Alam Nusantara dikenal sangat indah dan kaya akan berbagai sumber daya alam. Ini sebagai salah satu bentuk nikmat Allah Yang Maha Kuasa yang wajib disyukuri dengan melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. Nusantara merupakan suatu gugusan pulau-pulau yang membentang dari barat ke timur di antara Benua Asia dan Australia. Secara astronomis, Nusantara terletak antara 95o BT – 141o BT dan 6o LU – 11o LS. Dengan letak astronomis tersebut, Indonesia termasuk ke dalam wilayah beriklim tropis. Wilayah tropis dibatasi oleh lintang 23,5o LU dan 23,5o LS. Di wilayah tropis seperti Nusantara, sinar matahari selalu ada sepanjang tahun dan suhu udara tidak ekstrim sehingga masih sangat nyaman untuk melakukan berbagai aktivitas. Lama siang dan malam juga hampir sama, yaitu sekitar 12 jam siang dan 12 jam malam. Sedangkan secara Geografis, Nusantara terletak diantara dua benua dan dua samudra. Benua yang mengapit Nusantara adalah Benua Asia yang terletak di sebelah utara dan Benua Australia yang terletak di sebelah selatan. Samudra yang mengapit Nusantara adalah Samudra Pasifik di sebelah timur dan Samudra Hindia di sebelah barat. Pola angin muson yang bergeak menuju wilayah Nusantara pada saat angin barat dimanfaatkan oleh orang-orang masa lalu untuk melakukan perpindahan atau migrasi dari Asia ke berbagai wilayah di Nusantara. Perahu yang digunakan untuk melakukan migrasi tersebut masih sangat sederhana dan pada saat itu masih mengandalkan kekuatan angin sehingga arah gerakannya mengikuti arah gerakan angin muson. Kepulauan Nusantara sejak dahulu telah menjadi pusat perdagangan internasional di Asia Tenggara. Oleh karenanya, interaksi antar peradaban pun menjadi suatu hal yang niscaya. Di antara peradaban yang saling mempengaruhi dengan diawali pelayaran dan perdagangan adalah bangsa Cina, Melayu, India, Timur Tengah, Persia, dan Eropa. Nusantara terkenal sebagai penghasil rempah-rempah. Selain rempah-rempah, Kepulauan Nusantara juga memiliki komoditas lain seperti emas, perak, batu permata, kain katun, teh, kopi, dan hasil alam lainnya yang bermutu tinggi. Hal ini menjadi daya tarik bangsa-bangsa lain untuk membeli hasil bumi itu. Interaksi peradaban yang terjadi antarbangsa dalam proses perdagangan tersebut tidak hanya mendorong terjadinya proses akulturasi dan asimilasi budaya, melainkan juga benturan antar peradaban. Pedagang-pedagang yang datang dari berbagai penjuru dunia membawa peradaban mereka masing-masing. Pedagang-pedagang yang datang dari India membawa peradaban Hindu-Buddha dan para pedagang Cina membawa peradaban Konghuchu (Confusiusme). Pedagang-pedagang yang datang dari daerah Timur Tengah seperti Jazirah Arab dan juga Persia serta Gujarat membawa peradaban Islam. Begitu pula pedagang-pedagang dari Eropa di masa berikutnya membawa ajaran Nashrani. Hindu dan Buddho masuk ke Indonesia sekitar abad ke-2 dan abad ke-4 M. Pedagang dari India yang datang ke Sumatra, Jawa, dan Sulawesi membawa’agama’ dan peradaban mereka. Perkembangan ‘agama’Hindu mulai di Pulau Jawa pada abad ke-5. Para pedagang juga mengembangkan ajaran Buddho. Hasilnya, kebudayaan Hindu dan Buddho mempengaruhi terbentuknya kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddho seperti Kerajaan Kutai, Sriwijoyo, Tarumanegara, Mataram Hindu, Padjajaran dan Mojopahit. Walaupun saat itu sudah cukup banyak orang-orang Islam yang hidup di Mojopahit. Baik dari kalangan bangsawan, para pedagang, maupun rakyat jelata. Sebelum membahas runtuhnya Kerajaan Hindu Syiwo-Buddho Mojopahit dan berdirinya kerajaan Islam Demak yang dirintis para wali, berikut ini disajikan sekilas beberapa teori tentang proses awal mula masuknya Islam ke Nusantara. Diantara teori-teori tersebut adalah Teori Mekah oleh Prof. DR. Buya Hamka, Teori Persia oleh Prod. DR. Abubajar Atjeh, Teori Cina oleh Prof. Slamet Muljana, Teori Maritim oleh NA.Baloch, dan Teori Gujarat oleh Orientalis Belanda Snouck Hurgronje. Terkait mana yang lebih mendekati kebenaran, kiranya pendapat Prof. Dr. Buya Hamka yang mendasarkan pada berita Cina dari Dinasti T’ang adalah fakta sejarah yang paling valid (rajih). Prof. DR. Buya Hamka menuliskan, ‘Ahli sejarah ada yang berkata bahwa di zaman pemerintahan Yazid bin Muawiyah, Khalifah Bani Umayyah yang kedua, telah didapat sekelompok keluarga orang Arab di Pesisir Barat pulau Sumatera. Artinya sebelum habis seratus tahun setelah Nabi kita Muhammad saw. Tetapi di kurun-kurun ketiga dan keempat Hijriyah, di zaman keemasan Daulah Bani Abbas di Baghdad sudah banyak pelajar dan pengembara bangsa Arab itu menyebut-nyebut pulau Sematera, ketika mereka membicarakan suatu Kerajaan Buddha yang dikenal dalam kitab-kitab mereka dengan nama ‘Syarazah’ atau Kerajaan Sriwijaya yang terletak di Palembang, Ibu Negeri Sumatera Selatan sekarang ini. Pendapat Prof. Dr. Buya Hamka ini juga dikuatkan oleh pendapat beberapa sejarawan. Di antaranya adalah Prof. Ahmad Mansur Suryanegara yang berkesimpulan bahwa Islam masuk ke Nusantara langsung dari Mekah sejak abad ke-7 M melalui Aceh. Islam pertama kali masuk ke Sumatera sejak abad 7 juga telah disebutkan oleh W.P. Groeneveldt yang menjelaskan bahwa berdasarkan berita Cina zaman T’ang, pada abad 6 masyarakat Muslim telah ada, baik di Kanfu (Kanton) maupun di daerah Sumatera sendiri. Oleh karena Islam sendiri masuk ke Cina Tiongkok pada abad ke-7, ketika Khalifah ke-3, Utsman bin Affan (577-656 M) mengirim utusannya yang pertama menghadap Kaisar Yong Hui dari Dinasti T’ang pada 2 Muharram 31 H/25 Agustus 651 M. Ini terjadi oleh karena saat kerajaan Sriwijoyo di Sumatera mengembangkan kekuasaannya pada sekitar abad 7 dan 8 M sebagaimana dalam Prasasti Ligor 775, berita Cina dan Arab, selat Malaka sudah mulai dilalui oleh pedagang-pedagang muslim dalam pelayarannya ke negeri-negeri Asia Timur dan Asia Tenggara. Perkembangan Islam melalui pelayaran dan perdagangan secara internasional antara negeri-negeri di Asia bagian barat dipengaruhi oleh kuatnya dominasi kekuasaan Islam Bani Umayyah. Sedangkan perkembangan Islam di Asia bagian Tenggara maupun Timur dipengaruhi oleh kuatnya dominasi Islam di kerajaan Cina mas Dinasti T’ang. Syed Naguib Al-Attas juga menjelaskan tentang masuknya Islam ke Nusantara sejak abad 7. Pada abad ke-7 ini, orang-orang Islam telah memiliki perkampungan di Kanton, menunjukkan kegembiraannya menyaksikan derajat keagamaan yang tinggi dan otonomi pemerintahan; dimana mereka akan memelihara kelangsungan perkampungan serta organisasi di Kedah dan di Palembang. Bukti lainnya adalah sebuah literatur kuno Arab yang berjudul ‘Aja’ib Al-Hind yang ditulis oleh Buzurg bin Shahriyar Al-Rumhurmuzi pada tahun 1000 M., memberikan gambaran bahwa ada perkampungan-perkampungan muslim yang terbangun di wilayah Kerajaan Sriwijoyo. Hubungan Sriwijoyo dengan kekhalifahan Islam di Timur Tengah terus berlanjut hingga di masa khalifah Umar bin Abdul Aziz. Ibnu Abdur Rabbih dalam karyanya Al-Iqud Al-Farid menyebutkan bahwa ada proses korespondensi yang berlangsung antara raja Sriwijoyo kala itu. Sri Indravarman, dnegan khalifah yang terkenal adil tersebut. Sedangkan telah diketahui bahwa Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjabat … Baca Selengkapnya