauk lainnya. Seperti kerupuk, tempe goreng, bakwan jagung, perkedel, tahu, ati ampela atau sate telur puyuh. Masakan Soto Kletuk ini telah ada sejak tahun 1990-an. Hingga saat ini banyak tempat yang menjual menu Soto Kletuk ini, sehingga dapat dengan mudah ditemukan oleh wisatawan yang berkunjung ke Blora. Pada umumnya, satu porsi Soto Kletuk terdiri dari ayam suwir, tauge, bihun rebus, telur ayam, sedikit bawang goreng dan yang terpenting adalah taburan kletuk dari ketela goreng. Harga seporsi Soto Unik Khas Blora ini juga dapat dibilang sangat terjangkau. Soto Kletuk Mbah Gowak Salah satu yang paling legendaris adalah Soto Kletuk Mbah Gowak yang berdiri sejak tahun 1953. Soto Kletuk Mbah Gowak terletak di Jalan Gunung Lawu Blora. Keberadaannya terkenal karena memiliki rasa yang menggoyang lidah. “Irisan daging ayam kampung asli menjadi ciri khas soto ini. Kuah ayam dengan bumbu khas tempo dulu menambah kenikmatan,” kata salah satu penikmat Soto Kletuk Mbah Gowak, Pringgo, Sabtu (18/6/2022). Saat ini Soto Kletuk Mbak Gowak diteruskan oleh cucunya, Solikin. Menurut Solikin, nama Gowak diberikan oleh seorang pria Tionghoa yang telah menjadi langganan soto kakeknya. “Gowak berasal dari bahasa Jawa, sego iwak atau nasi daging. Sedangkan nama asli Mbah Gowak adalah Parto Pasiman. Sebelum populer, Soto Kletuk Mbah Gowak dulunya dijual keliling. Pada tahun 1970, kakeknya berjualan di sebelah utara Alun-alun Blora, tepatnya di sebelah barat rumah dinas bupati. “Sejak tahun 2017 sampai saat ini, memutuskan untuk berjualan di Jalan Gunung Lawu, Kelurahan Tempelan Blora,” ujarnya, dikutip dari jateng.inews.id. Kelezatan Soto Kletuk Mbah Gowak terbukti dengan meraih juara pertama Lomba Soto tahun 2007 dari Bupati Blora saat itu. Meski sudah berusia lebih dari satu abad, Soto Kletuk Mbah Gowak tidak kehilangan pamornya. Hingga saat ini, banyak pejabat di Kabupaten Blora yang masih menjadi langganan dari soto legendaris ini. Harganya yang terjangkau juga tidak membebani penikmat soto ayam.

Tiga Weton Wanita Yang Berpotensi Bakal Bercerai dan Menikah Lagi

Weton Wanita

Inilah 3 weton wanita yang yang diperkirakan akan bercerai dan menikah lagi menurut primbon Jawa. Weton sendiri dipercaya sejak nenek moyang masyarakat Jawa pada masa lalu untuk mengetahui potensi kemungkinan cerai dari tanggal lahirnya. Memang weton juga bisa digunakan untuk mengetahui kepribadian seseorang. Kepribadian ini dapat menentukan apakah sebuah pernikahan akan bertahan atau tidak. Mengutip dari channel YouTube ESA Production, inilah 3 weton wanita yang diperkirakan akan bercerai dan menikah lagi, semoga kamu bukan salah satunya: Jumat Legi Wanita dengan weton Jumat legi ini diprediksi saat menjalani pernikahan berpotensi akan bercerai dan menikah lagi. Hal ini karena watak dasar dari wanita tersebut. Weton ini memiliki watak dasar lakune setan, yaitu bicara sembarangan, bimbang, mudah tergoda dan emosional. Meski dalam pernikahannya berpotensi cerai dan menikah lagi, namun nyatanya hal itu bisa diatasi atau ada solusinya jika dipelajari dengan seksama. Senin Legi Seorang wanita yang lahir dengan Weton Senin Legi juga dianggap berpotensi saat menikah akan bercerai dan menikah lagi. Mereka memiliki kepribadian yang kasar dan mudah dipengaruhi oleh orang lain. Wanita dengan tanda ini memiliki kepribadian dasar atau sifat yang sulit menerima kritik. Apalagi wanita dengan Weton Senin Legi mudah tergoda, dirayu dan tidak memiliki pendirian. Menurut ramalan orang Jawa, ketika mereka menikah, mereka akan bercerai dan menikah lagi. Rabu Wage Pemilik Weton Rabu Wage juga termasuk wanita yang berpotensi dalam pernikahan akan mengalami perceraian dan menikah lagi. Pemilik weton ini juga memiliki kepribadian dasar lakune setan, yang berarti mereka mudah dipikat dan mereka juga tidak ingin diperhatikan. Pemilik weton ini juga cepat bosan dengan semuanya. Mereka juga sangat mudah tersinggung. Inilah sebabnya mengapa kemungkinan mereka menikah dan bercerai begitu besar. Tapi biasanya karena pemilik weton ini sering disakiti atau dikhianati oleh laki-laki.

Bukit Pangonan Dieng, Keindahan Hamparan Padang Sabana Yang Memanjakan Mata

Bukit Pangonan Dieng, Keindahan Hamparan Padang Sabana Yang Memanjakan Mata

Dieng selalu bisa memanjakan di setiap sudutnya, paling dikenal dengan wisata gunung. Seperti Gunung Prau, Gunung Sikunir, dan Gunung Pakuwajan. Saat ini juga ada Gunung Pangonan yang tidak kalah indah untuk didaki. Lebih dikenal dengan sebutan Bukit Pangonan karena tingginya 2300 mdpl, tidak terlalu tinggi dibanding gunung yang lainnya. Gunung Pangonan yang berlokasi di selatan Dieng ini cocok bagi wisatawan atau pendaki pemula. Apalagi bagi wisatawan yang ingin merasakan pengalaman jelajah Gunung Dieng namun tidak punya banyak waktu atau tidak ingin menguras begitu banyak tenaga. Bukit Pangonan Dieng ini tidak terlalu tinggi untuk pendakian, akses yang dilalui juga tidak cukup terjal. Bukit Pangonan ini dapat jadi solusi yang pas, tanpa menghilangkan keseruan sebagaimana pendakian di Dieng seperti Gunung Prau atau Sikunir. Untuk mencapai puncaknya bisa dicapai sekitar 20 menit-30 menit. Kontur tanahnya relatif datar, sedangkan di bagian kanan berbentuk bukit-bukit landai. Pos pendakian Bukit Pangonan berada di Desa Karangtengah, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. Tampak tulisan “Dieng Banjarnegara” yang berada di atas kawasan Candi Arjuna, hanya cukup melangkah 500 meter ke arah timur. Pos ini ditandai bangunan rumah kayu pemanen bertulisakan “Basecamp Gunung Pangonan”, disertai tempat parkir kendaraan yang berada di awal jalur pendakian dan sangat luas. Tarifnya cukup murah, hanya dengan Rp 10.000. Pos yang sangat cocok untuk persiapan pendakian serta jadi tempat istirahat sejenak. Jika cuaca terang, puncak gunung telah terlihat dari pos pertama. Jam operasionalnya mulai pukul 07.00-17.00 WIB Di awal perjalanan pendakian, akan pendakai akan menemui pipa raksasa gas uap panas milik GeoDipa Energi. Hingga sampai di gerbang pendakian, tanah dengan kontur padat siap untuk dijejaki. Tidak perlu takut kelelahan, karena pengelola telah menyediakan gubuk kayu di sepanjang jalur pendakian, yang bisa digunakan untuk istirahat atau berteduh saat hujan. Perjalanan dimulai dengan hamparan ladang milik warga lokal serta suguhan pemandangan Kawah Sikidang dari ketinggian yang terlihat sangat jelas. Sedang Gunung Prau memanjang berada tepat di depan mata. Jika cuaca cerah, pegunungan Dieng yang lainnya akan tampak, seperti Gunung Arjuno. Bagi wisatawan yang tidak tahan dengan cuaca dingin, bisa mempersiapkan jaket tebal saat melakukan pendakian. Karena suhu rendah bercampur angin yang menyusuri lembah membuat tubuh ditusuk-tusuk karena dingin. Bukit ini memiliki keunikan ketika sampai di puncaknya. Jika Gunung Prau bisa menikmati puncak yang luas dan panorama yang indah, sementara Sikunir bisa menikmati pemandangan sunrise yang cantik, Bukit Pangonan menawarkan pemandangan yang berbeda. Selain dapat menikmati sunrise dan sunset di atas puncak gunung, di Bukit Pangonan juga bisa menikmati pemandangan luas berupa padang sabana yang biasa juga disebut Lembah Semurup. Kata semurup sebetulnya diambil dari Bahasa Inggris yaitu Summer Up, yang berarti ketika musim panas fenomena ekstrem di padang sabana terjadi. Karena lidah orang jawa masih sangat kental maka penduduk lokal sekitar menyebutnya Lembah Semurup. Seperti padang sabana pada umumnya, bentuknya seperti cekungan bekas danau yang mengering yang kemudian ditumbuhi ilalang membentuk padang sabana yang hijau segar. Pemandangan yang paling direkomendasikan adalah saat kemarau, karena rumput akan terlihat makin indah karena makin menguning. Pemandangan ini yang biasanya menarik para wisatawan. Namun jika mengunjunginya saat musim hujan rumput akan berubah menjadi hijau segar serta ada danau alami yang terbentuk akibat genangan air hujan pada bagian cekungan bukit. Di sabana ini adalah tempat yang strategis dijadikan lokasi camping. Pemandangan sabana ini bisa menjadi pengganti, apabila kamu belum kesampaian mengunjungi sabana yang berada di Gunung Semeru yang terkenal itu. Di puncaknya juga ada temuan candi, karena Bukit Pangonan ini berada tepat di atas kompleks wisata Candi Arjuna. Jika beberapa langkah menaiki gunung, bisa terlihat dengan jelas candi legendaris warisan umat Hindu tersebut. Saat turun juga dimanjakan dengan panorama indah dari Kawah Sikidang. Namun, saat mendaki atau menuruni bukit ini, pendaki harus tetap waspada karena kadang tanah pijakan licin. Jangan lupa untuk membeli oleh-oleh khas Wonosoba di warung-warung sekitar tempat wisata, seperti opak, dan lain sebagainya.

Resep Nasi Goreng Babat Semarang, Aromanya Saja Sudah Bikin Ngiler

Resep Nasi Goreng Babat Semarang, Aromanya Saja Sudah Bikin Ngiler

Berikut ini adalah resep Nasi Goreng Babat Semarang. Nasi goreng babat merupakan sajian yang sangat terkenal di kota Semarang, Jawa Tengah. Rasanya kurang lengkap apabila saat ke Semarang belum mencicipi Nasi Goreng Babat yang sangat lezat ini. Karakter utama Nasi Goreng ini adalah lebih berminyak dan nasinya lebih lembut. Nah, jika kamu rindu menikmati nasi goreng babat Semarang, maka kamu bisa mencoba resepnya di bawah ini. Bahan-bahan : 250 gr babat sapi 2 siung bawang merah 2 siung bawnag putih sepiring nasi/secukupnya 1 batang daun bawang 3 sdm kecap manis 1/2 sdt garam/secukupnya 1/2 sdt kaldu jamur 2 sdm minyak sayur bawang goreng acar timun Bahan bumbu halus : 2 cabe merah besar 2 cabe rawit 2 siung bawang merah 1 siung bawang putih 1/2 sdt terasi goreng 1 sdt garam Cara membuat : Rebus babat terlebih dahulu hingga matang. Kemudian potong-potong sesuai selera. Haluskan semua bahan bumbu halus. Iris-iris bawang merah dan putih. Kemudian tumis menggunakan minyak sayur hingga layu. Iris-iris bawang merah dan putih. Kemudian tumis menggunakan minyak sayur hingga layu. Tambahkan bumbu halus, tumis hingga aroma harum. Masukkan irisan babat, aduk-aduk hingga semuanya tercamour merata. Setelah itu masukkan nasi, tambahkan kecap manis, garam, kaldu jamaur dan juga daun bawang. Aduk hingga semua bahan tercampur rata. Jangan terlalu lama memasaknya supaya teksturnya menjadi sedikit berminya. Setelah matang, matikan api. Sajikan dengan taburan daun bawang serta acara timun.Nasi goreng babat khas Semarang siap dinikmati.

Mbah Sastro Surip Manusia Tertua di Blora, Berusia Seratus Tahun Lebih

Sastro Surip

Sastro Surip, yang biasa dikenal dengan Mbah Sastro, diyakini sebagai manusia tertua di Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Menurut kartu identitasnya, lelaki tua itu lahir pada 1 Juli 1919. Jika mengacu pada KTP-nya, berarti Mbah Sastro berusia 103 tahun. Namun, dia mengaku lebih dari itu. Dia mengatakan dia berusia lebih dari 115 tahun. Menurut pengakuannya, dia sudah menginjak usia remaja ketika Waduk Tempuran dibangun. Diketahui Waduk Tempuran dibangun sekitar tahun 1914. ”Dulu waktu pembangun waduk tempuran saya sudah lahir dan udah remaja,” ujarnya, dikutip dari murianews.com, Minggu (11/9/2022). Meski telah berusia lebih dari satu abad, warga Desa Plantungan, Kecamatan Blora, Kabupaten Blora ini masih memiliki pendengaran yang cukup baik. Mbah Sastro juga masih aktif beraktivitas di rumah. Tak hanya itu, tutur bahasanya juga masih fasih saat diajak untuk berkomunikasi. Ia masih bisa melakukan aktivitas ringan di sekitar rumah bahkan mampir ke warung kopi di desanya. “Kesibukannya ya tanam singkong, cabe, disamping dan depan rumah. Terus kadang masak sendiri, kadang dikirim sama anak dan kerabat,” kata Mbah Sastro Surip, dikutip dari Tribun Jateng. Mbah Sastro Surip juga berbagi tips agar tetap sehat dan panjang umur. Dia menasihati, agar menjalani kehidupan tidak terlalu ambisius dan selalu mengingat Sang Pencipta. “Ya saya ini, yang dipikirkan cuma makan dan kegiatan sebisanya. Juga kadang kadang kita harus senantiasa mengingat siapa yang menciptakan Bulan dan Matahari,” ungkap Mbah Sastro Surip. Terus, lanjutnya, jika ingin selamet ketika keluar rumah, jangan lupa kaki kiri terlebih dahulu. Sementara itu, Kepala Desa Plantungan, Endang Susana mengatakan, Mbah Sastro merupakan warga Plantungan dan kini berusia di atas 100 tahun. Menurut analisanya usia Mbah Sastro ini berasal dari riwayat yang dimilikinya, kemungkinan Mbah Sastro Surip berusia sekitar 117 tahun. “Untuk usia sebenarnya harusnya lebih dari itu. Karena ketika Belanda membangun Waduk Tempuran pada tahun 1914, Mbah Sastro sudah membantu mencari rumput,” katanya. Mbah Sastro Surip sendiri sebelumnya memiliki 5 istri. Namun, saat ini hanya satu istri yang masih hidup dan memilih untuk tinggal bersama keponakannya. Untuk kebutuhan sehari-hari, Mbah Sastro melakukan kegiatan sendiri, seperti menggarap lahan pertanian dan memasak. Foto: doc. Tribun Jateng

Candi Klero Tengaran, Candi Hindu Peninggalan Kerajaan Singosari

Candi Klero Tengaran, Candi Hindu Peninggalan Kerajaan Singosari

TENGARAN – Jawa Tengah memang kaya akan peninggalan sejarah. Salah satunya adalah Candi Klero Tengaran, di Kabupaten Semarang, yang menarik untuk dikunjungi. Candi Klero atau Candi Tengaran adalah sebuah candi bergaya Hindu yang terletak di Desa Ngentak Lor, Desa Klero, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Candi Klero pertama kali ditemukan pada tahun 1995. Sejarah Candi Klero Nama Candi Klero atau Candi Tengaran diambil dari nama tempat candi tersebut ditemukan saat ini. Lokasi Candi Klero terletak tidak jauh dari Jalan Raya Solo-Semarang. Dari segi keamanan, di sekitar Candi Klero telah dipasang pagar tembok yang kokoh. Bentuk bangunan candi ini terbilang unik. Bentuk candi Klero terdiri dari kaki, badan dan atap. Kaki candi Klero berupa teras berbentuk bujur sangkar berukuran 14 m x 14 mx 1,4 m. Di bagian atas candi terdapat terdapat beberapa tonjolan yang mengelilingi tubuh candi. Tonjolan tersebut diyakini sebagai alas (umpak) yang digunakan untuk menopang tiang. Pengunjung dapat naik ke teras dengan tangga yang dihiasi dengan makara yang tampaknya belum selesai. Di salah satu sudut dinding teras terdapat prasasti pendek dalam aksara Kawi atau Jawa Kuno dalam kondisi yang sudah cukup aus. Tubuh candi Klero memiliki bilik (grbagrha) yang di dalamnya terdapat yoni. Di bawah bagian cerat dari yoni Candi Klero, terdapat ornamen ular yang menopang kura-kura. Menurut informasi, patung Dewa Siwa juga ditemukan di Candi Klero. Namun, patung Siwa dipindahkan oleh Departemen Purbakala karena alasan keamanan. Penjaga Candi Klero Tengaran, Sunardi mengatakan candi tersebut merupakan peninggalan Kerajaan Hindu Singosari. Bangunan ini merupakan peninggalan umat Hindu. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya alat-alat ritual berupa arca Yoni dan Siwa. “Lokasi ramai dikunjungi saat perayaan agama Hindu. Banyak orang yang melakukan sembayang,” kata Sunardi, dikutip dari GenPI.co, Sabtu (10/9/2022). Mereka sering membawa bunga, dupa, dan lilin sebagai alat ritual doa. Di sisi lain, warga sekitar juga kerap mengunjungi Pura Kliwon setiap Selasa atau Jumat. Mereka bahkan menghabiskan malam di candi untuk bermeditasi. Namun, pada siang hari, pengunjung dapat menikmati taman di dalam halaman candi, karena lokasinya yang indah dan udaranya yang segar. “Memasuki kawasan Candi Klero tidak dikenai biaya alias gratis, namun tetap harus menjaga kebersihan,” imbuh Sunardi.