Jowonews

Resep Donat Jadul, Rasa Nostalgia yang Empuk dan Ekonomis

Resep Donat Jadul, Rasa Nostalgia yang Empuk dan Ekonomis

Donat adalah camilan yang telah dikenal dan digemari sejak lama. Salah satu versi yang disukai banyak orang adalah donat jadul. Donat jadul memiliki cita rasa yang khas dan kenangan masa kecil yang manis. Donat telah menjadi camilan yang digemari oleh banyak orang sejak lama, bahkan sejak tahun 1960-an. Resep dan cara membuat donat jaman dahulu terasa begitu sederhana dan ekonomis. Mari kita telusuri resep donat jadul yang membangkitkan rasa nostalgia ini. Donat jadul memang memiliki daya tariknya sendiri. Rasanya yang lezat dan kenangan masa kecil yang terkait dengan camilan ini membuatnya selalu menjadi pilihan yang sempurna untuk disantap bersama secangkir teh atau kopi. Keistimewaan donat jadul terletak pada kesederhanaannya, tanpa perlu memusingkan perizinan atau percampuran ragi yang rumit. Berikut adalah resep donat jadul yang mudah dan ekonomis yang kami lansir dari channel YouTube pufflova: Resep Donat Jadul Bahan-bahan :– 200 gr tepung terigu– 1 sdt baking powder– 1 telur– 25 gr mentega– 50 gr gula halus– 100 gr susu– 1/2 sdt garam Cara Membuat Dengan resep yang sederhana ini, Anda dapat membuat donat jadul yang empuk dan lezat kapan saja. Jangan lupa untuk menambahkan berbagai topping favorit Anda seperti cokelat leleh, selai, atau es krim. Donat jadul ini akan memberikan sentuhan nostalgia yang manis pada setiap gigitannya. Selamat mencoba!

Warung Lotis Mbah Sumi, Menikmati Kelezatan Lotis dengan Pemandangan Telaga Rowo Batuwarno Wonogiri

Warung Lotis Mbah Sumi, Menikmati Kelezatan Lotis dengan Pemandangan Telaga Rowo Batuwarno Wonogiri

Cuaca panas seperti sekarang ini bisa membuat kita merasa cepat haus. Salah satu hidangan yang cocok untuk menyegarkan diri di tengah cuaca yang terik adalah lotis. Dan jika Anda berada di Kabupaten Wonogiri, ada tempat istimewa yang dapat Anda kunjungi, yaitu warung lotis Mbah Sumi di Telaga Rowo Batuwarno Wonogiri. Seperti lotis pada umumnya, hidangan di warung Mbah Sumi ini terdiri dari irisan buah-buahan yang agak mentah dan agak besar, disajikan dengan sambal manis yang terbuat dari gula jawa, cabai, garam, dan bumbu-bumbu lezat lainnya. Salah satu nilai lebih jajan lotis di warung Mbah Sumi ini adalah Anda dapat merasakan kelezatan lotis sambil menikmati panorama indah Telaga Rowo Batuwarno. Warung lotis Mbah Sumi ini terletak di Dusun Rowo, Desa Sumberejo, Kecamatan Batuwarno, tepatnya di utara Telaga Rowo atau Jalan Raya Baturetno-Batuwarno. Tampilan warung ini sederhana namun khas. Bangunan warung terbuat dari kayu dengan sebagian bagian terbukanya sengaja dirancang untuk memberikan pengunjung pilihan tempat makan yang nyaman. Ketika Anda datang ke warung lotis ini, Anda bisa memilih apakah ingin menikmati hidangan di dalam warung atau di tepi telaga yang lebih sejuk. Jika Anda mencari suasana yang lebih segar, maka duduk di pinggiran telaga adalah pilihan yang tepat. Di sini, Anda dapat merasakan hembusan angin yang lebih segar dan kencang. Mbah Sumi yang kini telah berusia sepuh meneruskan usaha warung lotis ini dengan bantuan anak dan menantunya, Nur. Warung ini sudah berdiri sejak tahun 1980. Menurut Nur, sambal lotis yang melegenda ini dibuat oleh suaminya Mbah Sumi, yang bernama Mbah Rakino. Saat ini, Mbah Rakino berusia 74 tahun. Komposisi buah-buahan yang digunakan untuk lotis Mbah Sumi sama seperti yang umumnya digunakan. Ada timun, bengkoang, semangka, mangga, nanas, dan banyak lagi. Satu hal yang harus Anda tahu adalah sambal lotisnya cukup pedas. Selain itu, porsi sambalnya juga cukup banyak. Bahkan ketika buah-buahannya sudah habis, sambalnya masih tersisa. Jadi, Anda bisa menikmati sambal dengan kerupuk atau rambak. Harga satu porsi lotis di warung Mbah Sumi adalah Rp 10.000. Porsinya cukup banyak, sehingga ketika disajikan di piring, irisan beragam buahnya menumpuk tinggi. Warung lotis ini buka setiap hari, kecuali pada hari Selasa, dari pagi hingga sore. Namun, pada hari Sabtu, Minggu, dan hari libur, warung ini seringkali ramai dikunjungi oleh para wisatawan yang datang menikmati Telaga Rowo. Jadi, jika Anda berencana mengunjungi Wonogiri, pastikan Anda datang dan menikmati kelezatan lotis di warung Mbah Sumi. Foto dok. Detik Jateng

Nasi Goreng Pak Karmin Semarang, Legendaris dan Kelezatannya Tak Lekang Massa

Nasi Goreng Pak Karmin Semarang, Legendaris dan Kelezatannya Tak Lekang Massa

Semarang, kota yang memikat dengan kuliner khasnya, menyuguhkan pengalaman tak terlupakan bagi para pencinta nasi goreng. Salah satu tempat yang wajib Anda kunjungi adalah Nasi Goreng Babat Pak Karmin Semarang, sebuah warung yang telah menjajakan nasi goreng babat gongso selama hampir lima dekade. Pak Karmin, nama akrab dari Sukarmin, adalah sosok di balik kelezatan nasi goreng babat yang telah memikat hati warga Semarang selama bertahun-tahun. Ia memulai usahanya pada usia 22 tahun dengan warung sederhana dan resep rahasia yang turun temurun dari kakeknya. Meski awalnya hanya berjualan di dekat Jembatan Mberok dengan pelanggan yang tidak sebanyak sekarang, tekad Pak Karmin untuk mengembangkan rasa dan berinovasi tak pernah surut. Rahasia utama dari nasi goreng babat Pak Karmin terletak pada pemilihan daging babat yang cermat. Untuk mendapatkan daging babat yang lezat, Pak Karmin mencuci daging tersebut berkali-kali dengan air mengalir hingga bersih. Proses memasaknya juga memerlukan waktu yang cukup lama. Daging babat yang lembut direbus selama 3 jam, sementara yang kasar direbus selama 8 jam. Hasilnya adalah daging babat yang empuk, renyah, gurih, dan tidak berbau, yang disajikan dengan bumbu yang kental. Nasi goreng babat dan babat gongso Pak Karmin disajikan dengan sederhana, tetapi rasanya pedas, manis, dan asin secara bersamaan. Daging babat yang empuk dan bumbu yang kaya menciptakan perpaduan cita rasa yang tak terlupakan. Untuk yang tidak begitu menggemari jeroan, warung ini juga menyediakan alternatif dengan telur dan daging ayam gongso yang tak kalah lezat. Yang tak kalah menarik adalah penggunaan telur goreng yang selalu diletakkan di atas hidangan gongso dan nasi goreng babat. Ini adalah salah satu keunikan dari sajian Pak Karmin yang menggugah selera. Meskipun cita rasa kuliner ini sangat lezat, Pak Karmin mengaku bahwa ia tidak mengambil banyak keuntungan dari usahanya. Harga nasi gorengnya tetap terjangkau, bahkan selama lima tahun terakhir tidak mengalami kenaikan. Nasi babat gongso dihargai Rp25 ribu, nasi goreng babat Rp25 ribu, dan nasi telur Rp10 ribu. Pelanggan setia yang telah mengenal Pak Karmin selama bertahun-tahun juga menjadi bagian dari kekhasan warung ini. Di sini, Anda bisa merasakan nuansa kesederhanaan dengan tenda tambahan untuk area makan para pelanggan. Kadang-kadang, pelanggan harus bersabar dan menikmati hidangan babat gongso tepat di pinggir jalan atau Jembatan Mberok jika warung sedang ramai. Warung ini buka dari pukul 08:00 hingga 22:00 WIB setiap hari dan mampu menjual hingga 600 porsi dalam sehari. Kesuksesan warung ini bahkan membawa Pak Karmin membuka cabang lain di Jalan MH Thamrin, Semarang. Jadi, jika Anda mencari pengalaman kuliner yang unik dan lezat di Kota Semarang, Nasi Goreng Babat Pak Karmin Mberok adalah tempat yang wajib Anda kunjungi.

Mengenal Tradisi Kenduri Udan Dawet, Ritual Memohon Hujan di Boyolali

Kenduri Udan Dawet

Di Desa Banyuanyar, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali, terdapat sebuah tradisi tradisional yang disebut “kenduri udan dawet.” Tradisi ini memiliki tujuan utama sebagai ritual untuk meminta hujan, terutama sebagai respons terhadap kemarau panjang yang tengah melanda. Tradisi ini telah diwariskan secara turun-temurun sejak zaman nenek moyang mereka. Tradisi kenduri udan dawet biasanya dilaksanakan setiap tahun, tepatnya pada hari Jumat Pon bulan keempat dalam penanggalan Jawa. Bulan ini biasanya merupakan musim kemarau, dan inilah alasan utama mengapa tradisi ini dilaksanakan pada saat tersebut, yaitu untuk memohon hujan. Upacara ini diadakan di dekat sebuah sendang atau sumber air yang dikenal sebagai Mande Rejo, yang berada di Dukuh Desa Banyuanyar. Selama prosesi, dawet, makanan tradisional seperti tumpeng, serta ingkung ayam dan lauk-pauk lainnya dibawa dalam kirab oleh warga setempat. Ratusan warga dari berbagai dukuh, seperti Dukuh Dukuh, Dukuh Bunder, dan Ngemplak, mengenakan pakaian adat untuk mengikuti kirab ini. Dalam kirab, terdapat dua gunungan besar, yakni gunungan dawet dan gunungan yang berisi berbagai sayuran dan buah-buahan. Setibanya di Sendang Mande Rejo, prosesi selanjutnya dimulai dengan warga duduk bersama dan melakukan pembacaan doa-doa. Ritual kemudian dilanjutkan dengan menyiramkan dawet ke sendang tersebut sebagai tanda permohonan kepada Tuhan untuk memberikan hujan yang berkah. Selama proses penyiraman dawet ke sendang, warga juga mengucapkan kalimat “udan buyut,” yang memiliki makna sebagai permohonan agar hujan segera turun dengan deras. Setelah ritual selesai, warga berkumpul untuk meminum dawet dan bersama-sama makan dari tumpeng yang mereka bawa. Dengan melaksanakan tradisi ini, warga berharap agar hujan segera turun, sehingga mereka dapat segera melanjutkan aktivitas pertanian dan mendapatkan pasokan makanan untuk ternak mereka. Tradisi kenduri udan dawet ini mencerminkan pentingnya budaya dan kepercayaan lokal dalam menjaga keseimbangan alam dan kehidupan masyarakat.

Menelusuri Jejak Agama Katolik di Museum Misi Muntilan

Menelusuri Jejak Agama Katolik di Museum Misi Muntilan

MAGELANG – Di Muntilan, Kabupaten Magelang, terdapat sebuah museum yang memiliki tujuan utama untuk menyimpan dan memamerkan jejak sejarah agama Katolik di Jawa, terutama di wilayah Jawa Tengah. Museum ini dikenal dengan nama Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner dan terletak di Jalan Kartini 3, Muntilan. Salah satu hal menarik yang dapat ditemukan di halaman depan museum ini adalah patung Romo Frans van Lith. Bangunan museum ini terdiri dari dua lantai. Lantai pertama digunakan sebagai ruang perkantoran, sementara lantai kedua merupakan tempat penyimpanan berbagai barang bersejarah yang berkaitan dengan agama Katolik, seperti jubah, peralatan misa, dan sebagainya. Di antara koleksi tersebut terdapat barang-barang peninggalan Uskup Agung Semarang pada masanya, Mgr Albertus Soegijapranata. Juga terdapat barang-barang dan tanda jasa yang dimiliki oleh Romo YB Mangunwijaya. Salah satu hal yang mencolok di museum ini adalah ruangan khusus yang menampilkan kursi, mimbar, dan altar yang pernah digunakan oleh Paus Paulus Yohanes II saat ia memberikan khotbah di Lapangan Dirgantara Jogja pada 10 Oktober 1989. Selain itu, museum ini juga memiliki merchandise dan materi khotbah yang disampaikan oleh Paus Paulus Yohanes II dalam Bahasa Indonesia, serta foto-foto dokumentasi dari acara tersebut. Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner ini secara resmi diresmikan pada tanggal 14 Desember 2004 oleh Mgr Ignatius Suharyo, yang saat itu menjabat sebagai Uskup Agung Semarang. Peresmian museum ini juga bertepatan dengan perayaan 100 Tahun Pembaptisan Sendangsono yang terjadi pada tanggal 14 Desember 1904. Meskipun museum ini dimiliki oleh Keuskupan Agung Semarang, lokasinya dipilih di Muntilan. Salah satu alasannya adalah untuk menghormati sejarah perkembangan agama Katolik di Jawa, khususnya di Jawa Tengah. Muntilan sendiri dianggap sebagai tempat di mana agama Katolik pertama kali tumbuh di Jawa. Adapun terkait pada saat itu adalah Romo van Lith. Museum ini memiliki koleksi yang beragam, dengan total sekitar 800 barang. Koleksi tersebut mencakup jubah, logam, medali, relik, wayang wahyu, alat-alat misa, dan masih banyak lagi. Salah satu jenis koleksi yang paling banyak adalah foto-foto yang mendokumentasikan sejarah agama Katolik di Jawa Tengah. Di antara koleksi tersebut, terdapat barang-barang bersejarah yang milik Monsinyur Soegi (Soegijapranata), termasuk kursi, alat-alat misa, aksesoris makan, cap tekan uskup, gong yang digunakan dalam perayaan, dan jubah. Selain itu, terdapat juga barang-barang peninggalan dari Romo YB Mangunwijaya, seperti jubah, sepatu, kamera, foto-foto, dan tanda jasa dari Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Museum Misi Muntilan Pusat Animasi Misioner ini terbuka untuk umum dari Senin hingga Jumat, dengan jam operasional mulai pukul 08.00 hingga 15.00 WIB. Pada hari Sabtu, museum dibuka mulai pukul 08.00 hingga 12.00 WIB. Museum ini libur pada hari Minggu, kecuali ada kesepakatan sebelumnya untuk melayani kunjungan pada hari tersebut.

Sendang Sinongko Klaten, Namanya Berasal Dari Biji Nangka Yang Dibuang Pakubuwono IV

Sendang Sinongko Klaten, Namanya Berasal Dari Biji Nangka Yang Dibuang Pakubuwono IV

Sendang Sinongko di Kabupaten Klaten adalah sebuah destinasi wisata tradisional yang memiliki kisah menarik yang terkait dengan Raja Solo Pakubuwono IV. Kisah ini mengungkapkan asal usul nama “Sinongko” yang tersemat pada sendang tersebut. Legenda Sendang Sinongko bermula dari rombongan kereta Raja Solo Pakubuwono IV yang sedang dalam perjalanan menuju Jogja. Mereka memutuskan untuk berhenti sejenak di lokasi ini untuk beristirahat. Saat Raja Pakubuwono IV melepas lelah, ia makan buah nangka, dan buah nangka tersebut ia buang ke tanah sambil memberi pesan agar sendang di tempat ini dinamakan Sinongko (atau Sinangka dalam bahasa Jawa). Sendang Sinongko di Desa Pokak sebenarnya sudah ada sejak lama dan telah berfungsi sebagai sumber air yang digunakan oleh warga secara turun-temurun untuk mengairi sawah mereka. Salah satu cerita menarik terkait Sendang Sinongko adalah pertemuan para petani di sekitar sendang dengan Kiai Singodrono, yang sebenarnya adalah seorang Adipati, bersama pengawalnya Kiai Wirogupo. Saat pertemuan tersebut, Kiai Singodrono memberikan pesan kepada para petani agar selalu bersyukur atas hasil panen mereka dan agar mereka tidak bekerja melebihi waktu yang seharusnya. Kiai Singodrono juga meminta agar para petani memanfaatkan waktu istirahat dengan sebaik-baiknya. Ia juga menyarankan agar pada saat panen ketiga hari Jumat Wage, para petani melakukan syukuran atau bersedekah dengan menyembelih kambing. Pesan dari Kiai Singodrono ini masih dipegang teguh oleh masyarakat hingga hari ini. Setiap tahun, pada hari Jumat Wage saat panen ketiga, para petani dan penduduk sekitar mengadakan syukuran dengan menyembelih kambing dan ayam. Tradisi ini telah menjadi bagian integral dari budaya mereka. Sendang Sinongko memiliki dua sumber utama air, yaitu sumber air di sisi barat yang dinamakan sendang lanang (pria) dan yang di sisi timur dinamakan sendang wadon (wanita). Kedua sumber air ini membentuk Sendang Sinongko. Tradisi bersih Sendang Sinongko dengan syukuran makan bersama daging kambing dan ayam telah ada sejak zaman dahulu. Warga secara sukarela menyumbangkan kambing, ayam, dan makanan untuk acara ini. Setiap kali tradisi ini diadakan, ribuan orang biasanya datang ke sendang ini, termasuk warga dari luar kota dan orang desa yang merantau. Sendang Sinongko terletak sekitar 500 meter di timur Jalan Jogja-Solo. Tempat ini memiliki suasana yang teduh karena dikelilingi oleh pepohonan besar. Di bawah pepohonan tersebut, gazebo, tempat duduk, ayunan, dan taman telah dibangun untuk kenyamanan pengunjung. Pengunjung dapat masuk ke lokasi ini tanpa membayar tiket masuk.

Peron Stasiun Purwokerto Disulap Jadi Catwalk Fashion Show Batik

Fashion Show Batik

PURWOKERTO – Biasanya fashion show selalu identik dengan catwalk dan lampu warna-warni. Penontonnya seringkali datang dari kalangan ekonomi menengah ke atas. Namun ada yang berbeda pada peragaan busana batik yang diselenggarakan PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasi (Daop) 5 Purwokerto. Peron stasiun yang biasa digunakan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang disulap menjadi area modeling untuk lima wanita dan satu pria. Mereka berlenggak-lenggok di area stasiun dengan luwes. Para model mengenakan batik Banyumasan kualitas atas yang dibuat oleh desainer lokal Ari Nugroho, Dewi Firda, Ira Satja, dan Reny Andri. Tak hanya itu, model ini juga berkesempatan tampil fashion di KA Taksaka yang berhenti di stasiun Purwokerto. Dalam waktu kurang dari 5 menit, para model melewati lorong kereta sebelum kereta melanjutkan perjalanannya. Saat ditemui setelah acara, Daniel Johannes Hutabarat, Wakil Presiden Daop 5 Purwokerto, menjelaskan bahwa acara tersebut adalah acara ‘Fashion Batik on the Train and Station’ yang diadakan untuk memperingati Hari Batik Nasional. “Sebagai warisan budaya tak benda, gelaran Fashion Batik on the Train and Station ini tentunya sebagai bentuk apresiasi dan rasa bangga atas batik, khususnya batik-batik khas Banyumas.”” kata Daniel usai acara, Senin (10/2/2023). Kreasi batik Banyumasan dikenakan oleh 6 model. Ini juga merupakan kesempatan untuk menampilkan produk-produk usaha kecil dan menengah bagi para perajin batik di daerah Banyumas. “KAI tetap berkomitmen untuk terus memberikan kontribusi kepada masyarakat, salah satunya melalui program tanggung jawab sosial dan lingkungan,” jelasnya. Kami berharap melalui peringatan ini, warisan budaya batik semakin mendunia dan menambah rasa percaya diri masyarakat Indonesia untuk peduli terhadap warisan budaya Indonesia. “Hari Batik Nasional tidak hanya sekedar mempertegas jati diri bangsa Indonesia, namun juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui industri batik,” tutupnya. (JN/Detik Jateng)

Bupati Sragen Resemikan 13 Sumur untuk Kurangi Dampak Kemarau

Bupati Sragen Resemikan 13 Sumur untuk Kurangi Dampak Kemarau

SRAGEN – Bupati Sragen, Jawa Tengah, Kusdinar Untung Yuni Sukowati, meresmikan 13 sumur untuk meringankan dampak kemarau panjang yang menyebabkan kekeringan di berbagai wilayah setempat di utara Sungai Bengawan. “Bantuan senilai Rp 25 juta per sumur ini bertujuan untuk mengurangi dampak musim kemarau di Bengawan Utara, wilayah Sragen,” kata Kusdinar Untung Yuni di sela-sela peresmian 13 sumur di Desa Suraun, Kecamatan Geshi, Kabupaten Slagen, Selasa (26/9/2023). Pada acara peresmian yang digelar di Kecamatan Geshi, Mondokan, dan Sumberawan, Bupati Kusdinar mengatakan, bahwa dampak kemarau belum dihitung untuk pengurangannya. Namun, sebelum ada bantuan sumur, hingga saat ini pengiriman air bersih telah mencapai 1.000 tangki air di daerah ini. Menurut Bupati, kalau dihitung-hitung, kalau satu tangki dibelanjakan Rp 300 ribu, berarti biayanya sekitar Rp 300 juta. Dengan sumur ini, bisa mengurangi bantuan droping air. Bupati mengatakan, memang ada upaya untuk mengatasi kekeringan tersebut dengan menambah jaringan PDAM di Tangen dan Jenar. Namun sumur ini diperuntukkan bagi daerah yang jauh dari PDAM. Lumayan setiap sumur dapat dimanfaatkan untuk satu RT. Aturan diserahkan kepada kelompok masyarakat. Bupati menjelaskan, uji klinis terhadap kualitas air telah dilakukan. “Dengan bantuan ini kebutuhan sehari-hari bisa tercukupi. Untuk kebutuhan air minum, biasanya menggunakan air kemasan isi ulang. Hal ini karena Air di sini ada kapurnya,” katanya. Sedangkan jalur pipa menuju rumah warga diserahkan kepada kelompok masyarakat (Pokmas). Di Desa Srawung, Kecamatan Gesi, jaringan Pokmas dan pipa sudah ada. Bupati mengungkapkan, bantuan tersebut disalurkan di empat kecamatan yakni Gesi, Sumberlawang, Mondokan, dan Tangen. Kecamatan Gesi terbagi menjadi delapan titik dari empat desa. Di Kecamatan Mondokan ada satu titik untuk satu desa, di Sumberlawang ada empat titik di empat desa. Bupati juga memerintahkan penanaman pohon untuk menjaga persediaan air. Sementara itu, Direktur PDAM Tirtonegoro Sragen Hanindyo Heru Pratikno mengatakan, daerah tangkapan air terbesar sedang dicari untuk pasokan air. Dia yakin hal itu bisa memakan waktu tiga hingga empat tahun. Kedalamannya 80 meter sehingga tidak mengganggu sumur warga yang sudah ada. Bantuan senilai Rp25 juta tiap sumur ini, sampai pada tandon. “Kami sudah membantu enam lokasi sumur. Sedangkan tujuh sumur lainnya dari berbagai pihak,” ucapnya. (JN/Antara)