Jowonews

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KURIKULUM MERDEKA

Oleh Misbakhul Munir, S.Pd Menurut Elkind (2004) Pendidikan karakter adalah segala bentuk sikap atau tindakan yang dilakukan oleh guru, yang mana tindakan tersebut dapat mempengaruhi karakter peserta didik. Pendidikan karakter sekarang ini semakin disadari pentingnya bagi pertumbuhan sumberdaya manusia. Secara teoretis, sudah cukup banyak studi yang menunjukkan pentingnya pendidikan karakter dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Berdasarkan studi yang dilakukan Marvin Berkowitz dan Melinda C Bier (2005) dari University of Missouri Saint Louis, Amerika, menunjukkan sekolah – sekolah yang menerapkan pendidikan karakter secara komprehensif mempunyai pengaruh positif terhadap peningkatan motivasi peserta didik dalam meraih prestasi akademik serta penurunan yang signifikan pada perilaku negatif yang menghambat keberhasilan akademik. Guru dalam membantu membentuk karakter peserta didik dapat dilakukan dalam keteladanan perilaku, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Untuk itu dalam mewujudkan pendidikan berkarakter maka diperlukan penerapan Kurikulum Merdeka yang sesuai dengan Kepmendikbudristek No. 56 Tahun 2022 tentang Pedoman Penerapan Kurikulum dalam rangka Pemulihan Pembelajaran (setelah pandemi). Satuan Pendidikan perlu mengembangkan kurikulum dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik yang tujuannya mewujudkan Profil Pelajar Pancasila sesuai dengan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024 mengenai Profil Pelajar Pancasila.  Merdeka belajar merupakan sebuah gagasan yang membebaskan para guru dan peserta didik dalam menentukan sistem pembelajaran. Merdeka belajar juga menekankan pada aspek pengembangan karakter yang sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia. Dalam (kemendikbud) kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Guru memiliki keleluasaan dalam memilih berbagai perangkat atau modul ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat setiap peserta didik. Dari penjelasan diatas mengenai konsep merdeka adalah kebebasan dalam proses pembelajaran yangg mana seorang guru dan peserta didik memiliki ruang yang sangat lebar dalam proses pembelajaran. Disamping itu kurikulum merdeka menekankan Pendidikan Karakter yang dapat dimaknai sebagai suatu proses internalisasi sifat-sifat utama yang menjadi ciri khusus dalam suatu masyarakat ke dalam diri peserta didik sehingga dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa sesuai dengan nilai-nilai budaya masyarakat setempat. Kurikulum merdeka memberikan potensi dalam mewujudkan profil pelajar Pancasila yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif. Dalam buku projek penuatan profil pelajar pancasila, pelajar Pancasila adalah karakter dan kemampuan yang dibangun dalam keseharian dan dihidupkan dalam diri setiap individu peserta didik melalui budaya satuan pendidikan, pembelajaran intrakurikuler, projek penguatan profil pelajar Pancasila, dan ekstrakurikuler. Kurikulum merdeka juga dirancang untuk membentuk karakter yang mana disebut profil pelajar pancasila, dalam pengbentuka profil pelajar Pacasila menurut penjelasan diatas dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya melalui budaya satuan pendidikan, pembelajaran intrakurikuler, projek penguatan profil pelajar Pancasila, dan ekstrakurikuler dengan output sikap bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif. Kendala dalam implementasi kurikulum merdeka antara lain belum dipahaminya esensi “merdeka belajar”, sulitnya menghilangkan kebiasaan lama yakni masih mendominasinya metode ceramah, kesulitan dalam pembuatan modul ajar dan ketidaksesuaian platform belajar dengan apa yang ada di dalamnya serta guru mengalami kesuitan dalam pembuatan assesmen. Dalam artikel ini penulis hanya fokus dalam kesulitan implementasi kurikulum merdeka. Kurikulum yang dirasa baru pasti memui polemik dikalangan guru, maka dari itu pemerintah harus menggalakkan pelatihan-pelatihan yang intens kepada seluruh guru sehingga penerapan kurikulum merdeka yang diharapkan bisa terlaksana dengan baik. Terkendala pengimplementasian kurikulum bisa mengakibatkan karakter yang akan ditanamkan akan terabaikan. Akibatnya pendidikan akan berjalan monoton tanpa mencapai tujuan pendidikan dan karakter yang akan ditanamkan hanya angan-angan semata. Daftar Rujukan Al Kahar, Aris Armeth Daud. 2021. Pendidikan Karakter Multidimensi Sebagai Aplikasi Konsep Merdeka Belajar Dalam Menyambut Bonus Demografi. An-Nur: Jurnal Studi Islam Vol. 13 No. 1 (January – June 2021) P-ISSN 1829-8753 – E-ISSN 2502-0587 di Unduh pada 15 Januari 2023 Pukul 09.00. David Elkind & Freddy Sweet (2004). How to do character education. (http://www.goodcharacter.com/Article_4.html) (Diunduh 15 Januari 2023) Permendikbud Nomor 24 Tahun 2016 Pasal 2 Ayat 1. 2016. Kompetensi Inti pada Kurikulum 2013. Kemedikbud: Jakarta. Rau, Deissy Wenda. Dkk. 2022. Penerapan Kurikulum Merdeka Dalam Membentuk Karakter Peserta Didik Yang Berorientasi. Jurnal Fakultas Ekonomi Vol 11 No 4, Oktober,2022 di Unduh pada 15 Januari 2023 Pukul 09.05. Susilowati, Evi. 2022. Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar dalam Pembentukan Karakter Siswa pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam. Jurnal Al Maskawaih juornal of science Volume I Nomor 1, Juli 2022 di Unduh pada 15 Januari 2023 Pukul 09.10.

Kampung Durian Gempolan Karanganyar, Perputaran Uang Saat Panen Raya Tembus Milyaran Rupiah

Durian Gempolan

KARANGANYAR – Siapa yang tidak kenal dengan Kampung Durian Gempolan, Kerjo, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Desa Gempolan kini terkenal dan banyak dikenal masyarakat berkat buah duriannya. Desa Gempolan dianggap sebagai salah satu pemasok durian terbesar di Jawa Tengah. Setiap tahun, desa di kaki Gunung Lawu ini bisa menghasilkan pendapatan yang sangat besar dan mengubah perekonomian warga sekitar. Kepala Desa Gempolan, Suhardi Jayus sebelumnya menjelaskan, tahun ini jumlah uang yang beredar di Gempolan hasil panen durian mencapai miliaran rupiah. “Ada banyak sekali pedagang, rata-rata dari 6 kebayanan, minimal 3-5 pedagang, total 15 pedagang di Gempolan. Kalau dalam 2 minggu diperkirakan perputaran uangnya ada ya sekitar Rp 2,5 miliar,” ungkapnya, Minggu (5/3/2023). Lebih lanjut ia juga mengungkapkan bahwa durian di Gempolan ditanam oleh nenek moyang puluhan tahun yang lalu. “Penanaman asli dari nenek moyang kami, tapi kalau dulu belum terbranding. Sejak menjadi kepala desa 4 tahun yang lalu, saya mencanangkan program menanam durian untuk setiap rumah tangga. Kemudian, steelah panen raya kemarin, kami mengadakan pasar dan acara penjualan durian,” jelasnya. Sedangkan panen durian tahun ini juga tak kalah sukses. Beberapa petani dan pedagang durian di Gempolan langsung merayakan syukuran dengan menanggapi Reog dan Campursari. Pernyataan ini dikuatkan oleh Bang Madit (43 tahun), petani durian dari Dusun Karang Wuluh, Gempolan, Kerjo, Karanganyar. ““Ngeh mas syukuran nanggap reog dan campursari sebagai wujud syukur tahun ini panen durian di gempolan sukses, saya allhamdulilah 400 juta rupiah dapat tahun ini,” ujarnya, dikutip dari joglosemarnews.com. Puncak panen durian Gempolan setiap tahunnya jatuh antara bulan Januari hingga Februari.Varietas durian di Gempolan antara lain durian ketan, durian sukun, durian unggul, durian bawor, durian montong dan yang paling menjadi unggulan di desa sentra durian Karanganyar adalah durian Musangking yang terkenal dengan dagingnya yang tebal dan rasa manis yang khas. Foto: Dok. Fokus Jateng

Dosen UKSW Salatiga Mendapat Predikat Senior Member dari Organisasi Bidang Teknik Terbesar Dunia

Dosen UKSW Salatiga Mendapat Predikat Senior Member dari Organisasi Bidang Teknik Terbesar Dunia

SALATIGA – Dosen Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga telah mendapatkan predikat senior member dari organisasi profesi International Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE). Asosiasi bidang teknis terbesar di dunia itu memberikan gelar tersebut pada Maret 2023. Sosok tersebut adalah Dosen Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer (FTEK) UKSW Salatiga, Dr. Ing.Ivanna K.Timotius. “Hanya sekitar sepuluh persen dari seluruh anggota IEEE yang menyandang predikat senior member. Saat ini di Indonesia hanya ada sekitar 45 anggota senior IEEE,” ujar Ivanna yang juga Wakil Dekan FTEK UKSW, pada Selasa (7/3/2023). IEEE adalah organisasi insinyur profesional terbesar di dunia dengan lebih dari 400.000 anggota di lebih dari 160 negara. IEEE dan anggotanya menginspirasi komunitas global melalui publikasi, konferensi, standar teknis, kegiatan profesional dan pendidikan. Menurut Ivanna, untuk mendapatkan gelar anggota senior IEEE, membutuhkan setidaknya 10 tahun pengalaman teknik dan dukungan dari tiga anggota senior IEEE. Persyaratan tambahan lainnya yakni memiliki pengalaman luas yang mencerminkan pencapaian dan kematangan profesional, dan bukti setidaknya lima tahun pencapaian signifikan di bidangnya. Sedangkan Ivanna Timotius memiliki pengalaman profesional di bidang teknik selama kurang lebih 18 tahun. Menyelesaikan pendidikan S1 di UKSW pada tahun 2003. Ia kemudian menyelesaikan gelar Master of Science dari Chung Yuan Christian University (CYCU) Cung Li, Taiwan. Sementara gelar doktor of Ingenieurwissenschaften di Friedrich-Alexander University (FAU) Erlangen-Nurnberg, Germany pada 2020. Selama kiprahnya di dunia pendidikan, Ivanna Timotius telah menerbitkan beberapa publikasi akademik, antara lain 15 makalah di jurnal internasional, 14 makalah di jurnal nasional, dan 38 makalah di konferensi internasional. Salah satu prioritas penelitian Ivanna Timotius dijabarkan dalam buku “Computational Methods for Gait Analysis in Rodents” yang diterbitkan oleh FAU University Press, Erlangen, Germany tahun 2020. Buku ini menjelaskan beberapa metode untuk menganalisis pola gerak pada hewan pengerat, yang membantu perkembangan penelitian terkait penyakit Parkinson (PD), penyakit Huntington (HD), dan cedera tulang belakang (SCI).

MEMUPUK LITERASI PEMBIASAAN DENGAN PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI

Oleh Setianis Handayani Masih berjalankah literasi pembiasaan membaca 15 menit di pagi hari? Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Perkembangan dunia pendidikan semakin meningkat terutama dalam bidang teknologi dan informasi. Di tengah era industri 4.0 ini setiap orang dituntut untuk mampu bernalar kritis atau berpikir kritis. Kegiatan literasi pembiasaan membaca 15 menit menjadi langkah dini dalam membangun budaya literat. Kemampuan literasi membaca perlu dipupuk untuk menghadapi tantangan di era industri 4.0. Menjadi tuntutan tersendiri  bagi siswa untuk memiliki nalar yang kritis dengan cara memahami, mencari, mengambil informasi dan mengatasi masalah yang sedang dihadapi. Siswa yang mampu membaca dengan baik berarti bisa mengolah informasi dan memahami bahan bacaanya. Dan sebaliknya jika siswa belum lancar membaca maka masih mengalami kesulitan dalam mengembangkan nalar kritisnya. Kemampuan siswa yang masih rendah tingkat membacanya disebabkan oleh banyak faktor baik bersumber dari siswa itu sendiri maupun berasal dari guru. Faktor penyebab yang bersumber dari siswa yaitu kurang memahami isi bacaan. Sedangkan faktor penyebab yang berasal dari guru, biasanya siswa hanya diberikan bahan bacaan yang monoton dan kurang sesuai dengan kemampuan siswa. Strategi yang digunakan dalam membiasakan membaca kurang variatif. Sehingga hal ini menyebabkan siswa mudah merasa bosan, semangatnya menurun dan minat membaca menjadi berkurang. Literasi pembiasaan membaca 15 menit di pagi hari tidak selalu berpegang pada buku pelajaran siswa saja. Perlu diketahui bahwa saat melaksanakan pembiasaan membaca sangat diperbolehkan untuk menggunakan bahan bacaan nonteks pelajaran. Karena pembiasaan ini bertujuan untuk menguatkan siswa agar memiliki kebiasaan sehari-hari yaitu gemar membaca. Hal ini menjadi sebuah perhatian khusus bagi guru untuk selalu menanamkan budaya gemar membaca pada siswa dengan menemukan dan menerapkan gagasan-gagasan baru untuk mengatasi solusi  masalah tersebut, agar literasi pembiasaan membaca 15 menit hidup kembali. Salah satu cara yang dapat diterapkan dalam memupuk kembali literasi pembiasaan membaca yaitu dengan mengintegrasikan dan mengkolaborasikannya dengan pembelajaran berdiferensiasi. Menurut Tomlinson (2001) Pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa sebagai individu. Pembelajaran ini memberi keleluasaan dan mampu mengakomodir kebutuhan siswa untuk meningkatkan potensi dirinya sesuai dengan kesiapan belajar, minat, dan profil belajar siswa yang berbeda-beda. Strategi pendekatan pembelajaran berdiferensiasi yang dapat digunakan pada aspek pertama yaitu kesiapan belajar siswa dengan memetakan siswa berdasarkan kemampuan membacanya dan memilih buku sesuai jenjang kemampuan siswa. Pemetaan dapat dilakukan dengan mengadakan tes membaca. Setelah mengetahui kesiapan belajar, selanjutnya dapat dilakukan pemilahan buku bacaan nonteks pelajaran (novel, cerpen, komik, buku gambar bercerita) sesuai kebutuhan siswa. Bagi siswa yang sudah bisa membaca dengan baik dapat diberikan pilihan bacaan seperti cerpen dan novel. Sedangkan siswa yang masih belum lancar dapat diberikan cerita komik dan buku cerita bergambar. Kedua, aspek minat belajar siswa dengan cara memetakan sesuai dengan kecerdasan majemuk (multiple intelligence) mana yang berminat pada seni, olahraga, musik, matematika dan lain sebagainya. Misal dalam penerapannya siswa yang memiliki minat belajar belajar pada bidang seni dapat diberikan bahan bacaan yang berhubungan dengan seni, bagi yang suka dengan dunia olahraga dapat diberikan buku tentang olahraga, kebugaran dan kesehatan. Kemudian bagi siswa yang memiliki minat belajar pada musik dapat diberikan dengan bahan bacaan yang bertema tentang musik. Dan selanjutnya bagi siswa yang memiliki ketertarikan pada matematika dapat diberikan buku yang berhubungan dengan angka-angka. Ketiga, profil belajar siswa berkaitan dengan modalitas dalam belajar dengan tipe visual, auditori dan kinestetik. Dalam pelaksanaanya bagi siswa yang memiliki modalitas belajar tipe visual dapat diberikan buku nonteks biasa dapat berisi tulisan-tulisan beserta gambar. Bagi pemilik modalitas belajar tipe auditori dapat diberikan bahan bacaan yang berbentuk voice recorder berupa rekaman cerita atau informasi yang menarik bagi siswa. Kemudian siswa yang memiliki profil belajar dengan modalitas belajar tipe kinestetik dapat diberikan bahan literasi berupa benda yang nyata dan bisa dilakukan dengan membuat karya atau kerajinan dengan mendeskripsikan benda yang diamati. Pentingnya memupuk pembiasaan literasi dengan pembelajaran berdiferensiasi sejak dini sangat bermanfaat bagi siswa kedepannya. Dengan mengkolaborasikan pembelajaran berdiferensiasi diharapkan dapat memerdekakan peserta didik dalam melaksanakan pembiasaan literasi membaca 15 menit di pagi hari. Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh (Pratama, 2022) yang hasilnya pembelajaran berdiferensiasi dapat menjadi strategi baru dalam kegiatan penguatan literasi baik pada tahap pembiasaan, pengembangan, hingga tahap pembelajaran yang berdampak pada meningkatnya pemahaman membaca siswa.

ART OF DIFEFERENTIATION

Oleh: Hanita Bella Safitri Surat terbuka untuk sahabat guru “Bapak dan ibu guru mohon berhenti untuk mengatakan muridku si A susah sekali diajari, berbeda dengan si B yang cepat misalnya. Ayo dong kok nggak bisa-bisa sih, kok nggak selesai selesai lihat temenmu yang lain udah selesai.” Mungkin kalimat itu sering diucapkan pada bapak ibu guru saat mengajar. Memang ada anak yang cuek dengan perkataan itu, ada juga anak yang biasa-biasa saja, tetapi ada juga yang tidak bisa menerima perkataan tersebut dan bahkan dimasukkan dalam hatinya. Perlu kalian ketahui bahwa murid-murid sedang belajar bukan sedang berlomba. Seperti halnya anak yang belajar latihan sepeda, yang pastinya ada anak yang cepat untuk bisa dan ada anak yang lambat, bahkan ada anak yang terjatuh sampai tersungkur. Anak tidak butuh dibandingkan, mereka hanya butuh bimbingan. Seperti yang kita tahu, pembelajaran berdiferensiasi merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan Merdeka Belajar. Pembelajaran berdiferensiasi juga berkaitan erat dengan filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara. Pembelajaran berdiferensiasi merupakan pembelajaran yang memberikan fasilitas kebutuhan belajar siswa yang beragam sesuai dengan karakteristik peserta didik masing-masing. Menurut Bianda C. Iskandar Dinata “Ujian bagi guru sebenarnya adalah sejauh mana guru mampu membuat pelajaran yang maksimal bagi para pelajarnya.” Pelajaran yang maksimal dalam hal ini bukan melulu mengenai materi pembelajaran, namun pembiasaan. Sebuah pembiasaan yang dapat merubah anak yang awalnya belum bisa menjadi bisa. Anak yang awalnya belum mengerti tentang pendidikan karakter bisa menjadi paham. Nah itulah tujuan dari belajar yang sesungguhnya adalah ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku (change behavior) menjadi lebih baik. Pendidikan bukan cuma alih informasi yang masuk kuping kiri, keluar kuping kanan, namun terjadinya proses interaksi antar informasi dalam otak bagian atas dan dilakukan secara kompak, sedikit demi sedikit, berulang-ulang, bertahap, terus-menerus, berprerekuisit, didasari senyum kasih sayang, dan dipatri keteladanan, sehingga terjadi pengendapan informasi dan kesan perilaku dalam otak tengah, sesuai dengan kompetensi yang diharapkan. Sebagai guru profesional, kita membutuhkan sebuah  visi  untuk menggambarkan  seperti  apa layanan yang akan kita berikan pada siswa kita. Seorang guru profesional dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi diharapkan mampu membuat dan mengembangkan visi yang berpihak penuh pada pada peserta didik. Dari hal inilah yang bisa mewujudkan untuk meningkatkan kualitas diri  serta  menguatkan  kolaborasi  di  lingkungan  sekolah  sebagai  upaya  perbaikan yang  berkualitas pada pembelajaran berdiferensiasi. Dengan menerapkan program profil pelajar pancasila, hal ini jauh tidak bisa lepas dengan pembelajaran diferensiasi, yang mana guru harus memahami  kemampuan  peserta  didik  yang  berbeda  beda sesuai dengan minat dan potensi  siswa. Guru profesional memiliki visi untuk melakukan perubahan positif dengan memiliki memiliki keterampilan Abad-21 yang berwawasan revolusi industri 4.0 dalam pembelajaran yang diantaranya yaitu kemampuan berpikir kritis (critical thinking), kemampuan bekerja sama dengan baik (collaboration), kemampuan berkomunikasi (communication) dan kreatifitas (creativity). Sehingga adanya pembelajaran (student centered) yang menerapkan strategi pendekatan IA (Inkuiri Apresiatif) yaitu pendekatan yang dapat menciptakan agen perubahan yang kolaboratif (Agent of Change) seperti filosofi dari Ki Hajar Dewantara. Dan visi tersebut juga berkaitan dengan teori konstruktivisme dalam pembelajaran, yang bertujuan untuk membangun peserta didik menjadi lebih produktif, kreatif, mandiri, dan inovatif. Maka tugas kita sebagai guru adalah menerapkan pembelajaran berdiferensiasi dengan menguatkan mereka agar mampu berkarya demi masa depan.

GAME EDUKASI MENGGUNAKAN 3D UNITY

Media Teknologi untuk Pendidikan Oleh: Noor Fadhila Rahmawati Unity 3D adalah game engine yang merupakan sebuah software pengolah gambar, grafik, suara, dan lain-lain yang ditujukan untuk membuat suatu game, meskipun tidak selamanya harus untuk game. Kelebihan dari game engine ini adalah bisa membuat game berbasis 3D maupun 2D, dan sangat mudah digunakan. Unity 3D dibuat oleh Unity Technology dan merupakan game engine yang bermulti platform. Unity 3D mampu di publish menjadi Standalone (.exe), berbasis web, Android, iOS, Xbox, dan PS3. Walau bisa dipublish ke berbagai platform, Unity 3D perlu lisensi untuk dapat di-publish ke platform tertentu. Tetapi Unity 3D menyediakan untuk free user dan bisa di-publish dalam bentuk Standalone (.exe) dan web. Untuk saat ini Unity sedang di kembangkan berbasis AR (Augment Reality) Terdapat dua versi dari unity 3D, yaitu versi berbayar dan versi gratis. Pada versi gratis terdapat beberapa fitur yang tidak dapat digunakan, seperti tidak dapat melakukan konversi game ke console. 2. Fitur-fitur Unity 3D a. Rendering Unity telah mendukung pengguna graphic engine, seperti Direct3D (Windows, Xbox 360). OpenGL (Mac, Windows, Linux, PS3), OpenGL ES (Android, iOS), dan APIs (Wii). Selain itu, Unity 3D juga mendukung pengguna bump mapping, reflection mapping, parallax mapping, screen space ambient occlusion (SSAO), dynamic shadows menggunakan shadow maps, render-to-texture dan full-screen post-processing effect. b. Scripting Scripting yang digunakan pada Unity 3D dibangun menggunakan MonoDevelop. MonoDevelop merupakan implementasi open source dari .NET Framework. Bahasa pemrograman yang didukung oleh Unity antara lain JavaScript, C#, dan Boo (menggunakan sintaks Phyton). c. Asset Store Asset Store merupakan aspek dari permainan yang akan direferensikan oleh beberapa komponen, asset itu sendiri atau kelengkapan penunjang pembuat game. Asset store merupakan tempat untuk mendapatkan asset yang digunakan untuk menunjang pembuatan game. Asset yang ada pada Unity 3D dibagi menjadi dua, yaitu external dan internal. Asset eksternal merupakan asset yang ditambahkan dari sumber di luar Unity 3D, seperti 3D Model, Texture dan Sound Effect. 12 12 d. Platform Unity 3D dapat dijalankan secara cross platform. Platform yang didukung antara lain Xbox one, BlackBerry 10, Windows Phone, Windows, Mac, Linux, Android, iOS, Unity Web Player, Adobe Flash, Playstation 3, Xbox 360, Wii U dan Wii. 3. Terminologi Ketika mambuat aplikasi menggunakan Unity 3D, maka perlu memahami beberapa istilah yang sering digunakan. Berikut penjelasan istilah-istilah penting ketika membuat aplikasi menggunakan Unity 3D. a. Scene Secara sederhana, scene dapat diartikan sebagai level pada game atau form pada aplikasi. Dengan scene, kita dapat meletakkan berbagai macam objek. b. Packages Packages merupakan kumpulan asset yang sudah dijadikan satu. Melalui packages ini, kita dapat berbagi asset dengan pengguna Unity 3D lain. c. Prefabs Prefabs merupakan sebuah kontainer atau sebagian salah satu cara untuk membuat grup asset sehingga dapat digunakan berkali-kali di dalam sebua project. d. Game Object Setiap objek dapa project kita yang di buat Unity adalah Game Object. Contohnya Lighting, Kamera dan juga objek hewan pada aplikasi ini pun adalah sebuah Game Object. 13 13 e. Component Component adalah group dari suatu fungsi yang berisikan parameter-parameter yang mendefinisikan seperti apa bentuk ataupun sifat dari game object. f. Asset Asset merupakan bagian-bagian yang akan membentuk suatu aplikasi. Melalui asset, kita dapat membuat lingkungan, tokoh, atau benda dalam aplikasi. Asset dapat diperbolehkan di Asset Store, dimana kita dapat mengunduh asset secara gratis, meskipun ada juga yang berbayar. g. Script Script merupakan bagian yang dapat digunakan untuk membuat kecerdasan buatan (artificial intelligence) yang mengatur bagaimana aplikasi berjalan. Melalui script, kita dapat melengkapi asset yang sedang atau ingin kita gunakan dalam pembuatan aplikasi.

ANALISIS GAYA BELAJAR SISWA TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA

Oleh: Dwi Ratna Efendi Gaya belajar berhubungan sangat erat dengan kemampuan berpikir peserta didik. Indikator dari gaya adalah gaya belajar auditori, kinestetik, dan visual. Belajar melalui mendengar, melihat, atau benar-benar berpartisipasi dalam apa pun merupakan penjelasan dari belajar kinestetik (Abi, 2020). Sebagai seorang guru, hendaknya mampu memahami bagaimana gaya belajar peserta didiknya dalam mengolah informasi, sehingga guru dapat memfasilitasi peserta didik dengan baik, sesuai kebutuhan mereka dan dapat menciptakan pembelajaran yang efektif bagi peserta didik. Karena, “Gaya belajar merupakan pilihan seorang peserta didik dalam usaha menggunakan kemampuannya” (Nyoman, 2016). Gaya belajar atau cara belajar akan mempengaruhi hasil belajar peserta didik” (Aisyah, 2016). Berdasarkan pernyataan Falah (2022) “Gaya belajar setiap peserta didik berbeda-beda dari bagaimana cara mereka memahami dan menyerap materi yang diberikan oleh guru”, akibatnya mereka sering perlu menggunakan beberapa pendekatan untuk memahami pengetahuan atau pelajaran yang sama. Tidak akan ada pembelajaran yang menantang apabila peserta didik mempelajari pengetahuan atau konten berdasarkan preferensi belajarnya. Dengan memberikan instruksi kepada anak-anak, kita akan segera melihat perubahan sikap dan tingkat keberhasilan yang tinggi karena kekuatan gaya belajar mereka. Dengan demikian, salah satu modalitas yang memengaruhi pembelajaran, pemrosesan, dan komunikasi adalah ciri dari gaya belajar. Peserta didik akan tertarik untuk belajar matematika jika guru dapat mengakomodasi preferensi belajar mereka yang beragam. Fungsi dari matematika adalah sebagai alat bantu dan pelayanan ilmu. Matematika berkaitan erat dengan rangkaian kegiatan sehari-hari dalam kehidupan manusia. Namun sayangnya, mutu pendidikan matematika masih rendah, penyebabnya ada beberapa hal, menurut Astuti (2015) “Salah satu penyebab rendahnya minat pembelajaran yakni karena pembelajaran kurang menarik dan tidak menyesuaikan gaya belajar peserta didik”. Bahkan, kebanyakan peserta didik kurang tertarik dan menggemari matematika. Hartati (2015) berpendapat bahwa “Perubahan tingkah laku dalam proses pembelajaran entah dalam aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan pada diri peserta didik merupakan hasil belajar”. Sedangkan menurut Lilis (2022) dari pihak peserta didik, “Hasil belajar merupakan proses dan puncak belajar peserta didik”. Hasil belajar setiap peserta didik berbeda disebabkan adanya pengaruh gaya belajar yang tidak sama pula, hal ini karena setiap gaya belajar memberikan pengaruh tersendiri. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ketika proses pembelajaran saat di sekolah, ditemukan permasalahan ketika proses pembelajaran matematika. Salah satu dari permasalahan tersebut yakni belum terwujudnya proses pembelajaran yang memfasilitasi keberagaman gaya belajar, sehingga mengakibatkan peserta didik  menemukan kesulitan ketika proses pembelajaran yang dapat memengaruhi hasil belajar mereka.

PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTARA

Oleh: Alfiya Mustika Ningtiyas Ki Hajar Dewantara Lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889.Terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia berasal dari lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak saat itu, ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Dalam berbagai sumber tulisan tentang pendidikan Ki Hadjar Dewantara, Pendidikan harus dimulai dari persamaan persepsi pemangku pendidikan tentang mendidik itu sendiri. Menurut Kihajar Dewantara mendidik dalam arti yang sesungguhnya adalah proses memanusiakan manusia (humanisasi), yakni pengangkatan manusia ke taraf insani. Di dalam mendidik ada pembelajaran yang merupakan komunikasi eksistensi manusiawi yang otentik kepada manusia, untuk dimiliki, dilanjutkan dan disempurnakan. Jadi sesungguhnya pendidikan adalah usaha bangsa ini membawa manusia Indonesia keluar dari kebodohan, dengan membuka tabir aktual-transenden dari sifat alami manusia (humanis). Menurut Ki Hajar Dewantara tujuan pendidikan adalah “penguasaan diri” sebab di sinilah pendidikan memanusiawikan manusia (humanisasi). Penguasaan diri merupakan langkah yang harus dituju untuk tercapainya pendidikan yang mamanusiawikan manusia. Ketika setiap peserta didik mampu menguasai dirinya, mereka akan mampu juga menentukan sikapnya. Dengan demikian akan tumbuh sikap yang mandiri dan dewasa. Dalam konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara ada 2 hal yang harus dibedakan yaitu sistem “Pengajaran” dan “Pendidikan” yang harus bersinergis satu sama lain.  Pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Sedangkan pendidikan lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik). Keinginan yang kuat dari Ki Hajar Dewantara untuk generasi bangsa ini dan mengingat pentingnya guru yang memiliki kelimpahan mentalitas, moralitas dan spiritualitas. Beliau sendiri untuk kepentingan mendidik, meneladani dan pendidikan generasi bangsa ini telah mengubah namanya dari ningratnya sebagai Raden Mas Soewardi Suryaningrat menjadi Ki Hajar dewantara. Perubahan nama tersebut dapat dimakna bahwa beliau ingin menunjukkan perubahan sikap ningratnya menjadi pendidik, yaitu dari satria pinandita ke pinandita satria yaitu dari pahlawan yang berwatak guru spiritual ke guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang mempersiapkan diri dan peserta didik untuk melindungi bangsa dan Negara ini.  Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan spiritualitas, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Yang utama sebagai pendidik adalah fungsinya sebagai model keteladanan dan sebagai fasilitator kelas. Nama Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan. Pendidik atau Sang Hajar adalah seseorang yang memiliki kelebihan di bidang keagamaan dan keimanan, sekaligus masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Modelnya adalah Kyai Semar (menjadi perantara antara Tuhan dan manusia, mewujudkan kehendak Tuhan di dunia ini). Sebagai pendidik yang merupakan perantara Tuhan maka guru sejati sebenarnya adalah berwatak pandita juga, yaitu mampu menyampaikan kehendak Tuhan dan membawa keselamatan. Menerjemahkan dari konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara tersebut, maka banyak pakar menyepakati bahwa pendidikan di Indonesia haruslah memiliki 3 Landasan filosofis, yaitu nasionalistik, universalistic dan spiritualistic. Nasionalistik maksudnya adalah budaya nasional, bangsa yang merdeka dan independen baik secara politis, ekonomis, maupun spiritual. Universal artinya berdasarkan pada hukum alam (natural law), segala sesuatu merupakan perwujudan dari kehendak Tuhan.